NovelToon NovelToon
Dilema Cinta

Dilema Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta Murni
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: nungaida

Alana, seorang gadis yang harus tinggal bersama keluarga Zayn setelah kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan tragis, merasa terasing karena diperlakukan dengan diskriminasi oleh keluarga tersebut. Namun, Alana menemukan kenyamanan dalam sosok tetangga baru yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, hingga kemudian ia menyadari bahwa tetangga tersebut ternyata adalah guru barunya di sekolah.

Di sisi lain, Zayn, sahabat terdekat Alana sejak kecil, mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Alana telah berkembang menjadi lebih dari sekadar persahabatan. Kini, Alana dihadapkan pada dilema besar: apakah ia akan membuka hati untuk Zayn yang selalu ada di sisinya, atau justru untuk guru barunya yang penuh perhatian?

Temukan kisah penuh emosi dan cinta dalam Novel "Dilema Cinta". Siapakah yang akan dipilih oleh Alana? Saksikan kisah selengkapnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nungaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 14

Setelah bel istirahat berbunyi, Bu Lina dan Zidan berjalan santai menyusuri koridor sekolah. Suasana sekolah yang ramai dengan siswa-siswi yang bergegas keluar dari kelas untuk istirahat, menambah kesan hidup di sekitar mereka. Zidan sesekali melirik bangunan sekolah yang tertata rapi di sepanjang koridor, sambil menikmati udara segar siang itu. Baginya, hari pertama ini berjalan cukup lancar, meski ia masih menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Ketika mereka sampai di depan sebuah pintu bertuliskan "Ruang Guru", Bu Lina membuka pintu dengan santai. Suara pintu yang terbuka membuat seorang guru yang sedang duduk di dalam ruangan langsung berdiri dan berjalan menghampiri mereka dengan senyum lebar di wajahnya.

"Wah~"

"Akhirnya sekolah kita juga punya guru yang tampan ya."

Ucap guru lelaki itu dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya.

Zidan menerima uluran tangan Pak Bakri, seorang guru berusia lanjut yang telah lama mengabdi di sekolah ini. Dengan rambut yang mulai memutih dan kerutan halus di wajahnya, Pak Bakri tampak berpengalaman. Namun, senyum cerianya mengungkapkan energi dan semangatnya yang tak terpengaruh oleh usia.

Dia pak Zidan Mahendra, yang akan bekerja keras sebagai guru peraktik bahasa inggris kelas sebelas.

jelas Bu Lina, bangga memperkenalkan Zidan kepada rekan kerjanya.

"Wah nilai rata-rata mereka pasti naik dong? Haha.."

canda pak Bakri terkekeh melihat Zidan yang tampak gugup di depannya.

"Saya akan berusaha dengan baik pak." jawab Zidan menunduk hormat.

"Oh iya pak Zidan meja anda ada di situ."

ujar Bu Lina dengan sopan, ia memegang perut buncitnya sambil menunjuk ke sebuah meja yang terletak di tengah ruangan kantor tersebut.

"Ah, iya terimakasih Bu"

Jawab Zidan sopan, ia mengangguk ringan sambil tersenyum sebelum berjalan menuju meja yang telah ditunjukkan oleh Bu Lina.

Sreeek...

Saat Zidan menggeser kursinya untuk duduk, suara gesekan kursi dengan lantai terdengar pelan. Namun, seketika perhatian Zidan tertuju pada sesuatu di atas meja. Sebuah buku presensi bersampul biru dengan tulisan "Kelas 2-1" tergeletak di sana, seolah-olah menunggu untuk dibaca.

Rasa penasaran menyelimutinya. Ia mengernyit, lalu meraih buku itu dengan perlahan. Jemarinya yang masih ragu membuka halaman pertama, membuatnya semakin penasaran akan nama-nama siswa yang ada di dalamnya.

" pasti akan sangat nyaman kalau aku bisa menghafal nama anak-anak"

Pikir Zidan, matanya fokus menelusuri setiap baris nama di buku presensi. Jari-jarinya terus membalik lembaran demi lembaran, sampai tiba-tiba tangannya terhenti di sebuah halaman. Pandangannya terpaku pada satu nama, diikuti foto yang sangat dikenalnya.

"Eh?"

"Zayn!" serunya dalam hati, sambil tersenyum kecil. "Senang juga bisa lihat dia di sini...! Hehe..." gumamnya pelan, merasa lega sekaligus takjub melihat nama anak yang dikenalnya itu.

Tanpa berlama-lama, ia melanjutkan membuka lembaran selanjutnya. Namun, tiba-tiba matanya kembali membelalak saat melihat foto lain yang tak asing baginya.

"Eh, astaga...!"

"Foto ini, hahaha," Zidan tertawa kecil melihat foto Lana. Gambar itu tampak sedikit konyol, persis sama dengan foto KTP-nya yang pernah ia lihat beberapa hari yang lalu.

"Lana juga sekelas dengannya?" gumamnya, tak menyangka akan mengajar dua anak yang sangat dikenalnya.

Namun, tiba-tiba pandangannya terhenti. "Eh?! Zayn Armaya Radiansyah? Alana Meilan Wijaya?"

Zidan merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia membuka kembali profil Zayn dan Lana, bolak-balik memperhatikan nama dan foto mereka dengan seksama.

"Astaga, sebentar..." pikirnya, mengernyitkan kening, mencoba menghubungkan fakta yang ia ketahui.

"Apa ini...? Mereka bukan saudara kandung? Kenapa marga mereka berbeda?" Zidan semakin bingung.

Zidan tampak berfikir keras. Setahunya Lana tinggal serumah dengan Zayn. Ia mengingat saat pertama kali datang untuk menyewa mansion, Lana yang menyambutnya kala itu memperkenalkan ibu pemilik mansion sebagai ibu nya. Tetapi, dengan nama marga yang berbeda, ada sesuatu yang terasa tidak sesuai.

Saat itu juga Zidan mulai menghubungkan fakta itu dengan perlakuan Bu sari yang begitu berbeda pada kedua anaknya. Ia teringat beberapa kali melihat Bu Sari memberikan Zayn lebih banyak pujian dan perhatian, seolah ada favoritisme yang jelas.

"Apa aku pernah salah bicara...?"

Pikir Zidan, mengingat percakapannya saat makan malam bersama keluarga Zayn. Momen itu terlintas dalam benaknya, saat mereka berbagi cerita dan tawa, tetapi ada sesuatu yang terasa janggal.

Setelah makin mengenal Zayn dan Lana, Zidan berusaha berpikir bahwa lebih baik tidak tahu lebih dalam tentang situasi mereka. Semakin mengenal seseorang, bisa jadi hanya akan membawa luka bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Terkadang, ketidaktahuan bisa menjadi pelindung dari rasa sakit yang tidak perlu.

Hal-hal yang ingin diketahuinya dan yang sebaiknya tidak diketahuinya ternyata tidak jauh berbeda. Zidan merasa bahwa, dalam kasus ini, lebih baik jika ia memilih untuk tidak tahu.

Menyimpan jarak dengan kebenaran yang mungkin menyakitkan terasa lebih aman, dan ia lebih suka tetap berada dalam ketidakpastian daripada harus menghadapi fakta yang mungkin menyedihkan. Terkadang, dalam hidup, ada baiknya mengabaikan rasa ingin tahu demi menjaga kedamaian pikiran.

Tririririring...!

Bel masuk pelajaran kedua berbunyi, menandakan waktu untuk memulai kegiatan belajar. Dengan sigap, Zidan merapikan bukunya, memastikan semuanya siap sebelum beranjak menuju kelas. Dia mengikuti langkah Bu Lina, yang akan memandu pelajaran pertama sebelum Zidan mengambil alih.

"Can you explain the meaning of the story we just read?" Bu Lina bertanya dengan antusias kepada siswa di kelas.

Sementara itu, Zidan duduk di sudut depan, mengamati Bu Lina yang sedang mengajar. Di satu tangan, ia memegang buku paket bahasa Inggris yang terbuka, mencoba menyerap materi yang disampaikan sambil sesekali membaca dengan serius.

Lana duduk di bangkunya dengan tampang serius, berpura-pura membaca buku paket bahasa Inggris. Namun, sesekali dia mencuri pandang ke arah Zidan dengan gerakan yang sangat mencolok.

Posisi duduknya tampak canggung, seolah-olah dia sedang bersembunyi di balik buku tebal itu. Dan yang lebih konyol adalah, buku yang di pegangnnya terbalik, tulisan yang seharusnya jelas malah menjadi kumpulan huruf yang membingungkan.

Lana menekuk lehernya, mengintip dari balik halaman, dan berusaha terlihat fokus. Setiap kali Pak Zidan mengalihkan pandangannya, dia segera menundukkan kepala, tetapi ketidaknyamanan posisinya membuatnya terlihat lebih seperti seorang detektif yang sedang berusaha menyembunyikan diri daripada siswa yang rajin belajar.

"Jadi yang dimaksud dengan 'sudah dapat pekerjaan' itu kerja di sekolahku?!" pikir Alana, matanya melebar.

"Udah gitu ngajar bahasa Inggris... Astaga... Malunya..."

Hatinya bergejolak, tubuhnya mulai merosot di kursi.

"Bahasa Inggrisku kan sangat jelek... Seharusnya aku belajar lebih rajin daripada biasanya!"

Gumamnya dalam hati, penuh penyesalan. Rasa malu semakin menguasai dirinya hingga tanpa sadar ia menundukkan kepala sampai menyentuh meja. Pandangannya kabur, terhalang oleh perasaan campur aduk antara khawatir dan malu yang membuncah dalam dirinya.

1
Delita bae
mangat😁😇
Delita bae
mangat😇💪💪💪🙏
Lily
haloooo semangat kakakkkk
nao chan: haii, semangat juga untuk kamu ya. makasih sudah mampir😊🤗
total 1 replies
Mia Anindi
njelehi pak Budi ini
Riris Marsinta
sangat menghibur
Riris Marsinta
tinggalkan jejak
Ririe Krisnawati
shock berat zidan oleh lana😂😂
Aldo
dia yang sembunyi dia juga yang nanya kenapa sembunyi🤣🤣
Atika Kusuma
pantesan Alana takut sekalinya pak Budi bejat 😤
Laura Larasati
asik lanjuuut/Smirk/🤭😄
Meriyana
semangat up Thor di tunggu🤗
Laura Larasati
ada-ada aja Zayn ni ngapain dia ikutan dadah juga/Facepalm//Facepalm/
Elin
jahil ih Zidan
Elin
dih narsis Zidan😂😂
Elin
haha pekanya
Elin
ni orang tua kenapa sih😡
Elin
haha nggk pendek sih tapi mungil😅
Yandi
astaga Zidan 😅😅
Yandi
aww jadi sedih ingat ayah🥹🥹
Yandi
malu banget pasti itu Alana🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!