Andrian, seorang pria sukses dengan karir cemerlang, telah menikah selama tujuh tahun dengan seorang wanita yang penuh pengertian namun kurang menarik baginya. Kehidupan pernikahannya terasa monoton dan hambar, hingga kehadiran Karina, sekretaris barunya, membangkitkan kembali api gairah dalam dirinya.
Karina, wanita cantik dengan kecerdasan tajam dan aura menggoda yang tak terbantahkan, langsung memikat perhatian Andrian. Setiap pertemuan mereka di kantor terasa seperti sebuah permainan yang mengasyikkan. Tatapan mata mereka yang bertemu, sentuhan tangan yang tak disengaja, dan godaan halus yang tersirat dalam setiap perkataan mereka perlahan-lahan membangun api cinta yang terlarang.
Andrian terjebak dalam dilema. Di satu sisi, dia masih mencintai istrinya dan menyadari bahwa perselingkuhan adalah kesalahan besar. Di sisi lain, dia terpesona oleh Karina dan merasakan hasrat yang tidak terkonfirmasi untuk memiliki wanita itu. Perasaan bersalah dan keinginan yang saling bertentangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Di sebuah ruangan yang terletak di sudut gedung tinggi, Andrian duduk membelakangi jendela besar. Sinarnya memantul dari gedung-gedung lain yang mengelilinginya, tetapi pikirannya tidak terfokus pada pekerjaan yang menunggu. Dalam hatinya, ada seberkas kekhawatiran yang menggoda, dan perasaan bersalah yang sulit ia tangkis.
Sebelahnya, Melinda, istrinya yang telah menemaninya dalam suka dan duka, duduk dengan air mata di pelupuk matanya. Andrian tahu bahwa apa yang akan ia katakan akan menghancurkan segalanya. Ini adalah keputusan terbesar dalam hidupnya, tetapi sosok Karina, berbisik dalam pikirannya, menuntut agar ia segera mengambil langkah itu.
"Kamu percaya begitu saja?" Melinda memulai, suaranya bergetar. "Tanpa melihat kebenarannya."
Batin Andrian terjepit. Dalam sekejap ingatan puluhan tahun bersama Melinda melintas. Semua kenangan itu terasa begitu berharga, namun bisikan Karina terasa menggoda, membawa angin segar ke dalam kehidupannya yang membosankan.
Saat ia menghela napas, niatnya untuk berkata "aku mau cerai" terhenti. Di dalam tenggorokan. Karina berdiri, menyembunyikan dirinya di balik dinding. Dengan rasa kesal yang mendalam, ia menyaksikan momen itu. Karina tidak menginginkan Melinda sebagai penghalang dalam hubungan perasaannya dengan Andrian. Ia ingin memastikan bahwa suaminya tidak kembali ke jalur yang benar.
Melinda, yang mulai merasakan ketegangan di udara, dengan cepat menatap ke arah pintu. Instingnya sebagai seorang istri memberi tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. "Mas," ia bertanya, "apakah ini ada hubungannya dengan Karina?"
Andrian terhenyak, kata-kata Melinda bak petir di siang bolong. Dia tidak pernah berencana untuk membiarkan Melinda mengetahui tentang pengaruh Karina yang merusak. "Tidak, Melinda. Aku... aku hanya merasa terjebak," jawab Andrian, dengan penuh kebimbangan.
“Terjebak? Kamu sudah di pengaruhi oleh Karina." Melinda merasa dikhianati, dan air mata itu akhirnya menitik. Dia tahu, ada pengaruh buruk yang membisiki suaminya, dan ia dapat merasakan semua itu berasal dari Karina. Dia bukan hanya ingin merebut Andrian, tetapi dia juga yang ingin menyingkirkan Melinda.
Karina, yang masih mengintip, merasakan ketegangan itu. Ekspresi wajah Melinda membuatnya kesal, tetapi jangan salah mengira, rasa cemburu yang meluap-luap justru menyemarakkan tekadnya. Ia bertekad untuk tidak melepaskan Andrian.
"Melinda, jangan berpikir yang aneh-aneh. Karina adalah istriku juga, dan selalu begitu," Andrian berusaha menjelaskan, tetapi suaranya terhalang oleh amarah yang menyala di dalam hatinya.
"Jika kamu tidak mencintaiku lagi, katakan! Janganlah kamu biarkan aku terluka lebih jauh!" Melinda berteriak, tidak peduli akan dinding-dinding gedung yang seakan-akan menyerap semua jeritan hatinya.
Kegelapan mulai menyelubungi pikiran Andrian. Ia bisa merasakan dua dunia yang bertabrakan—serta hasratnya kepada Karina yang begitu menggiurkan, dan cintanya yang tulus kepada Melinda. Dia ingin berteriak, tetapi tidak ada suara yang keluar. Hatinya sedang diuji oleh semua kepalsuan.
Dan di tengah kerumitan itu, Karina, terpaku di balik dinding, merasa terdesak. Rencananya untuk memisahkan Andrian dan Melinda akan sia-sia jika suaminya tidak memberi pernyataan yang dia harapkan. Dia tidak bisa membiarkan semuanya terbuang sia-sia. Dia bergegas keluar ke arah mereka, dengan niat untuk mempercepat keputusan Andrian.
"Maaf jika mengganggu," ujar Karina dengan senyuman sinis yang menggoda, "tapi jika ada yang ingin kamu bicarakan, Mas, aku di sini siap untuk mendengar."
Melinda menatap Karina dengan campuran kebencian dan kekecewaan. Dia tahu, semua ini adalah ulah Karina. Dan saat matanya buram dengan air mata, dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan membiarkan permainan ini berakhir dengan cara yang menyakitkan.
"Kamu percaya pada Karina?" ucap Melinda, ada raut kebencian terhadap Karina.
Andrian menatap kedua perempuan itu. Tanpa sadar, ia telah terperangkap dalam jaring cinta dan kebohongan yang rumit. Dan dalam hati kecilnya, dia tahu, tak peduli keputusan apa yang diambil—entah itu untuk tetap berada dengan Melinda atau memilih Karina—semuanya akan berakhir dengan luka yang dalam.
"Ini semua harus diselesaikan dengan baik, saya akan menanyakan langsung kepada Dr. David." geram Andrian, melawan perasaannya sendiri, mengisyaratkan bahwa dia harus mulai memilih jalan yang benar sebelum semua terlambat.
heheheh mF cmn sekedar.....
asli sakit aku baca nya nasib melindaaa
dn Adrian buta