Elina Raffaela Escobar, seorang gadis cantik dari keluarga broken home, terpaksa menanggung beban hidup yang berat. Setelah merasakan pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya, ia menemukan dirinya terjebak dalam kekacauan emosi.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga, Elina bertemu dengan Adrian Volkov Salvatrucha, seorang CEO tampan dan misterius yang hidup di dunia gelap mafia.
Saat cinta mereka tumbuh, Elina terseret dalam intrik dan rahasia yang mengancam keselamatannya. Kehidupan mereka semakin rumit dengan kedatangan tunangan Adrian, yang menambah ketegangan dalam hubungan mereka.
Dengan berbagai konflik yang muncul, Elina harus memilih antara cinta dan keselamatan, sambil berhadapan dengan bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya.
Di tengah semua ketegangan ini, siapa sebenarnya Adrian, dan apakah Elina mampu bertahan dalam cinta yang penuh risiko, atau justru terjebak dalam permainan berbahaya yang lebih besar dari dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lmeilan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Malam itu, suasana bar terasa lebih riuh dari biasanya. Dentuman musik keras menggetarkan lantai, lampu-lampu sorot berkilauan, menciptakan bayang-bayang misterius di setiap sudut. Elina berdiri di belakang bar, mengenakan seragam mini yang terasa asing di tubuhnya. Setiap gerakannya terasa canggung, dan meski dia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini hanya untuk satu malam, perasaan risih terus menghantuinya.
"Tenang saja, Lin," bisik Desi, mencoba menenangkan. "Tidak ada yang akan memperhatikanmu secara berlebihan. Mereka semua sibuk dengan pesta."
Namun, Elina tidak bisa mengabaikan perasaan tidak nyaman itu. Topeng yang menutupi matanya hanya memperparah kegelisahannya. Dia merasa seperti orang lain, terperangkap dalam tubuh yang tidak dikenalnya. Tapi dia sudah memutuskan untuk tetap bekerja malam itu, berusaha melupakan masalah-masalah yang menumpuk di kepalanya.
Musik semakin keras ketika seorang pria masuk ke bar. Dia tinggi, mengenakan jas hitam yang elegan dengan rambut disisir rapi ke belakang. Wajahnya tersembunyi di balik bayangan, namun auranya begitu dominan. Ada sesuatu yang familiar tentang dirinya, meskipun Elina tidak bisa mengenalinya dengan pasti.
"Hei, kamu," panggil pria itu sambil melangkah mendekati meja bar tempat Elina berdiri. Suaranya tegas namun terdengar halus di tengah kebisingan. "Aku ingin segelas bourbon, cepat."
Elina mengangguk pelan, berusaha mengabaikan rasa canggungnya dan mulai meracik minuman. Saat ia hendak memberikan minuman itu, tangan pria tersebut menahan pergelangan tangannya, menghentikan gerakannya sejenak.
"Kau baru di sini?" tanya pria itu, matanya memindai wajah Elina dari balik topeng.
Elina sedikit terkejut, tapi dia mencoba menjaga ketenangannya. "Iya, saya bekerja di sini," jawabnya singkat, berharap pria itu tidak menanyakan lebih banyak.
Namun, sebelum pria itu bisa melanjutkan pertanyaannya, pintu utama bar terbuka lebar, dan sekelompok orang masuk dengan antusias. Seorang wanita dengan gaun mewah warna merah darah memimpin rombongan itu. Wajahnya cantik dengan make-up tebal, rambut pirangnya tergerai sempurna, menambah aura glamor di sekitarnya. Elina mengenalinya dari kejauhan—Valeria Ivanova, model internasional yang malam ini menjadi bintang tamu dalam pesta itu.
Semua orang di dalam bar seolah-olah terpaku pada kehadirannya. Para pria tak henti-hentinya menoleh dan berbicara tentang kecantikannya, sementara para wanita mengagumi penampilannya yang memukau. Tapi yang membuat Elina membeku bukanlah sosok Valeria itu sendiri, melainkan pria yang muncul di belakangnya—Adrian.
Elina hampir menjatuhkan gelas di tangannya. "Adrian…?" gumamnya pelan, tidak percaya. Dia tidak tahu bahwa Adrian akan datang ke sini malam ini. Apalagi bersama Valeria.
Jantung Elina berdebar kencang. Ia tidak tahu bagaimana harus bersikap. Adrian melangkah mendekati Valeria, berbicara pelan di telinganya. Dari cara mereka berdiri dekat satu sama lain, siapa pun bisa menebak bahwa mereka memiliki hubungan yang lebih dari sekadar kenalan bisnis. Hati Elina terasa tersayat. Meskipun ia tahu pernikahan kontrak mereka hanyalah kesepakatan sementara, melihat Adrian bersama wanita lain, terlebih Valeria, membuat rasa cemburu yang tak terkendali menyeruak dalam dirinya.
"Mereka terlihat cocok, bukan?" suara pria di sebelahnya memecah lamunan Elina. Pria yang tadi memesan bourbon sekarang berdiri lebih dekat, mengamati Adrian dan Valeria dari kejauhan. "Valeria Ivanova, wanita yang luar biasa. Dan Adrian Salvatrucha, pria yang sangat beruntung."
Elina tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya menundukkan kepalanya, mencoba menahan emosi yang meluap dalam dirinya. Matanya terus mengamati Adrian dan Valeria, hingga akhirnya pandangan mereka bertemu.
Adrian terlihat terkejut saat melihat Elina berdiri di belakang bar. Matanya menatap tajam, seolah bertanya-tanya apa yang dia lakukan di sini dengan pakaian seperti itu. Namun, sebelum Adrian bisa bereaksi lebih jauh, Valeria menarik perhatiannya kembali, menuntunnya menuju lantai dansa.
Elina merasa seperti tidak diinginkan di tempat itu. Perasaan tersisih dan tidak berharga mulai menguasainya. Dia memutuskan untuk mundur sejenak, mencari udara segar di luar bar. Dengan cepat, Elina berbalik dan menuju pintu belakang, tidak memperhatikan bahwa seseorang mengikutinya.
Saat dia sampai di luar, udara malam yang dingin langsung menyentuh kulitnya. Nafasnya terasa berat. "Apa yang aku lakukan di sini?" gumamnya pelan. Elina mencoba mengatur pikirannya, berusaha mencari cara untuk menghadapi semua masalah yang kini menumpuk di hidupnya.
"Aku bisa mengantarmu pulang jika kau mau."
Suara itu terdengar dari belakang. Elina menoleh dan melihat pria tadi—pria yang memesan bourbon di bar. Dia berdiri di sana, menyandarkan tubuhnya ke dinding, dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya Elina, merasa sedikit curiga dengan sikap pria itu yang seolah terus mengawasinya.
Pria itu tersenyum tipis. "Seseorang yang tahu betapa rumitnya hidup bisa menjadi, terutama ketika kau terjebak di antara pilihan-pilihan sulit."
Elina tidak tahu apa maksud pria itu, tapi satu hal yang pasti—malam ini terlalu berat baginya. Dia hanya ingin pulang, berbaring di tempat tidur, dan melupakan semua masalahnya, setidaknya untuk sementara.
"Aku tidak butuh tumpangan," jawab Elina akhirnya, mencoba terdengar tegas meski hatinya masih diliputi kebingungan.
Pria itu mengangkat bahu, tidak terlihat tersinggung. "Baiklah, tawaranku masih terbuka kalau kau berubah pikiran."
Elina tidak membalas. Dia hanya menghela napas panjang dan melangkah menjauh, kembali masuk ke dalam bar dengan perasaan yang lebih berat daripada sebelumnya.
**
Saat Elina masuk kembali ke dalam bar, suasana pesta masih berlangsung dengan riuh. Namun, hatinya tidak lagi ada di sana. Ia hanya ingin malam ini segera berakhir. Dengan cepat, Elina berjalan menuju ruang ganti, melepas topeng dan pakaian yang membuatnya merasa seperti orang asing. Tanpa menunggu lebih lama, ia mengganti pakaiannya dengan baju biasa, berusaha menghilangkan jejak pesta yang telah membuat perasaannya hancur.
Ketika Elina keluar dari ruang ganti, dia melihat Adrian berdiri di dekat pintu keluar. Mata mereka bertemu lagi. Kali ini, Adrian berjalan mendekatinya dengan langkah cepat. Wajahnya menunjukkan campuran kemarahan dan kekhawatiran.
"Kau," suara Adrian terdengar dingin. "Apa yang kau lakukan di sini dengan pakaian seperti itu?"
Elina menahan napas, tidak tahu harus menjawab apa. "Aku hanya bekerja," jawabnya akhirnya, suaranya hampir tak terdengar.
Adrian menggertakkan gigi, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Kau tidak seharusnya berada di sini, apalagi mengenakan pakaian seperti itu."
Elina merasa marah. "Kenapa tidak? Ini hidupku! Kau tidak berhak mengatur semua tentangku, Adrian."
Adrian menatapnya dengan tajam, lalu mendekat, mengulurkan tangan dan meraih pergelangan tangan Elina. "Aku tidak ingin ada orang lain yang melihatmu seperti ini," gumamnya pelan, hampir seperti bisikan yang penuh emosi. "Kau milikku."
Kata-kata Adrian membuat Elina terpaku. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Di satu sisi, hatinya merasakan getaran dari kata-kata itu, tapi di sisi lain, perasaan bingung dan marah masih menguasai dirinya.
"Milikku?" tanya Elina, suaranya bergetar. "Aku bukan milik siapa pun, Adrian. Aku hanya—"
"Aku tahu ini sulit," potong Adrian. "Tapi kita akan menyelesaikannya. Jangan berpikir terlalu banyak tentang hal-hal yang tidak perlu. Aku akan mengurus semuanya."
Elina menatap Adrian dalam diam. Apakah dia benar-benar bisa mempercayai Adrian dengan semua yang terjadi? Atau, apakah dia hanya akan terseret lebih jauh ke dalam masalah yang lebih besar?
“Dan malam ini, kita akan Menikah!” Ucap Adrian dingin dan penuh tekanan.
Seketika Elina terbelalak dengan apa yang Adrian ucapkan. menikah? Malam ini? Elina seketika tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Ikut denganku” Adrian menarik Elina
***
Mobil melaju pesat menembus jalanan malam yang sunyi, waktu sudah menunjukkan pukul 23.00.
“Daniel apakah semua sudah siap?” Tanya Adrian kepada Daniel yang saat ini mengendarai mobil sedan berwarna hitam dengan Adrian dan Elina duduk di belakangnya
“Bagaimana bisa kau melakukan semua ini… lalu bagaimana dengan keluargamu…. Dan… tunanganmu” ucap Elina menggebu gebu dia tidak habis pikir dengan tindakan Adrian yang baginya sangat sulit ditebak.
“Kau hanya perlu duduk diam, biarkan aku mengurusnya” ucap Adrian dingin
“Bagaimana dengan Nenek?” Tanya Elina yang mulai mengeluarkan air mata.
“Kau tidak perlu khawatir aku sudah memberitahukannya.
POV Adrian
setelah Adrian bertemu dengan Elina membicarakan pernikahan mereka, Adrian nampak sudah memiliki rencana terkait pernikahannya, keluarga dan tunangannya.
Ia memutuskan untuk menikahi Elina secepat mungkin dan hanya orang orang tertentu yang mengetahuinya termasuk nenek Elina, karena bagaimanapun juga nenek nya harus mengetahui semua itu.
“Nek.. saya meminta izin untuk menikahi Elina, saya berjanji akan menjaga Elina sebaik mungkin” ucap Adrian penuh keseriusan
“Nak.. kau tahu Elina masih muda dan pastinya banyak hal yang belum kau ketahui tentang cucu nenek” ucap Nenek Elina memandang lurus ke arah taman di panti jompo itu
Adrian memutuskan mengunjungi panti Jompo untuk membicarakan terkait pernikahannya dengan Elina
“Saya akan menjaganya Nek” ucap Adrian yakin
“Baiklah nak.. nenek percaya padamu… jaga cucu nenek” ucap Nenek Elina menatap dalam kearah Adrian.
Setelah itu Adrian meninggalkan Panti Jompo, dan melanjutkan aktivitasnya, dia sebenarnya berencana menikahi Elina lusa sesuai kesepakatan mereka akan tetapi entah mengapa malam itu saat Adrian melihat Elina di bar dengan pakaian seperti itu, ia tidak ingin menunda terlalu lama, ia tidak peduli dengan ayahnya atau bahkan tunangan yang tak pernah ia inginkan, yang ia pikirkan malam itu Elina harus sah menjadi miliknya.