Dewi Amalina telah menunggu lamaran kekasihnya hampir selama 4 tahun, namun saat keluarga Arman, sang kekasih, datang melamar, calon mertuanya malah memilih adik kandungnya, Dita Amalia, untuk dijadikan menantu.
Dita, ternyata diam-diam telah lama menyukai calon kakak iparnya, sehingga dengan senang hati menerima pinangan tanpa memperdulikan perasaan Dewi, kakak yang telah bekerja keras mengusahakan kehidupan yang layak untuknya.
Seorang pemuda yang telah dianggap saudara oleh kedua kakak beradik itu, merasa prihatin akan nasib Dewi, berniat untuk menikahi Kakak yang telah dikhianati oleh kekasih serta adiknya itu.
Apakah Dewi akan menerima Maulana, atau yang akrab dipanggil Alan menjadi suaminya?
***
Kisah hanyalah khayalan othor semata tidak ada kena mengena dengan kisah nyata. Selamat mengikuti,..like dan rate ⭐⭐⭐⭐⭐, yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadar T'mora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Reward pengunjung ke seratus
Dewi turun dari kursi urut setelah menekan tombol off. "Mau keripik buah?"
"Hm," Alan meraih kantong Aluminium foil yang disodorkan Dewi padanya. Membaca label dengan tulisan buah kering lezat dan sehat itu, tak lupa dia mencari sertifikasi halal.
"Kamu tunggu disini!" Dewi mau melakukan pelunasan.
Alan mengangkat bahunya, memilih duduk sambil menunggu. Dewi memang seperti itu selama ini, asal ada urusan dengan Alan dia akan berlagak sebagai dompet berjalan.
"Bill atas nama Bapak Alan," kata Dewi pada orang yang berdiri di depan kasir.
Dia telah mengenal Alan sebagai teman baik Manager salon. Dia juga telah lama mengincar Alan dengan memberikan perhatian serta keramahan yang khusus. "Sebentar saya periksa ya, Bu!" Gadis kasir itu menjawab.
Pikirannya menilai siapa diantara mereka yang lebih cantik. Tapi apa gunanya kalau aku lebih cantik jika wanita ini lebih kaya.
Diam-diam dia telah mendengar pembicaraan antara Dewi dan Eva yang mengkonfirmasi bahwa wanita di depannya ini adalah pemilik Thamrin tower. Bisa jadi dia Presiden Direktur group Thamrin, tidak mungkin wanita ini Nona kedua yang sakit-sakitan itu.
Sedikit banyak gadis kasir ini punya referensi daftar orang-orang kaya ibu kota lengkap dengan gosip kehidupan mereka.
Pria tampan yang tidak terlalu kaya seperti Alan, akan sangat beruntung menikahi wanita miliarder. Bagus untuk mengangkat derajatnya. Tapi kenapa si Alan mengatur sebuah sandiwara dengan Manager agar wanitanya tidak perlu membayar?
Bodoh!
Tentu saja itu taktik untuk menjerat wanita tajir ini agar bisa menguasai kekayaannya, hahaha! Jangan sampai sia-sia usahaku mempercantik diri ke Korea sampai ratusan juta jika tidak bisa mendapatkan Alan, tunggulah! Maka dengan senyum terpaksa kasir bernama Riyaa itu berseru, "Wow!" Dan dia pura-pura terkejut untuk menjiwai aktingnya dengan wajah yang dibuat seimut mungkin.
"Selamat ya, Bu! Karena bapak Alan pelanggan ke seratus salon kami, maka tidak akan dipungut bayaran. Reward gratis diberikan, cek!"
Pelanggan ke seratus! Reward gratis? Baru kali ini Dewi mendengar ada hal semacam itu. "Hehe," dia tertawa meringis saat mendapatkan tatapan cemburu dari pelanggan lain.
Dewi tidak pernah menemani Arman potong rambut ke salon, karena mantannya itu selalu rapi tanpa harus ditegur. Sekalian saja aku referensi berapa sebenarnya harga biasa potong rambut pria, pikirnya. "Oke terima kasih saya ucapkan, tapi bolehkah saya tetap menerima billnya?" mohon Dewi.
"Baik," kata kasir yang kemudian mencetak total biaya servise, tidak lupa dia membubuhkan stempel gratis di atas kertas struk lalu diberikan kepada Dewi.
"Makasih, mbak!" Setelah menerima billnya, Dewi pergi ke Alan yang menunggunya di tempat semula. Seketika dia membelalak melihat angka yang tertera di atas kertas struk. Kenapa aku tidak buka barbershop saja. "Dua belas juta lima ratus!"
"Apa yang dua belas juta lima ratus?" Alan bertanya cuek sambil menikmati keripik buahnya.
"Kamu telah menghemat uangku," jawab Dewi memandang Alan apakah ada sesuatu yang aneh di wajahnya. Selain tambah tampan tidak ada lagi, tapi kok mahal amat pangkas rambut doang. Ngalahin perawatan perempuan yang makan hampir seharian berbaring, luluran ditambah facial.
"Ayo ke basement Dragonasse Hotel!" ajak Dewi lega karena mereka tidak perlu membayar.
"Okey!" Alan berdiri dari duduknya yang santai.
Manager salon yang memandang mereka dari jauh tersenyum meringis. "Akhirnya jadi juga Bos kita menikah."
"Padahal dia sangat frustasi dari sebulan yang lalu. Setiap malam mabuk seperti orang putus asa yang bosan hidup," teman di sampingnya menjawab.
"Hahaha, baiklah. Ayo kita ramaikan acaranya, besok."
"Siap!"
.
.
Alan dan Dewi keluar dari barbershop. Di lobby Dewi berkata, "Regar ada sesuatu yang harus dikerjakan. Kamu tidak keberatan jika kita jalan kaki ke Dragonasse, kan? Lewat jembatan penyeberangan lebih cepat dan aman."
Mobil yang sejenis dengan mobil Dewi berhenti di depan mereka. Ketika jendela diturunkan, "Bos, mau kemana saya antar." Hiro memanggil dari dalam.
"Ah!" seru Alan, lalu dia maju untuk membuka pintu bagian penumpang. "Ayo masuk!" Alan memanggil Dewi.
"Ck, tapi aku mau naik jembatan." Dewi menolak. Dia tadi telah membayangkan jalan-jalan romantis dengan Alan. Mereka akan menikah tapi belum pernah jalan-jalan santai berdua. Setiap kebersamaan mereka selama ini, atas dasar kepentingan perusahaan.
Bah!
Alan mendorong tanpa basa-basi pada Hiro, pintu mobil itu kembali tertutup. "Baiklah, ayo lewat jembatan."
Hm, Dewi membuang muka menyembunyikan rasa senangnya. Dia melangkah duluan ke trotoar ke arah jembatan penyeberangan, Alan mengikuti langkahnya.
Angin malam berhembus menyentuh kulit Dewi, gadis itu menggigil kedinginan. "Kamu tidak bawa jacket berani-beraninya ngajak jalan-jalan malam." Alan memarahinya.
"Tidak apa! Aku bisa tahan," jawab Dewi, tapi tubuhnya mengkhianati.
Alan segera membuka jaketnya, "Pakai ini!" Pria itu menyampirkannya ke pundak Dewi.
Dewi tersipu, bau Alan menyeruak ke hidungnya. Pria ini meskipun penampilan sebelumnya berantakan tapi aromanya wangi menyenangkan. Itu satu yang membuat Dewi suka saat Alan berdiri di dekatnya.
"Memangnya Regar kemana?" tanya Alan memecah kecanggungan.
Dewi berpikir akan lebih baik memberitahu Alan lebih awal, bagaimanapun dia akan tau juga pada akhirnya. "Barusan gadis penjual keliling membutuhkan identitas jadi aku meminta Regar untuk mengurusnya."
"Maksudnya?"
"Aku akan membiarkan gadis itu menggunakan nama keluarga Thamrin selama dia berkelakuan baik."
"Kenapa tiba-tiba mengadopsi adik baru? Apa karena Dita mengecewakan kamu," tanya Alan.
Begitukah, pikir Dewi sambil mengunyah sisa keripik buahnya. "Tapi ngak juga! Nggak pernah kepikiran malah. Meskipun aku baru mengenalnya tapi kami telah bertemu dua kali." Dewi menjelaskan dengan bibir cemberut.
Bagaimana tidak!
Setiap berpapasan dengan cewek-cewek genit, tak cukup bagi mereka melihat sekali. Pasti menoleh lagi dan lagi pada Alan, bahkan mereka berbisik dengan suara yang bisa didengar oleh Dewi.
"Ya Tuhan, dia seperti Dewa yang turun ke bumi."
"Wajahnya lebih tampan dari aktor."
"Jika ketampanan semua personil BTS digabung masih kalah dengan penampilannya."
"Apa kau mau mati?"
"Hehe, tentu saja tidak! Tapi aku jadi ingin membunuh wanitanya karena cemburu."
Hah!
Dewi pengen menjambak bibir pengagum sialan yang nggak sekolah itu. Dia merasa dirinya semakin tidak pantas jadi wanita Alan. Tapi biarlah, bukankah Alan sendiri yang mau.
Seperti katanya bahwa dia bersedia memberikan benihnya. Maka aku akan tagih dulu sebelum mencari cara untuk bercerai kemudian, hehe. Dewi menyeringai. Setelah punya anak, apa yang ditakutkan lagi. Punya sandaran hati dari darah daging sendiri untuk melanjutkan hidup, tanpa pasangan juga tidak masalah. Senyum Dewi seolah melihat harapan.
Alan juga mendengar bisik-bisik yang menyatakan kekaguman pada dirinya, ujung bibir tipis itu sedikit terangkat.
Dia bertemu Dewi saat gadis itu masih remaja dan telah berteman dekat dengan Arman. Mereka terlihat gembira dan sangat serasi saat bersama.
Alan juga tau kalau orang tua Arman merupakan rekan kongsi bisnis orang tua Dewi yang ternyata masih teman dekat. Kemungkinan mereka merestui hubungan Dewi dan Arman menjadi pasangan sesungguhnya, sangatlah besar.
Setelah putus cinta, Dewi adalah gadis yang mampu mencuri hati Alan dan membantunya sembuh dari patah hati hanya dengan memandang wajahnya dari jauh. Meskipun harapan untuk menjadikan Dewi kekasihnya juga jauh dari kenyataan.
Alan benar-benar tidak menyangka, takdir menikahi gadis ini besok benar-benar di luar nalarnya.
.
.
Tiba di Dragonasse Hotel, Dewi tercengang. Area basement ternyata sudah ramai pengunjung mulai dari pintu masuk. Manusia dari segala usia berjubel, bagaimana bisa? Restoran Dragonasse terkenal dengan harganya yang mahal, apakah warga ibu kota telah dipenuhi oleh orang-orang mampu.
"Lihat itu!" Alan menunjuk iklan baris di monitor berjalan.
"Ada promo 50% ditambah beberapa menu tambahan gratis setiap pembelian 2 paket."
"What the hell! Pantas aja," seru Dewi.
"Sebenarnya ini berita gembira. Seandainya kita kesini lebih dulu baru ke barbershop shop," keluhnya.
"Tapi kalau kemari dulu tidak akan dapat reward gratis pengunjung ke seratus di salon, ah serba salah."
Mendengar itu Alan menyungging senyum. "Sepertinya kita harus ke tempat lain. Apa kamu mau mengantri dengan kondisi seperti ini?"
"Masalahnya jika kita paksakan mengantri, masihkah mendapat bagian." Dewi cemberut, maju mundur.
Seorang pelayan datang menghampiri, "Silahkan Bapak dan ibu ikut saya," katanya.
"Kemana?" Tanya Dewi dengan mata terbuka lebar seolah melihat harapan.
"Bukankah anda berdua ingin mencicipi menu baru Basement Restoran?"
"Ya, apakah ada tempat?" Dewi berbinar.
"Mari saya tunjukkan." Pelayan itu berjalan memimpin.
Dewi tersenyum meleletkan lidahnya. "Apakah kita mendapat prioritas?" bisiknya pada Alan.
Alan mengangkat bahunya seolah dia nggak tau. "Apa kamu senang?"
"Tentu saja! Akan lebih senang lagi kalau dapat reward pengunjung ke seratus."
Mendengar itu Alan membuang muka menyembunyikan senyumnya.
_________