Nadia, memergoki sang suami sedang bercinta dengan sekretarisnya sendiri, di ruangan khusus kantor pria itu.
Nadia, yang ingin memberi kabar kehamilannya kepada Dygta, justru di kejutkan dengan kenyataan yang menghancurkan hatinya berkeping-keping.
Nadia berlari tanpa memperdulikan klakson kendaraan, hingga sebuah sedan menabraknya.
Nadia terbangun di rumah sakit dan kehilangan janinnya.
Buruknya lagi, Dygta langsung menceraikannya saat itu juga.
Merasa tak ada pegangan dan kalut, Nadia mencoba bunuh diri dengan melompat dari jembatan layang.
Beruntung, seorang pria pemilik perusahaan yang juga seorang ketua mafia menyelamatkannya.
"Hargai hidupmu. Hiduplah untuk membalas mereka yang telah menyakitimu!" ucap Leonardo De Xarberg.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab#6. KIYD.
"Kau ini jorok sekali sebagai perempuan!" decak Leo. Melihat bagaimana minuman itu muncrat ke atas meja.
"Semua salah anda! Kenapa Tuan berkata seperti itu? Apa anda hendak mengambil keuntungan dari saya?" cecar Nadia dengan alis yang hampir bertaut karena heran.
"Kau belum mendengar penjelasan ku sampai akhir tapi sudah berani menuduhku sembarangan!" Leo menegakkan tubuhnya dengan raut wajah yang menekuk kesal.
"La–lalu bagaimana maksud anda sebenarnya?" tanya Nadia lagi, penasaran. Wanita itu juga tidak ingin tergesa-gesa dalam menyimpulkan.
Leo pun memutari meja makan untuk mendekat ke arah Nadia. Kini pria itu telah berada di sisi wanita itu.
"Pernikahan ini, akan berjalan di atas perjanjian, dengan keuntungan yang akan kita raih satu sama lain. Kau pernah dengar pernikahan kontrak?" Leo menjelaskan maksudnya.
Nadia langsung terdiam mencerna setiap kalimat yang keluar dari bibir sensual pria tampan dengan tubuh gagah itu.
Nadia berpikir, kenapa pria dingin yang juga terlihat cuek terhadap wanita ini, tiba-tiba mengajaknya melakukan kerja sama di atas sebuah pernikahan?
"Memangnya ada pernikahan semacam itu? Apa Tuan Leo mabuk jengkol sehingga bicaranya ngawur?" batin Nadia.
"Maaf, Tuan. Tetapi, saya tidak pernah mendengar lelucon seperti itu. Satu hal yang saya tau pernikahan itu adalah hal yang sakral. Sebuah janji suci yang kau ikrar-kan di hadapan Tuhan. Apa, ini maksudnya anda berniat membohongi Tuhan?" cecar Nadia, polos.
Bagaimanapun, Nadia menyesali kehancuran rumah tangganya. Ia benci perceraian, dan kini lelaki di hadapannya mengajaknya untuk mempermainkan sebuah pernikahan. Apa itu hal yang waras?
Gila, sungguh tidak masuk di akal.
Leo sontak memijat pangkal hidungnya. Ternyata ini tak semudah perkiraannya. Wanita di hadapannya ternyata begitu mengagungkan pernikahan.
"Kau ... kenapa berpikir aku ingin membohongi Tuhan? Aku sama sekali tidak bermaksud untuk memperalat sesuatu yang suci, apalagi menganggapnya sebagai permainan. Aku, hanya ingin memberikan tahta padamu," jelas Leo, berusaha mengambil hati wanita polos dihadapannya ini.
"Tuan, aku tau kau belum pernah menikah, karena itu anda seenaknya meremehkan pernikahan. Dimana itu merupakan titik ibadah manusia yang nilai kehormatannya lebih tinggi dari apapun. Aku memaklumi, karena anda tidak mengerti." Akhirnya Nadia berkata dengan tegas dan dalam, hingga Leo merasa tertampar. Pria ini kena mental.
Akan tetapi, sisi egoisme dalam dirinya menampik itu semua.
"Kau bilang apa? Aku meremehkan? Apakah ini hanya alasanmu saja? Atau jangan-jangan kau ini masih mencintainya, dan mengharapkan ia kembali datang mengajakmu untuk rujuk?" cecar Leo dengan nada geram sekaligus gemas.
Di dalam pikirannya saat ini, Nadia tengah membela mantan suaminya.
"Tidak! Mana mungkin seperti itu!" Nadia sontak menolak keras tuduhan dari Leo. "Sebelum kejadian itu mungkin iya, tapi kini aku sudah membunuh harapan itu hingga ia takkan memiliki kesempatan untuk kembali dalam wujud apapun,"tangkisnya lagi.
"Apa itu artinya bahwa kau membencinya dan berharap memiliki kesempatan untuk menghancurkannya dengan cara yang elegan?" pancing Leo seraya menatap dalam Nadia penuh makna.
Leo semakin melangkah mendekat ke arah Nadia. Memasang seringai penuh arti di wajahnya.
"Jika itu keinginanmu, maka aku akan mendukungnya. Asalkan penerus keluarga Rajasa itu hancur." bisik nya di samping telinga Nadia.
Nadia pun terkesiap namun sesaat. Setelahnya wanita itu menoleh dan tersenyum menatap mata kebiruan di hadapannya.
Sepasang mata yang akhir-akhir ini mulai membiusnya. Akan tetapi Nadia berusaha memisahkan perasaan yang mungkin hadir terlalu dini baginya. Seharusnya, ia tidak memikirkan untuk menyukai pria.
Hati dan pikirannya harus fokus untuk, mengubah kehidupannya dan membalas semua sakit hati itu.
"Kalau begitu, tinggal angkat aku sebagai wakil direktur pada perusahaanmu saja," pinta Nadia.
" Kau itu bodoh atau apa? Aku menawarkan mu untuk menjadi istriku, kau malah menginginkan untuk sekedar menjadi kaki tanganku." Leo membalas tatapan Nadia dengan sorot mata tajam.
"Pernikahan adalah suatu hubungan yang suci, berlandaskan sebuah rasa dari hati," kata Nadia, seraya mengarahkan jari telunjuknya ke dada bidang sebelah kiri Leo.
"Penyatuan, dari dua raga yang menginginkan sehidup semati, aku tidak akan mengotorinya lagi dengan sebuah kepalsuan." sambungnya lagi seraya menarik jemari itu.
"Posisimu tidak akan kuat, jika hanya menjadi wakilku," Leo berkata dengan lirih, matanya serasa berkabut dan hasratnya sudah mulai menguasai kesadarannya.
Hingga ia menangkap jemari itu, bahkan meletakkan telapak tangan itu kembali ke atas dadanya.
"Aku, akan menjadikan posisimu tinggi di atas dirinya, keluarganya dan juga gundiknya itu," ucap Leo seraya mengeratkan genggaman tangannya.
"Satu hal lagi, aku tidak berniat mempermainkan pernikahan ini. Kita akan melakukan dan menjalankannya dengan semestinya. Hanya saja tidak ada rasa yang kau sebut dengan cinta, di sini." Leo menarik pinggang ramping Nadia, hingga kini tubuh mereka tak berjarak lagi.
Sekuat tenaga Nadia berusaha menahan rasa yang bergejolak di dalam tubuhnya. Ia tidak ingin terperdaya oleh aroma maskulin yang hampir meracuni akal sehatnya itu.
"Lalu, apa beda nya aku dengan wanita durjana itu!" ketus Nadia bertanya dengan penuh penekanan.
Entah, darimana keberanian itu muncul. Di pikirnya, pria dibhadapannya ini tengah mabuk jengkol.
Tanpa ada tanda apapun, tiba-tiba saja mengajaknya menikah di atas kertas. Apa mungkin, ada bumbu masakannya yang salah hingga membuat otak pria ini korslet.
"Ternyata, merayu dan membujukmu itu tidak mudah. Kau, memang tidak seperti wanita yang pernah ku kenal, kau berbeda Nadia," batin Leo.
Pria itu pun tersenyum tipis hingga tak akan terlihat oleh mata polos.
"Tak ada cinta di dalam pernikahan. Lalu atas dasar apa menikah? Sampai kapanpun aku takkan mau memainkan peran yang sama. Karena itu, sama saja menunjukkan betapa piciknya kita." Nadia menegaskan sekali lagi dengan nada tegas, karena Leo masih menahan tubuhnya.
Sontak ucapan Nadia, membuat Leo tersentak, hingga kesadaran memaksanya kembali pada situasi yang terjadi.
Leo langsung melepas rangkulannya, sejak kapan ia menjadi orang yang pandai mengambil kesempatan di dalam kesempitan seperti ini.
Nadia segera merapikan blazernya yang kusut, ia akan menjaga harkat dan martabatnya. Meskipun ia janda bukan berarti pria itu dengan seenaknya mempermainkan harga dirinya.
"Hargailah kerja kerasku dan tempatkan aku nanti pada posisi yang seharusnya. Apakah aku tidak layak dipandang dan dihargai dengan kemampuan yang aku miliki? Bahkan oleh bosnya sendiri!" Nadia berkata dengan nada yang lumayan tinggi.
Ada sekelumit rasa nyeri di sudut hatinya.
Salahkah jika Nadia berharap dirinya di hargai dengan kredibilitas yang ia punya. Skil yang selama ini ia tunjukkan.
Kenapa selalu begitu?
"Ternyata otak pria semua sama saja!"
"APA KATAMU!!"
Leo kembali maju dan mencengkeram rahang Nadia.
Bersambung.
wc umum.
pas lah pasangan SM penjahat kelamin
tp kecolongan mulu...😆😆😆