Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Kamu kira kamu siapa hingga berani-beraninya kamu bikin aku jadi taruhanmu?" ujar Mira marah kepada Gading. Semua penonton bersorak tidak menyangka Mira si gadis pendiam memiliki sisi berani juga. Sampai-sampai dia berani melabrak Gading secara langsung di muka umum.
"Suttts" ucap Gading meletakkan jadi telunjuknya di bibirnya kepada penonton, sebagai isyarat agar penonton diam.
"Kamu tanya aku siapa? Seharusnya kamu tanya kamu ini siapa?" ujar gading menyeringai. Tangan Bayu sudah terkepal, namun dia menahan emosinya. Ia menghirup nafas dalam-dalam lalu menghembuskan ya secara perlahan. Kalau bukan mengingat dia adalah ketua OSIS yang harus bisa di tiru dan di gugu, pastilah tinjunya itu sudah melayang ke wajah mulus milik Gading.
"Ok, aku bilang, kamu tidak berhak untuk menjadikan aku taruhan. Jadi kalau kamu mau bermain dengan Bayu, atau siapapun aku tidak perduli, yang terpenting jangan bawa-bawa nama aku, apalagi sampai membuat diriku jadi taruhan," ujar Mira, hidungnya kembang kempis, dadanya bergemuruh.
"Mira sayang, kamu tahu tidak kenapa aku jadikan kamu taruhan," ujar Gading, yang membuat Mira melotot, sedangkan Bayu hanya bisa menatap Gading dan Mira bergantian.
"Itu karena aku tahu, kamu memutuskan aku karena Bayu kan? Sekarang aku tanya apa kelebihan Bayu di banding aku. Aku sudah tampan, kaya, cerdas, dan tentunya baik," ujar Gading, yang membuat Mira tersenyum kecut.
Sedangkan Bayu tersenyum tipis, dia bahagia mendengar perkataan Gading, bahwa dia memutuskan Gading demi dirinya.
"Tolong ya Gading, kita tidak pernah pacaran jadi bagaimana mungkin kita bisa putus. Apalagi karena Bayu, ini tidak ada hubungannya dengan Bayu. " ujar Mira.
Gading melap bibirnya kasar dengan jempolnya. "Ok, sekarang kamu minggir, ini urusan laki-laki," ujar Gading, kepada Mira.
"Tidak apa-apa Mir, kamu minggir saja, ini hanya permainan basket biasa tidak ada yang perlu di khawatir kan," ujar Bayu lembut kepada Mira.
"Suittt... Suit...." Ujar seluruh penonton, yang membuat Sinta semakin emosi.
"Hentikannnnn, " teriak Sinta. Yang membuat seluruh penonton terdiam, dengan segera Sinta berlari ke tengah lapangan.
"Gading, Bayu, hentikan kebodohan kalian ini. Dan kamu Bayu, buat apa kamu penuhi tantangan si Gading yang tidak tahu apa-apa ini. Kamu ketua OSIS, hendaknya kamu tidak bersikap konyol seperti ini. Ayo ikut aku," ujar Sinta langsung menarik tangan Bayu keluar lapangan.
"Huuuuu" semua penonton bersorak keras, menyoraki aksi Sinta dan Bayu. Gading sendiri menyeringai penuh kemenangan, baginya yang terlebih dahulu keluar dari lapangan berarti ialah yang kalah. Sedangkan Mira hanya bisa terdiam, melihat Sinta menggenggam tangan Bayu. Hatinya begitu nyesek melihat hal itu.
"Kamu lihat sosok ketua OSIS mu itu, ternyata sudah mempunyai kekasih. Jika sinta bukan kekasihnya mana mungkin dia menurut saja saat Sinta menarik tangannya. Bayu itu laki-laki, jika dia menolak dia bisa saja menolak Sinta dengan tegas, tapi buktinya dia mengikut saja kan," ujar Gading kepada Mira. Mira hanya diam, kemudian berjalan cepat meninggalkan lapangan.
Mira berlari, menuju kamar mandi, di sana dia menangis, dadanya terasa sesak, apa yang dikatakan gading tampaknya ada juga benarnya. Dia terus memandangi dirinya di cermin kamar mandi.
"Benar kata gading, jika Bayu tidak ada apa apa dengan Sinta, dia bisa saja menolak saat Sinta meraih tangannya dan menariknya keluar lapangan, tetapi faktanya apa Bayu malah mengikut saja," ujar Mira seraya melap kasar pipinya.
"Mestinya kamu sadar diri Mira, kamu bukan anak populer, tidak berasal dari keluarga kaya, tidak cerdas, tidak cantik, bahkan hampir tidak ada keistimewaannya, sedangkan Sinta dia memiliki segalanya yang tidak kamu miliki. Kamu harus sadar diri Mira," ujar Mira menyalahkan dirinya sendiri.
Setelah ia merasa sudah cukup meluapkan isi hatinya, dia pun mencuci mukanya dengan air, lalu melapmya dengan tisu. Setelah itu, dia menenangkan dirinya, mengatur pernapasannya, lalu keluar kamar mandi seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Mir kamu tidak apa-apa kan? Tadi aku cariin kamu, tau-taunya ada di kamar mandi," ujar Fani.
"Ya, tidak apa apa Fan, aku hanya sedang tidak enak perut saja, yok ke kelas," ujar Mira.
"Maaf Mir, aku masih mau ke kantin bareng teman-teman aku" Ujar Fani, seperti biasanya Fani lebih suka ke kantong bersama teman temannya yang lain, daripada Mira yang sangat jarang mampir ke kantin sekolah.
"Ya sudah, kalau begitu aku deluannya Fan," ujar Mira yang berusaha memaksakan senyumnya.
Tampaknya rapat guru berlangsung lama, ia pun memilih untuk menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah. Sesampainya di perpus, seperti biasa dia akan memilih beberapa buku yang menurutnya menarik untuk di baca, atau hanya sekadar untuk melihat gambar-gambarnya saja, kemudian dia akan memilih duduk di pojokan paling belakang perpus.
"Habis nangis dari kamar mandi?" suara Gading membuat Mira menghela nafas panjang, hidungnya kembang kempis, ia bear benar benci dengan ke hadiran gading.
"Bukan urusanmu,"
"Apa sih kelebihan si Bayu di bandingkan aku. Coba kamu katakan apa kekuranganku dibandingkan dengan Bayu. Apa karena Bayu ketua OSIS? Aku juga bisa," ujar Gading sambil melipat ke dua tangannya, dan mencondongkan tubuhnya kearah Mira, hingga Mira memundurkan tubuhnya beberapa centi kebelakang.
"Tidak perlu bawa bawa Bayu, aku dan Bayu hanya sekedar teman kelas biasa, tidak lebih," ujar Mira pandangannya masih fokus kepada lembaran buku yang ada di hadapannya.
"Kamu yakin?" Ujar Gading.
"Emmm," sahut Mira Singkat.
"Kalau begitu, jadilah pacarku. Aku menembakmu untuk kesekian kalinya," ujar Gading.
"Saya Muslim," sahut Mira singkat.
"Lalu, apa kamu kira saya tidak Muslim?" tanya Gading, keningnya mengkerut.
"Muslim di larang pacaran, dalam Islam pacaran tidak diperbolehkan," ujar Mira.
"Iya deh Bu Ustadzah," ledek Gading. Mira tidak perduli.
"Emmm, tapi kan, aku rasa kalau pacarannya tidak ngapa-ngapain kan tidak berdosa,"
"Kalau tidak ngapa-ngapain, ngapain pacaran?" tanya Mira, lebih pernyataan. Gading, hanya terdiam, ia tampaknya kehabisan kata-kata.
"Kalau begitu ayo kita nikah muda, biar bebas ngapa-ngapain, kan ibadah juga," tapi bukan Gading namanya kalau bisa dengan mudah di skakmat.
"Kita masih SMP Gading, lagipula saya tidak ada niatan nikah muda. Jikapun saya harus menikah muda, maka tentunya calon yang saya pilih bukanlah laki-laki seperti dirimu." sahut Mira dingin.
"Kamu yakin, laki-laki seperti aku limited edition loh, hanya ada satu di dunia,"
"Kamu sudah mengelilingi seluruh dunia sampai ke pelosok-pelosoknya, hingga kamu bisa menyimpulkan bahwa laki-laki seperti dirimu hanya ada satu di dunia," ujar Mira. Tetapi hal itu tampaknya mengudang amarah Gading. Gading sontak berdiri, dan berjalan mendekat Mira. Hal itu membuat Mira, kaget, ia dengan segera beranjak dari kursinya berharap bisa lari dari Gading namun terlambat gading sudah mengunci tubuhnya di dinding,"
"Gading, kamu pergilah," ujar Mira terbata-bata, namun Gading tidak beranjak, kedua tangannya sudah mengungkung tubuh Mira yang bersanda di dinding tembong perpustakaan.