Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 05 - Dia Milikku
Sempat khawatir tugas pertamanya akan gagal, di luar dugaan Cakra berhasil mendalami peran. Entah karena Ameera berbakat membawanya, atau memang dia sendiri yang berbakat.
Seolah lupa jika sedang bersandiwara, interaksi mereka terlihat begitu alami dan membuat Julio justru berpikir bahwa hubungan mereka sudah dimulai jauh sebelum putus dengannya.
Hampir jam sepuluh malam, mereka baru meninggalkan restaurant lantaran terlalu banyak yang mereka bicarakan. Atas permintaan Ameera, malam ini dia tidak ditemani Ricko maupun Jihan, melainkan benar-benar bersama Cakra seorang.
"Sejak kapan?"
Sejak tadi mereka tenggelam dalam keheningan, Ameera mulai membuka pembicaraan. Sebenarnya bukan gaya Ameera sama sekali mengajak bicara lebih dahulu, tapi melihat Cakra yang hanya diam dia resah juga.
"Apanya?" Cakra balik bertanya, dia menatap Ameera sekilas sebelum kemudian kembali fokus mengemudikan mobil mewah milik Ameera, khawatir andai lecet Cakra jelas takkan mampu menggantinya.
"Kamu begini." Jujur saja Ameera agak sedikit ragu untuk mengatakannya. Khawatir juga akan menyakiti, tapi memang Ameera penasaran karena dari cara Cakra bersandiwara seakan sudah memiliki jam terbang tinggi.
Tanpa menjawab, Cakra hanya tersenyum tipis. Sebuah respon yang membuat Ameera bingung, apa maksudnya. "Tidak perlu dijawab kalau malu, aku memaklumimu."
Cakra tersenyum bukan karena malu, melainkan geli mendengar pertanyaan Ameera. Seketika Cakra berpikir, apa mungkin kemampuannya jelek dan mengecewakan? Atau justru sebaliknya.
"Apa aku mengecewakan?"
"Tidak, nyaris sempurna ... makanya kutanya sejak kapan? Jam terbangmu pasti sudah tinggi ya?"
Setelah tadi hanya tersenyum, kali ini Cakra benar-benar tertawa sumbang. Lucu sekali, jangankan jam terbang tinggi, pacaran saja tidak pernah dan Ameera adalah wanita pertama yang dia genggam tangannya.
Jika ditanya darimana Cakra belajar, sudah jelas dia menghabiskan banyak waktu untuk berlatih secara mandiri usai bertemu Ameera pertama kali. Cakra mencaritahu di beberapa artikel dan adegan romantis di beberapa drama demi memaksimalkan skillnya.
"Aku serius, Cakra, dimana lucunya?"
"Kamu," jawab Cakra kemudian berhenti tertawa, seketika Ameera terpaku dan terdiam dengan mata yang terus mengerjap pelan.
Hingga tiba di persimpangan, Cakra mengurangi kecepatannya. "Kita kemana?"
"KUA, Cakra."
Cakra mengerutkan dahi, dia terkekeh melihat wajah Ameera yang memerah entah apa sebabnya. "Kanan atau kiri? Rumahmu dimana?" tanya Cakra kemudian, dia memang tidak tahu karena ketika pergi Ameera yang menjemput Cakra di depang gang kostnya.
"Ke kostmu saja duluan, rumahku jauh, biar aku pulang sendiri nanti."
"Ini sudah malam, wanita mana yang pulang sendirian?"
Penolakan Cakra berhasil membuat Ameera menghangat. Sekian lama menjalin hubungan bersama Julio agaknya tidak pernah dia mengkhawatirkan perjalanan Ameera sekalipun mesra di saat berdua.
Ameera buru-buru memperbaiki posisi duduknya. Malam kian larut, tapi anehnya wajah Ameera terasa panas bersamaan dengan detak jantung yang kini berdegub tak karu-karuan. Agaknya sedikit alkohol yang tidak sengaja dia tenggak tadi berpengaruh hingga saat ini, tapi jika dia ingat lagi sangat sedikit dan tidak mungkin membuat mabuk.
Hati Ameera yang biasanya keras tanpa perlu dirayu menurut saja kala Cakra hendak mengantarnya. Niat hati mencairkan suasana, Ameera justru dibuat malu akibat salah bicara dan membuatnya salah tingkah hingga mobil terhenti di depan gerbang utama.
"Kenapa kamu yang turun?" tanya Ameera menahan pergelangan tangan Cakra yang hendak turun setelah penjaga membukakan pintu gerbang untuk Ameera.
"Pulang, kan sudah sampai."
"Bawa saja mobilnya, kamu mau pulang dengan cara apa memangnya?" tanya Ameera menatap lekat Cakra.
"Oj_"
"Pulanglah, besok jemput jam delapan kalau bisa."
Belum selesai Cakra menjawab, Ameera sudah melontarkan sebuah pernyataan tegas yang sama-sekali tidak bisa Cakra tolak. Dalam keadaan panik, Cakra bingung dan berusaha menolak permintaan Ameera.
"Kenapa? Kan aku yang kasih izin, bukan curian."
"Ibu kostku galak, nanti aku dituduh jadi cowok bayaran gimana?" tanya Cakra begitu serius, dia lupa sebelum tuduhan itu terdengar, faktanya memang sudah terjadi. Dan hal itu, jelas membuat Ameera tertawa.
"Sudah pulang sana, anak kecil tidak boleh begadang."
Cakra mengullum senyum, anak kecil katanya? Padahal sudah termasuk dewasa, bahkan mungkin bisa lebih dewasa dibandingkan Ameera. Usai mengatakan hal itu, Ameera berlari kecil meninggalkan Cakra yang tidak melepaskannya dari pandangan.
"Sayang!" panggil Cakra seketika turun dan membuat langkah Ameera terhenti, wajahnya terlihat panik dan kembali menghampiri Cakra seraya menempelkan jemarinya ke bibir.
"Jangan teriak, nanti ketahuan papa," desis Ameera ketakutan, sudah jelas siapa yang dewasa di sini.
"Katanya sudah dewasa, belum boleh pacaran memang?"
"Bukannya gitu, tapi tidak perlu teriak juga, Cakra."
Wajah Ameera terlihat kusut, dia memang panik dan khawatir pemimpin dinasti melihatnya. "Ada apa? Minta uang bensin?"
"Bukan, mau kutelpon sebelum tidur?" tanya Cakra begitu lembut, tatapannya terfokus pada manik indah Ameera.
"Tidak usah, kamu istirahat saja ... malam ini cukup, terima kasih, Cakra."
"Yakin?"
Ameera mengangguk, dia tersenyum kaku dan mendadak beku kala Cakra justru mendekat dan mengecup keningnya tanpa aba-aba. Sejak tadi jantung Ameera sudah tak karu-karuan, kini seakan hendak meledak.
"Selamat malam, tidur yang nyenyak, besok aku jemput," ucapnya tak lupa mengacak rambut Ameera. Setelah memastikan semua sudah persis seperti adegan romantis di drama yang dia tonton kemarin, barulah Cakra berlalu pergi.
.
.
Tadi malam Cakra berpesan agar Ameera tidur nyenyak, tapi faktanya dia sendiri tidak bisa tidur demi menjaga mobil Ameera. Setakut itu dia ada lecet sampai sengaja tidur dengan pintu terbuka, padahal sebenarnya kost Cakra cukup aman.
Menderitanya jelas keesokan hari, Cakra terus menguap dan menggosok matanya. Kendati demikian, dia harus tetap memenuhi janji untuk menjemput Ameera. Sebelum itu, Cakra tidak lupa untuk sarapan lebih dahulu, berbeda dengan sebelumnya, pagi ini segelas susu hangat dan dua lembar roti dengan selai kacang di tengahnya.
Dalam waktu sekejab kehidupan Cakra terasa berbeda. Pagi ini dia tidak menyaksikan wajah masam ibu kos, tidak pula merasakan sakit di perut lantaran tidak mampu untuk sarapan. Dan semua berkat Ameera, oleh karena itu dia benar-benar berusaha sebaik mungkin agar tidak mengecewakan Ameera.
Namun, keberhasilannya jelas saja membawa bencana. Ketika hendak pergi menjemput Ameera, Cakra dikejutkan dengan sosok pria yang turun dari mobil hitam dengan wajah angkuhnya.
"Tahu siapa aku?"
Tidak perlu diperjelas, Cakra sangat mengenal pria itu, seseorang yang menyakiti Ameera sampai rela merogoh kocek dalam-dalam demi membalaskan dendamnya.
"Mau apa? Bukankah kalian sudah selesai?" tanya Cakra kembali berperan sebagai kekasih sungguhan Ameera, jelas hal itu membuat Julio panas dingin.
Tanpa menjawab, Julio mengepalkan tangan dan berdecih usai menatap sekeliling. "Miskin ternyata," gumamnya pelan, tapi terdengar jelas oleh Cakra.
"Aku miskin saja bisa membuat Ameera berpaling, bagaimana jika aku kaya?"
"Cih, angkuh sekali ... aku ingatkan baik-baik, jauhi Ameera!! Aku tidak akan tinggal diam andai kau terus bersamanya, camkan itu," ancam Julio penuh penekanan, hanya karena kecemburuan Julio sampai mengintai Cakra sejak tadi malam.
"Apa hakmu mengancamku? Bahkan tetesan keringat Ameera adalah milikku, paham?"
.
.
- To Be Continued -
bukannya ponselnya masih belum kembali? /Doubt/