Novel ini mengisahkan seorang pemuda lugu yang kekuatannya tertutup racun sejak kecil, dia bertemu dengan seorang kakek yang menolongnya dan memberinya kekuatan yang bisa mengalahkan para dewa.
Dia punya tubuh antik yang jarang dimiliki oleh banyak orang, tapi titik kekuatan yang dia punya hanya terbuka satu saja, padahal ada tiga titik kekuatan yang harus dibuka untuk setiap orang yang belajar beladiri.
Pemuda ini tidak tahu siapa kedua orang tuanya, dia berpetualang mengelilingi kerajaan-kerajaan hingga akhirnya dapat menemukan orang tuanya yang saat ini kekuatannya sudah hilang sama sekali karena titik kekuatannya sudah dihancurkan semua oleh seorang yang mempunyai kekuatan super power juga.
Orang yang mempunyai kekuatan super power itu ternyata adalah saudaranya sendiri yang menapaki jalan hitam dalam kehidupannya.
Dengan segenap keinginan dan semangat yang membara, tokoh utama dari novel ini mempelajari ilmu spiritual dan berusaha untuk membuka semua titik kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aang Albasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Purwati dan Rama pulang kampung
“Kakak, aku mendadak rindu dengan ayahku, apakah ayahku baik-baik saja ya didesa?”. Tiba-tiba Purwati mendekati Rama
“Tenang saja, sepertinya sebentar lagi kita akan pulang ke kampung halaman kita, adik cantikku”. Jawab Rama
“Baik kak, sepertinya akan ada sesuatu yang terjadi dikerajaan Bumi Nata, kak”. Lanjut Purwati yang mengungkapkan kekhawatirannya
“Sudah, jangan berfikir yang tidak-tidak”. Jawab Rama
“Baiklah kak”.
Tiga hari kemudian datanglah Grindi ke penginapan Rama dan kawan-kawannya sambil membawa beberapa senjata yang sudah dibuat olehnya.
“Tuan muda, ini senjata yang dipesan semuanya sudah jadi”. Kata Grindi
“Terima kasih paman, ini ada sedikit hadiah dari kami untukmu”. Kata Rama sambil memberikan dua buah giok langka dan sekantung air spiritual yang diambil dari kantong gaibnya.
“Untuk apa tuan muda memesan banyak senjatan seperti ini tuan?”. Tanya Grindi kepada Rama yang bingung kenapa membuat senjata cukup banyak
“Ini untuk mereka itu”. Kata Rama sambil menunjuk kepada ki Buana Abadi dan Sukmawati.
“Baiklah, terima kasih banyak atas hadiah dari tuan muda ini, ini adalah anugrah dari surga untukku, bertemu denganmu tuan muda”. Lanjut Grindi sambil berpamintan
“Ki, besok kita pulang ke kerajaan Bumi Nata terlebih dahulu”. Kata Rama yang mendadak minta pulang kampung
“Baik, tuan muda”. Jawab Ki Buana Abadi
“Benarkah kak, besok kita pulang ke kampung?”. Tanya Purwati dengan wajah bahagianya
“Nanti malam kita pergi ke padepokan ki Tunggak untuk berpamitan”. Kata Rama
“Kenapa sih, harus kembali lagi kepadepokan itu?, kamu tidak mau meninggalkan Intan kah?”. Tanya Sukmawati judes
“Hahahaha, Sukmaa, sukma, cemburumu terlalu berlebihan”. Jawab Rama sambil cengengesan
“Bagaimana aku tidak cemburu, melihat kamu dengannya yang hampir saja melakukan sesuatu saat itu”. Jawab Sukmawati
“Melakukan apa tuan putri?”. Tanya ki Buana Abadi yang mulai penasaran
“Tidak, tidak jadi, baiklah, nanti malam kita berpamitan kepada ki Tunggak!”. Kata Sukmawati sambil pergi dari ruangan penginapan itu menuju sebuah bukit.
“Haruskah aku melepas semua bajuku juga didepan Rama, biar Rama tunduk dihadapanku?”. Tanya Sukmawati dihatinya sambil memandang keindahan alam dari sebuah batu yang ada diatas bukit.
“Ah, mungkin aku saja yang terlalu berlebihan menyukainya, tapi bagaimana lagi, dia adalah pria yang paling aku idamkan selama ini”. Kata dia dalam hati
Malam haripun datang, keempat orang datang ke padepokan ki Tunggak untuk berpamitan
“Mohon maaf ki, kami besok harus kembali ke kerajaan Bumi Nata terlebih dahulu, adikku sudah rindu dengan ayahnya”. Rama berpamitan kepada ki Tunggak
“Kenapa sangat cepat sekali, apakah tidak betah dikerajaan ini?”. Tanya ki Tunggak
“Bukan begitu ki, memang sudah waktunya kami pulang juga, sudah hampir satu tahun kami meninggalkan kerajaan Bumi Nata”. Jawab Rama.
“Baiklah kalau begitu”.
“Kak Rama, bolehkah saya ikut bersamamu?”. Tiba-tiba ada pertanyaan yang keluar dari mulut Intan yang terdengar dan membuat Rama bingung kembali.
“Waduh, jangan sampai dia ikut ke Kerajaan Bumi Nata, bakalan ada perang dunia nanti!”. Gumam Rama
“Begini nonaku yang cantik, ayahmu membutuhkan kamu disini untuk menemani masa tuanya, kalau kamu pergi bersama kami, dan tiba-tiba ayahmu memanggilmu, malah nanti repot semua”. Jawab Rama menolak permintaan Intan.
“Ayah, aku ingin ikut kak Rama”. Kata Intan kepada ayahnya dengan wajah manjanya
“hm,,,,,, takutnya nanti kamu malah menjadi beban untuk mereka, intan, mereka adalah orang-orang hebat yang mampu menggunakan spiritual mereka dengan baik, kamu berlatihlah dulu disini bersama ayah, nanti kalau semuanya sudah siap, kita cari keberadaan mereka, bagaimana?”. Ki Tunggak memberikan jalan keluar
“Baiklah ayah”. Jawab Intan
“Aaaaah, lega perasaanku, satu wanita ini saja sudah bikin aku repot sekali, kalau ditambah satu lagi sepertinya kepalaku akan meledak seketika”. Gumam Rama dalam hatinya
“Baiklah ki, Kami Izin pamit dahulu”. Kata Rama sambil berlalu dari hadapan Intan yang lagi-lagi mengikuti mereka dari belakang.
Keesokan harinya, rama dan kawan-kawannya terlihat diangkasa sedang berbincang diatas burung Elang yang mereka tunggangi
“Kakak, berapa hari lagi kita sampai di kerajaan Bumi Nata?”. Tanya Purwati yang sepertinya sudah tidak tahan lagi ingin melihat kampung halamannya kembali.
“Kalau terbangnya lebih cepat lagi, empat hari kita sudah bisa sampai dikerajaan Bumi Nata”. Jawab Rama
“Tidak juga tuan muda, ini saya memakai jalur yang lebih cepat, memotong jalan, besokpun kita sudah bisa sampai ke kerajaan Bumi Nata”. Jawab Ki Buana Abadi
“Begitukah?, baguslah kalau begitu”. Kata Rama
Saat malam hari datang, mereka berempat beristirahat disebuah goa yang berada disebuah perbukitan.
“Rama, maukah kamu menemaniku malam ini?”. Tanya Sukmawati kepada rama yang sedang duduk di atas batu memandangi rembulan.
“Menemani apa?”. Tanya Rama
“Menemani aku tidur”. Jawab Sukmawati
“hm,,,, kamu kan sudah besar, masa tidur harus ditemani?”. Kata Rama
“Baiklah, sepertinya kamu memang tidak menyukaiku”. Kata Sukmawati sambil berlalu menjauhi Rama
“Bukan begitu sukma, aku sungguh tidak bisa melupakan Puteri Pelangi”. Gumam Rama dalam hatinya
Saat Rama pulang ke goa, terdengar suara tangisan seorang perempuan dari dalam goa.
“Siapa yang menangis? Apakah aku sudah menyakiti hati Sukmawati?”. Hati rama bertanya-tanya
Ternyata memang benar, Sukmawati sedang menangis sendirian dipojokan sebuah ruangan yang ada digoa itu.
“Kenapa kamu menangis sukma?”. Tanya Rama sambil mendekati Sukmawati yang sedang menangis.
“Kenapa kamu pedulikan aku?, bukankah kamu tidak peduli sama sekali denganku?”. Tanya Sukmawati
“Ternyata memang repot berhadapan dengan perempuan”. Gumam Rama dalam hatinya
“Maafkan aku sukma, aku benar-benar tidak bisa melupakan puteri Pelangi”. Kata Rama
“Jika aku tahu akan begini kejadiannya, mendingan aku dikerajaan saja bersama ayahku dan mempelajari ilmu beladiri dipadepokan”. Kata Sukmawati sembari tersedu-sedu.
Rama menghampiri Sukmawati dan memeluknya
“Kamu memang cantik dan kekuatanmu sungguh luar biasa, tapi jika kamu memang mengharapkan aku selalu ada untukmu, aku akan menjadi kakakmu yang akan selalu menjagamu dimanapun kamu membutuhkannya”. Jawab Rama.
“Benarkah?, kamu berjanji padaku Rama?”. Kata Sukmawati kepada Rama
“Iya, aku berjanji”. Mereka semakin erat pelukannya.
Keesokan harinya mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju kerajaan Bumi Nata.
“Ayaaaaaah”. Teriak Purwati sambil berlari menghampiri ayahnya yang sedang duduk disebuah gubuk yang berada dibelakang rumahnya dan langsung memeluknya.
“Dari mana saja kamu anak nakal?”. Tanya Ayah Purwati.
“Ayah, lihat siapa yang aku bawa?, mereka adalah saudara-saudaraku, kenalkan ini namanya kak Rama, dia yang selalu menjagaku dan mengajakku keliling kerajaan, yang ini ki Buana Abadi, dan yang mbak ini seorang putri kerajaan, dia anak dari raja kerajaan Dadung Mbulet”. Kata Purwati sambil memperkenalkan rekan-rekannya.
“Ayah, sekarang aku sudah bisa ilmu pedang Naga Menari dengan sempurna, dan dapat melihat kekuatan orang lain, juga dapat melihat penyakit yang ada pada diri seseorang”. Lanjut Purwati
“Darimana kamu belajar itu semua?”. Tanya ayahnya yang terlihat tidak mempercayainya
“Ini semua berkat kak Rama, ayah, kalau aku tidak ikut dia, mungkin aku akan tetap lemah seperti dulu”. Jawab Purwati
“Benarkah begitu?, coba kamu lihat tubuh ayahmu ini?”. Tanya ayah Purwati yang bernama Benawa
“Kak rama, kenalkan ini ayah Purwati, namanya Benawa”. Purwati memperkenalkan ayahnya kepada Rama dan teman-temannya.
Terlihat wajah Rama sepertinya agak aneh, seperti sedang menahan sebuah kekuatan yang bereaksi didalam tubuhnya.
“Kenapa tubuhku merasakan gejolak kekuatan yang luar biasa? Ada apa dengan paman ini? Siapakah dia sebenarnya?”. Tanya rama sambil menahan kekuatan yang membuat jantungnya berdebar kencang.
“Kakak kenapa?”. Tanya Purwati yang mengagetkan Rama
“Tidak apa-apa adikku”. Jawab Rama sambil memaksakan diri untuk nyengir.
Malampun datang kembali, mereka semua terlihat sedang makan bersama disebuah ruangan sambil duduk bersila ditanah.
“Nak Rama, aku hanya bisa berterima kasih padamu, sudah mau mendampingi putriku yang sangat nakal ini”. Kata paman Benawa
“Tidak juga paman, dia anak yang nurut sekali, bahkan apapun yang aku katakana dia pasti menurutinya, bukan begitu adik kecilku yang cantik?”. Tanya rama sambil menjawab perkataan paman Benawa
“Pastinyaa, aku sudah menjadi anak yang penurut ayah, sejak bertemu dengan kak Rama, dia orangnya baik sekali, sukanya memberikan hadiah kepada orang lain”. Kata Purwati.
“Ooo, begitu ya, Rama, kamu seperti seorang yang aku kenal sudah lama”. Tiba-tiba terdengan letusan gunung yang sangat keras sekali dan mengeluarkan lava kemana-mana.
atas bawah... yg baca jdi rada bingung.