"Gak Aluna!! Aku akan mengakhiri hubungan adik kakak ini dan kita bisa bersama selamanya!!" ucap Raka sambil memegang tangan Aluna
"Tapi aku tidak menyukai kakak!!!"
Mendengar hal itu membuat Raka langsung melepaskan genggamannya dan menatap Aluna
"Apa yang kamu bilang?? Kamu gak menyukai ku?? Gak mungkin!! Kamu jelas-jelas menyukai ku!!"
Aluna kembali menggelengkan kepalanya karena dia memang tidak mengetahui perasaannya kepada Raka adalah perasaan cinta atau perasaan sayang sebagai kakak. Karena dia belum pernah membayangkan jika Raka akan mencintainya bukan sebagai seorang adik tapi cinta sebagai kekasih.
Mau tahu kelanjutannya ayo baca sekarang 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pramita rosiani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Bima tidak mengetahui jika gadis cantik yang dibicarakan oleh sang ibu adalah Aluna, gadis yang kini menjadi musuh sekaligus pelayannya. Sang ibu terus berbicara mengenai Aluna di depan Bima dan memujinya terus menerus hingga Bima menjadi kelelahan mendengarnya.
"Ma sudahlah membicarakan gadis itu, lagi pula kalian baru pertama kali bertemu jadi jangan terlalu membuat kesimpulan jika gadis itu adalah gadis yang begitu sempurna"
"Gak bisa sayang,, setiap kali mama mengingatnya membuat mama begitu bahagia karena dia memiliki mata yang begitu indah dan senyum yang manis. Kalo kamu ada disana dan bertemu dengannya, mama yakin kamu akan menyukainya"
"Cihh mama ini ada-ada saja, mana mungkin aku bisa suka dengan orang yang belum aku pernah kenal. Lagi pula aku punya tipe wanita yang aku sukai"
"Apa kamu sudah menemukannya??"
Mendengar pertanyaan itu seketika Bima diam karena dia belum menemukan wanita sesuai dengan tipenya.
"Hahaha lihat, tipe kamu terlalu tinggi hingga kamu sendiri belum menemukannya. Memangnya tipe kamu seperti apa sehingga begitu sulit untuk menemukannya??"
"Tipe gadis yang Bima sukai adalah seperti mama"
"Ha? Seperti mama?"
"Emm dia harus lembut, baik, ceria untuk wajah itu tidak terlalu penting karena semuanya akan hilang dengan berjalannya waktu dan gadis itu harus penuh perhatian kepada Bima. Serta yang terpenting dia bisa dekat dengan orang yang Bima sayangi yaitu mama"
Mendengar hal itu membuat sang ibu begitu terharu karena Bima begitu menyayanginya begitu tulus tapi dia hanya bisa membuat Bima repot karena sakit yang dideritanya.
"Bukankah itu terlalu sulit? Maksudnya kalau kamu memang menyukainya maka kamu akan menemukan semua tipe yang kamu inginkan pada diri orang itu. Jangan terlalu memaksa diri untuk menemukan hal yang sebenernya ada didekat mu"
"Kalo terlalu sulit maka biarlah Bima sendiri saja dan menemani mama"
"Cihh kamu ini, mama tidak mau!"
"Why??"
"Mama tidak mau menghabiskan sisa waktu mama bersama kamu, tapi mama mau melihat kamu menghabiskan waktu bersama orang yang kamu cintai"
"Sudahlah jangan membahas sisa waktu karena aku akan selalu bersama dengan mama"
Bima tidak mau memikirkan hari dimana dia kehilangan sang ibu, walaupun dia rahu kanker yang diderita oleh sang ibu sudah memasuki stadium dua tapi dia percaya jika sang ibu bisa sembuh dan berkumpul lagi bersamanya di rumah.
"Ma aku akan memotong buah untuk mama"
Ketika Bima sedang memotong buah, sang ibu terus memandanginya dan sesekali tersenyum.
"Ma, kenapa terus melihat ku?"
"Mama hanya kagum karena anak mama begitu tampan"
"Siapa dulu mamanya, tentu aku terlahir tampan turunan dari mama"
"Iya, mama tahu"
Ketika Bima berdiri untuk memberikan apel yang sudah dipotongnya, dia tidak sengaja menjatuhkan kunci motornya yang berisi gantungan kunci berbentuk pinguin yang merupakan milik Aluna.
"Gantungan kunci kamu terlihat sangat imut sayang,, mama tidak tahu kamu suka dengan bentuk seperti itu?"
"Eeee ini dapat gratis ma, saat aku sedang berbelanja"
"Benarkah?? Coba mama lihat!"
Sang ibu tidak mudah dibohongi karena dia tahu karakter sang anak yang tidak menyukai hal-hal berbau karakter kartun seperti itu. Dia tahu jika anaknya menyembunyikan sesuatu darinya.
"Apa tidak ada bentuk yang lain?"
"Gak ada ma, semua bentuknya hampir mirip jadi aku memilih asal saja"
"Mama lihat beberapa hari ini kamu terlihat berbeda"
Bima yang mendengarnya langsung bingung dengan perbedaan yang dikatakan oleh sang ibu.
"Berbeda?? Apa yang berbeda?"
"Kamu terlihat lebih ceria dari biasanya"
"Gak ada kok ma, Bima merasa sama saja seperti biasa" ucap Bima
"Apa terjadi sesuatu yang menarik di sekolah??? Ayo beritahu mama!"
"Gak ada ma,, semuanya sama aja" ucap Bima sambil menarik kerah bajunya dan itu menjadi tanda jika Bima sedang berbohong
Sang ibu yang melihatnya langsung tersenyum dan tidak melanjutkan ucapannya yang membuat Bima jadi bingung
"Kenapa mama tersenyum seperti itu?"
"Tidak ada apa-apa, mama hanya merasa lucu saja"
"Apa yang lucu?"
"Sebuah kebohongan yang lucu"
Bima tidak bisa mengerti sang ibu, tapi sang ibu sangat mengerti jika anaknya sedang berbohong tentang gantungan kunci itu. Tentu saja Bima berbohong karena tidak mungkin dia mengatakan kebenaran tentang dia dan Aluna.
...----------------...
Sementara itu Aluna dan Lea sudah selesai dan Aluna akan mengambil obat di apotik. Saat mereka menaiki lift untuk turun, mereka berpapasan dengan Bima yang membuat mereka kaget
"Bima,," ucap Aluna dan Bima yang mendengarnya langsung melihat ke arah mereka
"Kalian?? Buat apa kalian disini??"
Lea menunjukan kakinya yang menggunakan gips dan Bima hanya tersenyum mengejek yang membuat Lea marah dan dengan cepat Aluna menahannya agar mereka tidak bertengkar.
"Kenapa kamu bisa ada disini?" Tanya Aluna
"Emangnya kenapa?? Gak boleh gue ada disini??"
"Ehh temen gue nanya baik-baik ya, jadi lo juga harus jawab dengan baik dong!" ucap Lea yang kesal dengan Bima
"Lo urus aja kaki lo itu dengan baik, jangan ikut campur" ucap Bima
"Udah, udah jangan bertengkar di sini! Ini itu rumah sakit dan banyak pasien jadi tolong jaga sikap kalian" ucap Aluna dan seketika Bima terdiam karena Aluna berbicara dengan tegas.
Ketika pintu lift terbuka, tiba-tiba masuk beberapa pasien yang lumayan banyak sehingga lift menjadi lumayan sempit. Bima yang berdiri di samping Aluna terus mundur hingga mereka berdiri di pojok lift sementara Lea berada di depan mereka. Lea yang merasa tidak nyaman, berusaha menyesuaikan kakinya sehingga Bima dan Lea saling berdempetan dengan Bima yang berusaha melindungi Aluna agar tidak terjepit.
Lea tidak menyadari hal itu dan terus memperbaiki posisinya, sementara Bima diam seperti patung karena berada begitu dekat dengan Aluna. Dia bisa merasakan detak jantungnya berdetak sangat kencang dan Aluna bisa merasakan hembusan nafas Bima yang mengenai dahinya.
Keduanya tidak bisa bergerak karena lift yang begitu full hingga pintu terbuka dan semua pasien keluar barulah ruang menjadi lebih luas. Lea yang menengok ke belakang langsung kaget karena melihat Bima dan Aluna berada di pojok lift dengan posisi yang sangat mesra
"Helooo kalian ingin terus seperti itu??" ucap Lea yang langsung menyadarkan mereka dan dengan cepat Bima langsung mundur dan berusaha terlihat santai
"Itu semua karena situasi lift yang ramai jadi jangan terlalu kepedean"
"Emm iya aku mengerti"
"Ehh gak kayak gitu deh,, gue lihat lo sangat menikmati suasana tadi" ucap Lea yang langsung ikut berbicara
"Lea,, jangan berkata seperti itu. Tadi situasinya memang tidak terduga jadi jangan menuduhnya yang bukan-bukan"
"Dengerin tuh!! Punya otak malah mikir yang aneh-aneh" ucap Bima lalu keluar dari lift
"Cihh dasar cowok gila!!"
"Udah Lea, jangan mengurus dia lagi. Lebih baik kita pulang sekarang"
Bersambung.