NovelToon NovelToon
Jendela Sel Rumah Sakit Jiwa

Jendela Sel Rumah Sakit Jiwa

Status: sedang berlangsung
Genre:Tamat / Cintapertama / Horror Thriller-Horror / Cinta Terlarang / Cinta Murni / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Pihak Ketiga
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: AppleRyu

Dokter Fikri adalah seorang psikiater dari kepolisian. Dokter Fikri adalah seorang profesional yang sering menangani kriminal yang mengalami gangguan kepribadian.

Namun kali ini, Dokter Fikri mendapatkan sebuah pasien yang unik, seorang gadis berusia 18 tahun yang mempunyai riwayat penyakit kepribadian ambang (borderline).

Gadis itu bernama Fanny dan diduga membunuh adik tiri perempuannya yang masih berumur 5 tahun.

Apakah Dokter Fikri biaa menguak rahasia dari Fanny?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AppleRyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32 : Kompetisi

Aku duduk di sudut kamar, menghapus air mata yang tersisa di wajahku dengan gerakan cepat dan terlatih. Tidak ada ruang untuk kelemahan. Aku adalah Laura, dan Laura tidak pernah gagal. Dunia tidak boleh mengira aku hancur, tapi hanya aku yang tahu bahwa kehancuran ini bukanlah menuju kehancuran diriku, melainkan terbentuknya Laura yang lebih sempurna.

Aku menatap cermin yang pecah, melihat bayanganku yang terfragmentasi. Setiap potongan mencerminkan versi diriku yang berbeda, semua masih sempurna, meskipun dalam kepingan yang berserakan. Pecahan cermin itu bukanlah lambang dari kegagalanku, melainkan simbol dari kerumitan dan kedalaman yang hanya bisa dipahami oleh orang sepertiku.

Reino… pikiranku kembali padanya. Bagaimana mungkin dia bisa menyadari bahwa aku adalah sesuatu yang tak bisa dia sentuh? Dia hanya alat, dan alat harus dikendalikan. Identitasnya sebagai adikku tidak mengubah apa pun. Aku tidak bisa membiarkan kenyataan itu merusak keseimbangan yang sudah susah payah kubangun.

Aku keluar dari kamarku dan menatap Reino sedang duduk di depan televisi, matanya tampak khawatir. Saat aku menhampirinya, dia menatapku.

"Kak Laura, apa kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan nada lembut, yang terasa seperti tusukan halus ke dalam dadaku. Aku menahan diri untuk tidak menunjukkan ketidaknyamanan, lalu tersenyum seolah-olah semuanya baik-baik saja.

"Aku baik-baik saja, Reino," jawabku dengan nada yang sengaja kubuat tenang dan meyakinkan. "Maaf jika membuatmu khawatir. Aku hanya butuh waktu untuk berpikir."

Reino mengangguk, meskipun aku bisa melihat sekilas keraguan di matanya. "Aku senang kalau begitu, Kak Laura. Tapi, jika ada yang mengganggu pikiranmu, kamu tahu aku selalu ada di sini, kan?"

Aku hampir ingin tertawa mendengar kalimat itu. Reino benar-benar tidak mengerti. Dia mungkin berpikir bisa menjadi pelindungku, tapi kenyataannya, aku tidak butuh perlindungan dari siapa pun. Dialah yang butuh perlindungan dariku, tanpa dia sadari, aku sudah mengendalikan hidupnya jauh sebelum dia menyadari bahwa dia adalah bagian dari rencanaku. Aku memberi Reino senyum hangat yang penuh arti, seperti seorang kakak yang bangga akan adiknya.

"Terima kasih, Reino. Aku tahu kamu selalu peduli padaku," kataku, memasukkan nada kelembutan dalam suaraku. "Dan aku menghargainya."

Tapi dalam hatiku, aku sudah merencanakan langkah berikutnya. Aku tahu bahwa sekarang, dengan kebenaran yang terungkap tentang status Reino sebagai adikku, aku harus lebih berhati-hati. Identitasnya sebagai saudara kandungku bisa menjadi senjata yang berbahaya, baik untukku maupun untuknya. Aku harus memastikan bahwa dia tetap di jalur yang sudah kuatur, tanpa pernah menyadari bahwa dia yang tidak sempurna akan aku sempurnakan.

Hari itu, setelah Reino bergegas melakukan pekerjaanya, aku duduk sendirian di ruang kerja sepeninggalan papahku, di tengah tumpukan dokumen yang berserakan. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Aku harus mengontrol setiap gerakan Reino, memastikan bahwa dia tetap membutuhkanku, dan merasa bahwa aku penting dan dibutuhkan, sambil perlahan-lahan mengarahkan dia ke jalan menuju kesempurnaan.

Setelah merapikan dokumen yang berserakan, aku memutuskan untuk mengalihkan fokus ke sekolah. Dunia yang sudah kukendalikan dengan baik di sana tidak boleh terganggu oleh kekacauan yang baru saja kualami. Sekolah adalah tempat di mana aku bisa menunjukkan kekuatanku, tempat di mana aku selalu menjadi pusat perhatian dan panutan bagi banyak orang.

Keesokan harinya, aku pergi ke sekolah seperti biasa. Saat tiba di sekolah, aku melangkah dengan penuh percaya diri di sepanjang koridor. Setiap langkahku diiringi oleh pandangan kagum dan hormat dari seluruh didwa sekolahku. Mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi dalam hidupku, dan aku akan memastikan mereka tidak akan pernah tahu. Semua orang melihatku sebagai sosok yang sempurna, seseorang yang selalu tahu apa yang harus dilakukan.

Sejak Tiara dan Rissa merasa depresi, mereka pindah sekolah dan tidak pernah terlihat lagi. Rencanaku, benar-benar berjalan tanpa ada hambatan.

Aku masuk ke kelas dan melihat kelompok teman-teman terdekatku sedang berkumpul di sudut ruangan, membicarakan sesuatu dengan antusias. Aku mendekati mereka dengan senyum yang anggun, menampilkan citra sebagai pemimpin yang mereka kenal dan kagumi.

"Hei, Laura! Kamu tidak apa-apa? Kamu terlihat agak pucat hari ini, apakah kejadian beberapa hari yang lalu tentang Tiara dan Rissa, masih membebanimu?" kata salah satu teman kelasku yang tidak pernah aku anggap dia sebagai teman, dia adalah alat, namanya Lina, dengan nada penuh perhatian dia bertanya padaku. Dia adalah salah satu dari sedikit orang yang berani bertanya langsung tentang keadaan pribadiku, tapi itu tidak membuatnya lebih tahu daripada yang lain.

Aku menatap Lina dengan senyum yang tetap terkunci sempurna di wajahku, meskipun di dalam, aku merasakan sentuhan halus kemarahan yang membara. Dia berani menanyakan keadaanku secara langsung di depan orang lain, seolah-olah dia memiliki hak untuk meragukan kekuatanku. Sebagai ratu yang sempurna, aku tidak boleh terlihat lemah atau terpengaruh oleh kejadian apa pun, apalagi di hadapan orang-orang yang seharusnya memandangku dengan penuh hormat. Sejujurnya, wajah Lina benar-benar menjijikan, seperti babi yang berguling di lumpur.

"Lina, kamu terlalu khawatir," kataku dengan nada tenang dan lembut, seolah menenangkan anak kecil yang ketakutan. "Apa yang terjadi dengan Tiara dan Rissa bukanlah sesuatu yang bisa menggangguku. Mereka membuat keputusan mereka sendiri, dan kita semua harus menghormatinya. Aku baik-baik saja, hanya sedikit kelelahan karena kegiatan di luar sekolah."

Aku melihat Lina dan yang lain tampak lega mendengar jawabanku, tetapi di dalam diriku, aku tahu bahwa aku harus memperkuat posisiku. Tidak ada yang boleh meragukan keteguhan atau kesempurnaan diriku, dan jika ada yang berani melakukannya, mereka harus diingatkan tentang tempat mereka.

"Lagi pula," lanjutku, dengan nada yang lebih ringan, "ada hal-hal yang lebih penting untuk kita fokuskan sekarang, seperti pemilihan ketua OSIS, bukankah aku cocok untuk posisi itu?"

Aku menatap mereka satu per satu, mengamati reaksi yang muncul setelah pernyataanku. Seperti yang kuharapkan, tidak ada satu pun dari mereka yang berani menyanggah. Beberapa bahkan mulai tersenyum dan mengangguk setuju, seolah-olah mereka baru saja tersadar bahwa pemilihan ketua OSIS adalah kesempatan sempurna untuk menegaskan posisiku di sekolah ini.

Lina yang biasanya cukup vokal, kali ini terlihat sedikit terkejut dengan pernyataanku. Aku tahu dia tidak menyangka aku akan bergerak secepat ini, namun ini adalah langkah yang harus kuambil untuk memastikan bahwa posisiku tetap kuat di antara para siswa.

"Aku rasa kamu benar, Laura," ujar Lina dengan suara yang agak pelan, mencoba menyesuaikan diri dengan suasana yang mulai berubah. "Kamu memang kandidat terbaik untuk posisi itu. Kita semua tahu bahwa kamu memiliki visi dan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk menjadi ketua OSIS."

Aku tersenyum lembut padanya, meskipun dalam hatiku aku mencatat setiap keraguan kecil yang mungkin muncul dalam dirinya. Lina bukanlah ancaman besar, tetapi aku harus memastikan bahwa dia tidak akan menjadi duri dalam rencanaku. Semua harus berjalan sesuai dengan keinginanku, dan itu berarti tidak ada ruang untuk perlawanan, sekecil apa pun itu.

"Terima kasih, Lina," kataku, dengan nada yang penuh dengan kehangatan yang terkendali. "Aku tahu aku bisa mengandalkan dukungan kalian. Kita semua memiliki tujuan yang sama, yaitu menjadikan sekolah ini tempat yang lebih baik untuk semua orang, dan aku yakin kita bisa mencapainya bersama."

"Tapi, Tamara dari kelas C juga mengincar posisi itu? Lihatlah pendukung di belakangnya, dia benar-benar kuat," ucap seorang teman sekelasku, seorang gadis menggunakan kacamata, tampak seperti kutu buku tolol.

Aku menahan dorongan untuk merespons dengan tajam, memilih sebaliknya untuk menampilkan senyum yang tenang dan terkendali. "Tamara mungkin memiliki beberapa pendukung, tapi aku yakin bahwa kekuatan sejati terletak bukan hanya pada jumlah, tetapi pada kualitas visi dan kemampuan untuk memimpin. Aku menghargai kompetisi, itu hanya akan membuat kita semua lebih baik."

Dalam hatiku, aku menyadari bahwa Tamara adalah ancaman yang lebih besar daripada yang kuduga. Dia memiliki pengaruh dan keberanian untuk menantangku, sesuatu yang tidak bisa dianggap remeh. Namun, tidak ada seorang pun yang boleh tahu bahwa aku menganggapnya ancaman. Mereka harus melihatku sebagai figur yang tak tergoyahkan, seseorang yang selalu selangkah lebih maju dari siapapun.

"Jangan khawatir," lanjutku, suaraku tetap lembut tetapi dengan tegas. "Kita akan memastikan bahwa semua orang tahu siapa yang paling layak untuk posisi ini. Aku yakin dengan kerja keras dan dukungan kalian, kita akan membawa kemenangan."

Meskipun kata-kataku menenangkan kelompok itu, di dalam kepalaku, rencana baru mulai terbentuk. Tamara tidak boleh dibiarkan bebas bergerak. Aku harus memastikan bahwa setiap langkahnya dipantau, setiap rencananya dihalangi sebelum dia sempat mengeksekusinya. Jika perlu, aku akan menghancurkan reputasinya, memastikan bahwa dia tidak pernah lagi berani melawan.

Saat aku melangkah keluar kelas, senyuman puas terlukis di wajahku, tapi di balik senyum itu, pikiranku berputar cepat, menyusun strategi berikutnya. Kompetisi ini baru saja dimulai, dan aku tidak akan mundur tanpa perlawanan. Dunia mungkin mengira mereka tahu siapa aku, tetapi kebenarannya hanya aku yang tahu. Laura yang lebih sempurna sedang dibentuk, siap untuk menang dalam setiap pertempuran.

Namun, ketika aku melangkah ke lorong, sosok seseorang tampak di ujung koridor, berdiri tegak dengan tatapan tajam yang tertuju langsung padaku. Itu Tamara, dengan senyum tipis yang penuh dengan tantangan. Aku merasakan hawa dingin merayap di tulang punggungku, namun aku menjaga ketenanganku. Saat dia menghampiriku, Tamara berhenti hanya beberapa inci dari wajahku, lalu berbisik tajam ke telingaku, "Reino, dia akan menjadi milikku."

Suara itu membawa ancaman yang nyata, seperti bayangan gelap yang menggantung di atas kemenangan yang selama ini kuyakini. Pertarungan sebenarnya baru saja dimulai, dan kali ini, ancaman itu lebih dekat dari yang pernah kubayangkan.

1
Livami
kak.. walaupun aku udah nikah tetep aja tersyphuu maluu pas baca last part episode ini/Awkward//Awkward//Awkward/
aarrrrgh~~~
Umi Asijah
masih bingung jalan ceritanya
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ
Novelku sendiri
Livami
orang kayak gitu baik fiksi ataupun nyata tuh bener2 bikin sebel dan ngerepotin banget
Livami
huh.. aku suka heran sama orang yang hobinya ngerebut punya orang... kayak gak ada objek lain buat jadi tujuannya...
Umi Asijah
bingung bacanya..😁
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ: Ada yang mau ditanyain kak?
total 1 replies
Livami
terkadang kita merasa kuat untuk menghadapi semua sendiri tapi ada kalanya kita juga butuh bantuan orang lain...
Livami
ending episode bikin ademmm
Livami
ok kok semangat thor
Livami
woo.. licik juga Tiara
semangat tulis ya Thor /Rose/
bagus ceritanya
Livami
bagus Lo Thor.. ditunggu up nya.. semangat/Determined//Determined//Determined/
LALA LISA
tidak tertebak...
Sutri Handayani
pffft
LALA LISA
ending yang menggantung tanpa ada penyelesaian,,lanjut thoor sampai happy ending
LALA LISA
benar2 tak terduga ..
LALA LISA
baru ini aku Nemu novel begini,istimewa thoorr/Rose/
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ: Terimakasiiih
total 1 replies
LALA LISA
cerita yg bagus dengan tema lain tidak melulu tentang CEO ..semangat thoorr/Rose/
Reynata
Ngeri ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!