Vernatha Aira Lexandra atau yang di panggil Natha, dia terlahir kembali.
Di kehidupan sebelumnya, Natha tidak pernah menyangka bahwa adik perempuannya mengambil suaminya dan mengambil semua yang Natha miliki.
Lalu, suami dan adik perempuannya itu yang selalu Natha percayai, mengkhianatinya. Mereka berhubungan di belakang Natha. Mereka juga bekerjasama untuk merebut warisan orang tua Natha sejak lama.
Natha merasa hidupnya selama 27 tahun di permainkan. Di detik-detik sebelum Natha mati, ia di tuntun mereka ke dalam sebuah jurang curam. Suaminya yang selalu Natha cintai dengan tulus, adiknya yang selalu Natha utamakan dalam segala hal, membunuh Natha dengan mendorongnya jatuh sehingga Natha mati di tempat dengan tubuh hancur.
Di sanalah hidup Natha berakhir dengan menyedihkan.
Natha bersumpah untuk membalas dendam.
Saat kelahirannya kembali, Natha mengubah semua takdirnya. Hal paling utama adalah Natha memilih suami pilihan pertamanya yang akan di jodohkan dengannya. Hanya saja dia mengalami cacat dan vegetatif. Pria itu tidak pernah bangun di kehidupan pertama Natha.
Namun suatu hari..
"Apakah kamu yang merawatku?"
Natha menoleh dan melotot kaget melihatnya bangun.
_______
Note;
• Konflik berputar-putar.
• Anti pelakor (Paling cuma pengganggu).
• Terdapat unsur dewasa 18+
• Bagi yang menderita uwuphobia, harap menjauh dari cerita ini!
• Harap Follow author sebelum membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 18
Galen semakin menyukai Natha ketika ia melihat foto-foto cantik Natha kemarin. Ia sangat cemburu melihat komentar lelaki lain. Jadi, ia tidak ketinggalan.
Mengingat dirinya sudah menikah dan Natha menikahi orang lain, hatinya sangat panas dan tidak nyaman. Seharusnya, Natha miliknya!
Natha tergelak saat mendengar ungkapan Galen seakan mendengar hal paling konyol. Ia mengusap air mata di sudut matanya karena tertawa.
Galen mengerutkan kening. Ia sudah menurunkan egonya, kenapa Natha menertawakan perasaan yang ia ungkapkan?
Dengan senyuman sinis, Natha melangkah mendekati Galen. Ketika bahunya dan Natha bersentuhan, Galen membeku. Jika di lihat dari belakang atau depan, mereka seakan berpelukan. Namun, tangannya tetap di tempat.
Saat wajah Natha sampai di di samping wajah Galen, Natha berbisik dengan nada mengejek, "Menyukaiku atau.."
"... Menyukai hartaku?"
Galen menegang. Wajahnya berubah drastis. Perkataan Natha tidak salah.
Melihat reaksinya, Natha mundur seraya tertawa sarkastik terdengar cemoohan. Natha memiringkan kepalanya, menatap Galen. Ia mendesis sinis, "Aku benar, kan?"
Melihatnya diam, senyum Natha melebar. Tapi itu bukanlah senyuman yang baik. Dengan suara yang hanya bisa di dengar dua orang, Natha berujar, "... Aku tidak menyesel memilih Abyan. Dia lebih baik darimu. Lalu dengan alasan aku mundur, itu bukan karena hanya karenamu saja. Tapi, karena aku ingin merawat Abyan. Dia sudah menjadi prioritasku."
Setelah mengatakan itu, Natha pergi dengan menabrak bahu Galen kasar.
Sedangkan, Galen berdiri kaku dengan kedua tangan terkepal. Hatinya gelisah. Ia tidak menyangka Natha mengetahui niatnya. Galen sangat kesal dengan perkataan terakhirnya. Ternyata Natha membencinya. Dia lebih memilih pria cacat itu. Hatinya merasa sakit dan cemburu.
Di sisi lain, tidak sedikit siswa-siswi yang menonton mereka. Tapi tidak ada yang bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Mereka sudah terbiasa melihat kebersamaan Natha dan Galen
Selain mereka, Nhita sama-sama melihat keduanya berbicara. Kebetulan ia lewat dan melihat keduanya dengan posisi cukup intim. Hatinya terbakar. Wajahnya tidak sedap di pandang. Tubuhnya bergetar karena marah.
Nhita tidak melihat keanehan atau ekspresi kedua orang itu. Nhita hanya melihat mereka berbicara sangat intim.
Nhita melihat Natha penuh kebencian. Setelah mengingat rekaman yang ia punya, wajahnya sedikit lebih baik. Lalu, pergi dari sana.
***
"Maaf." Kata itulah yang Natha ucapkan ketika sudah memasuki kelas.
Pembicaraan dan gerakan semua orang berhenti. Mereka menoleh heran ke arah Natha yang terlihat bersalah.
"Kenapa, Nath?" tanya Aksa bingung.
Aksa berdiri dan menghampirinya yang terdiam di pintu.
Natha menarik nafas dalam-dalam. Ia mengangkat kepalanya menghadapi semua mata yang tertuju kepadanya.
"Aku berubah pikiran. Aku tidak jadi mengikuti olimpiade itu karena aku mempunyai sesuatu yang tidak bisa aku tinggalkan di rumah," ujarnya pelan. Namun, di keheningan semua orang bisa mendengar suaranya.
Natha menatap satu-persatu wajah teman sekelasnya. Namun, tidak ada yang menatapnya kecewa seperti dugaan di benaknya. Malah mereka tersenyum maklum.
"Kenapa kamu harus sesedih itu? Ikut atau tidaknya merupakan hak dan keputusanmu, Natha," ujar Theresa santai.
Yang lain mengangguk.
"Iya. Lagipula semua orang mempunyai kepentingan masing-masing. Kita akan selalu mendukung keputusanmu, Natha. Lagipula, masih ada lain waktu," kata Aksa menghibur.
Natha rileks. Dia tersenyum haru. Tanggapan mereka di luar dugaannya.
"Terima kasih."
***
Pada pagi hari, suasana terasa dingin. Matahari tertutup awan hitam. Rintik-rintik hujan membasahi tanah dan jalanan. Namun, itu tidak menghalangi Natha untuk pergi ke sekolah.
Walaupun suasana dingin, gosip hangat mengalir di sepanjang Natha berjalan di koridor. Natha sangat jelas mendengar apa yang mereka bicarakan. Tapi, gosip miring mereka tidak menghentikan langkah Natha. Apalagi tatapan mereka yang berbeda dari biasanya.
Natha tidak tahu dan tidak ingin tahu apa yang mereka bicarakan. Dia tidak peduli. Yang pasti, Natha sudah menebak dan tahu siapa dalangnya.
Aksa dan Theresa terlihat tergesa menghampirinya. Wajah mereka jelas khawatir. Namun Natha hanya tersenyum ringan.
"Natha! Apakah kamu baik-baik saja?! Jangan dengarkan gosip mereka!" pekik Theresa cemas.
Aksa mengangguk dan menatap tajam penggosip di sekitarnya.
Natha mengangkat alis. Bertanya tanpa minat, "Memang ada apa?"
Kedua orang temannya melotot kaget, "Kamu tidak tahu?!" tanya mereka berbarengan.
Natha menggeleng polos.
Theresa menepuk jidatnya. Lalu, dia membuka ponselnya, "Ini! Di forum sekolah ada yang mengupload videomu bersama Nhita. Yang menjadi masalahnya adalah apa yang Nhita bicarakan denganmu. Komentar semua orang menghina dan mencelamu. Ada yang bilang kamu anak durhaka, munafik, bla.. bla.. " terang Theresa dengan heboh.
"Syukurlah kamu belum melihatnya. Aku takut kamu menjadi sedih. Jangan dengarkan perkataan mereka. Kita yakin, kamu bukan orang seperti itu. Mungkin, itu hanya akal-akalan Nhita," cibir Aksa.
Natha mengangguk tanpa mengubah ekspresinya.
Natha tersenyum dingin. Dugaannya benar, ternyata Nhita hanya berakting. Di sisi lain pasti ada orang yang merekamnya.
"Aku tidak apa-apa. Tenang saja," ucapnya santai.
Theresa dan Aksa semakin cemas melihat responnya. Natha terlalu santai. Hatinya pasti lebih tertekan dan berpura-pura kuat.
"Ini pasti ulah Nhita! Ayo kita ke kelasnya!" marah Aksa.
Aksa akan melangkah, namun Natha mencegahnya. "Tidak perlu. Aku benar-benar baik-baik saja. Biarkan saja dulu," ucapnya di akhiri seringai yang tak terlihat
Theresa dan Aksa menghela nafas lega melihatnya yang tidak bohong. Mereka takut Natha akan sedih.
"Oke. Aku akan membantumu menghilangkan video itu. Atau kita bisa menyatakan kebenarannya?" tawar Aksa yang di gelengi Natha.
"Tidak perlu," tolaknya halus. Natha tersenyum ringan, "Apa yang Nhita katakan memang benar."
Aksa dan Theresa mengernyit heran. Natha tersenyum dan menarik tangan keduanya.
"Ayo, ke kelas. Akan aku ceritakan."
***
"Kamu sudah menikah?!!" pekik Theresa kaget setelah mendengar semua cerita Natha.
Natha melotot seraya mengkode untuk diam. Aksa memukul pelan lengan Theresa dengan kepala menoleh ke sana-kemari untuk memastikan tidak ada orang yang mendengar.
Therese menutup mulut dengan rasa bersalah. Di terkekeh canggung, "... Sorry."
"Untung tidak ada siapapun," gumam Aksa seraya menghela nafas lega.
Waktu istirahat sudah tiba beberapa menit yang lalu. Di kelas itu hanya ketiga orang itu yang mengisi. Semua orang sudah pergi ke kantin.
Pagi tadi, Natha tidak sempat bercerita karena guru pelajaran pertama terlanjur masuk. Tadi pagi pun pandangan teman sekelas sedikit berbeda kepada Natha. Namun, hanya beberapa orang.
"Aku tidak menyangka.." gumam Theresa dengan ekspresi yang masih tidak percaya. Lalu, ia menoleh ke arah Aksa.
"Kamu tidak terkejut?" tanya Theresa heran.
Sedari tadi Aksa hanya diam dengan wajah masam.
Aksa melirik Theresa sekilas, "Aku sudah tahu."
Meskipun Aksa sudah tahu, tetap saja hatinya merasa sesak ketika mendengar langsung dari mulut Natha.
"Kenapa hanya aku yang tidak tahu.." lirih Thersa sedih.
Natha memandang Aksa ketika mendengar bahwa dia sudah tahu. Natha tidak menyadari perubahan wajahnya sama sekali. Malah mengangkat alis seraya bertanya, "Apa yang kamu tahu?"
Bibir Aksa melengkung ketika mendengar pertanyaan Natha, "Aku tahu kamu menikah dengan Galen karena perjodohan."