"Bisakah kita segera menikah? Aku hamil." ucap Shea Marlove dengan kegugupan ia berusaha mengatakan hal itu.
Tak ada suara selain hembusan nafas, sampai akhirnya pria itu berani berucap.
"Jangan lahirkan bayinya, lagipula kita masih muda. Aku cukup mencintaimu tanpa perlu hadirnya bayi dalam kehidupan kita. Besok aku temani ke rumah sakit, lalu buang saja bayinya." balas pria dengan nama Aslan Maverick itu.
Seketika itu juga tangan Shea terkepal, bahkan jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelum ia gugup mengatakan soal kehamilannya.
"Bajingan kau Aslan! Ini bayi kita, calon Anak kita!" tegas Shea.
"Ya, tapi aku hanya cukup kau dalam hidupku bukan bayi!" ucapnya. Shea melangkah mundur, ia menjauh dari Aslan.
Mungkin jika ia tak bertemu dengan Aslan maka ia akan baik-baik saja, sayangnya takdir hidupnya cukup jahat. ......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nagita Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Keduanya masih tampak dalam posisi yang sama, Aslan yang paling terlihat mendominasi dalam pelukan itu.
“Jangan gila Aslan, aku ini adalah Istri dari pria lain.” ucap Shea dengan pelan.
Gila sekali Aslan mengajaknya tidur bersama, Shea jelas akan menolak.
Shea sudah tak punya tenaga lagi berontak atas pelukan itu.
Aslan memperdalam pelukannya.
“Aku tak peduli statusmu Shea, bagiku kau adalah milikku. Hanya milikku seorang.” ucap Aslan.
Detik setelahnya tubuh Shea makin melemah dalam pelukan Aslan.
“Obatnya mana Aslan, obatnya.” ucap Shea.
Shea benar-benar takut kalau saat ia terbangun ia malah melupakan Sean lagi. Tidak! Shea sungguh tak mau.
Pelukan itu terlepas, Shea dan Aslan jadi saling menatap.
“Jangan diminum lagi, obatnya sangat tak baik untukmu.” ucap Aslan.
“Aku lebih kacau lagi tanpa obat itu.” balas Shea.
Ada amarah diraut wajah Aslan.
“Ya! Karena kau jadi kecanduan! Fungsi otakmu akan…”
“Aku tidak peduli, selama mengkonsumsi obat itu aku masih mengingat nama Putraku dengan baik! Aku tak akan peduli konsekuensi apa yang aku dapatkan. Jadi jangan mengatur hidupku Aslan! Berikan obatku! Dimana tasku Aslan, cepat!” ucap Shea mendesak.
Aslan menggeleng.
“Tidak akan! Aku tak akan memberikannya padamu. Kau tak boleh meminum obat itu lagi, pasti ada cara lain Shea.” ucap Aslan.
Mendengar ucapan Aslan membuat tawa getir Shea Terdengar.
“Cara lain kau bilang? Jangan berlagak peduli padaku Aslan! Semakin kau bertingkah seperti ini maka semakin aku jijik padamu. Kau benar-benar sangat menjijikan sekali!” ucap Shea menatap Aslan dengan tatapan muak.
Aslan bisa memperhatikan bibir Shea memutih pucat. Jelas penyebabnya karena efek samping obat itu.
“Ya terserah kau saja.” singkat Aslan.
Aslan langsung menggendong Shea.
Shea berontak marah, ini Aslan kenapa malah menjadi-jadi?
“Aslan! Kau mau apa?!” marah Shea.
“Diamlah Shea, aku akan mengobatimu.” ucap Aslan.
Sial! Obat macam apa yang Aslan katakan? Kenapa Shea malah dilempar ke tempat tidur? Aslan sepertinya berulah hal gila.
“ASLAN! AKU AKAN SANGAT MEMBENCIMU KALAU KAU…”
Srek!
Baju Shea dibuka oleh Aslan, ada beberapa luka di tubuh Shea bahkan memar biru.
“Ini juga efek sampingnya kan?” tanya Aslan.
Shea langsung membuang tatapannya.
“Jangan berlagak peduli padaku, aku juga tak masalah pada efek sampingnya. Aku hanya perlu mengingat Putraku dan…”
“Diamlah Shea, berhenti bicara hal yang membuatku kesal.” ucap Aslan.
Aslan meraih sesuatu dari dalam laci, Shea menggeram kecil saat Aslan menyuntikkan cairan itu ke lengan Shea.
“Aslan! Apa itu? Kau…”
“Ini lebih baik dari obat yang kau minum, aku berjanji akan membantumu pulih.” ucap Aslan.
~Ceklek~
Pintu terbuka, ada Sean yang melangkah masuk melihat Aslan duduk disamping Shea.
Aslan juga menoleh melihat Anak laki-laki berjalan ke arahnya, terlihat Sean naik ke ranjang itu.
Shea sempat tersenyum melihat Sean datang ke dekatnya.
“Putra kesayangan Mommy.” ucap Shea kecil tak bertenaga.
Tak lama setelahnya Shea memejamkan matanya.
Sean mengusap lembut pipi Shea, selimut juga Sean naikan menutupi tubuh Shea yang terbuka.
“Kau tak marah melihat aku melakukan sesuatu pada Mommy mu?” tanya Aslan.
Sean kini melihat wajah Aslan.
“Aku akan sangat marah jika kau melukai Mommyku.” jawab Sean.
“Apa aku terlihat tak melukai Mommy mu saat ini?” tanya Aslan.
Sean menghela nafasnya.
“Aku tak bodoh, aku mendengar semuanya. Jika kau bisa mengobati Mommy ku maka aku sangat berterima kasih padamu.” ucap Sean.
Aslan mengernyitkan dahinya.
“Apa kau mengetahui sesuatu?” tanya Aslan.
Sean memilih diam, ia malah memeluk Shea yang tidur membuat Aslan hendak berucap namun tertahan.
“Walau aku terlihat kecil, tapi jangan menganggapku bodoh.” ucap Sean lagi.
Mata Sean terpejam, Sean memilih tidur sambil memeluk Shea.
***
Malam itu.
Di ruang kerjanya tampak Aslan membaca hasil DNA antara ia dan Sean.
Faktanya Sean adalah Putranya.
Rahang Aslan mengeras.
Apa yang terjadi itu? Bagaimana hasil spermanya di masa lalu sangat bagus? Padahal sudah sangat jelas waktu itu Dokter mengatakan bahwa Anak yang akan terlahir dari benih Aslan akan menghasilkan bayi yang cacat.
“Tidak! Apa yang salah ini?” tanya Aslan.
Aslan mengepalkan tangannya, melihat Sean sudah jelas hasil tes kesehatan miliknya di masa lalu adalah kebohongan.
Aslan seketika itu mengingat tentang Yumna.
Apa mungkin Yumna sejahat itu?
Aron bisa melihat emosi yang terkumpul di wajah Aslan.
“Tuan, apa Tuan…”
“Bukankah aku sangat jahat Aron? Aku membiarkan Shea membesarkan Putra yang selama ini tak kuinginkan! Bagaimana ini? Bagaimana caraku menebusnya?” tanya Aslan.
Air mata menetes membuat Aslan segera mengusapnya.
“Sialan!” pekik Aslan.
Selama ini Aslan ditipu. Bisa-bisanya Aslan membiarkan Shea hamil seorang diri di masa lalu bahkan pernah meminta Shea untuk menggugurkan kandungannya.
Aslan terduduk, ia memegangi kepalanya.
Semua ingatan masa lalu berputar dalam ingatan Aslan.
Nafas Aslan tak lagi beraturan.
Jika dulu Aslan tak gegabah mengambil keputusan untuk percaya pada hasil tes kesehatan miliknya, mungkin Shea tak akan ketergantungan pada obat depresi yang mengandung nark*ba itu.
Aslan menyesal. Sungguh Aslan sangat menyesal, semuanya tak bisa kembali seperti sebelumnya disaat mereka saling mencintai.
Aslan bangkit berdiri.
“Tolong jaga Putraku dan Shea, berjaga dan jangan biarkan mereka keluar dari Markas ini Aron.” ucap Aslan memberi perintah.
“Baik Tuan.” ucap Aron patuh.
Aslan melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerjanya, lebih dulu Aslan kembali masuk ke kamar dimana ada Shea dan Sean disana.
Tampaknya dua orang itu sudah lelap sambil berpelukan, lebih tepatnya hanya Sean yang memeluk Shea dengan penuh sayang.
Aslan mendekati keduanya, Aslan berikan kecupan lembut di kening keduanya.
“Daddy pergi dulu, Sean.” ucap Aslan.
Aslan sangat ingin menangis, setiap kali menatap wajah Shea membuat Aslan terlempar pada masa lalunya.
Cup!
Aslan kecup kening Shea juga.
“Aku mencintaimu sayang.” bisik Aslan.
Aslan bersumpah akan menyembuhkan Shea. Aslan berjanji bahwa kelak mereka akan punya kehidupan yang baik.
Setelah melakukan hal itu terlihat Aslan pergi.
***
Sudah lama Aslan tak menginjakan kakinya ke kediaman milik Yumna, langkah Aslan cepat bahkan para penjaga saja takut saat melihat Aslan beremosi.
Brak!
Aslan tendang pintu itu.
“MOMMY!” Teriak Aslan kuat sekali.
Pelayan juga terkejut, mereka mundur menjauh.
Prang! Prang!
Aslan meraih benda apapun yang bisa ia pecahkan untuk melampiaskan amarahnya.
Langkah Yumna sedikit pelan, ia turun dari tangga menatap Aslan sudah menggila.
Tatapan Aslan seperti akan membunuhnya.
“Aslan! Apa kau gila?! Apa kau datang hanya untuk marah-marah?!” tanya Yumna.
Aslan melangkah mendekati Yumna.
“Katakan padaku yang sebenarnya Mom! Apa Mommy yang meminta membuat hasil tes kesehatan palsu untukku di masa lalu?!” tanya Aslan.
Yumna terdiam mendengar ucapan Aslan.
“Katakan padaku!” bentak Aslan.
Dengan tenang Yumna menghela nafasnya lalu berucap.
“Itu salahmu. Kau yang tak mau berpisah dari wanita itu jadi…”
“Mommy adalah wanita tergila yang pernah aku temui! Aku menyesal jadi Anak yang keluar dari rahim seorang penjahat!” ucap Aslan.
“Aslan! Kau hanya tak mengerti! Sudah lebih baik bagi Mommy…”
“Diam Mom. DIAM!” ucap Aslan semakin marah.
Aslan bersumpah tak akan memberitahu apapun soal Sean pada Yumna.
Aslan melangkah mundur.
“Jangan pernah menyebutku sebagai Putramu lagi. Aku pergi, anggap saja kau tak pernah memiliki Anak.” ucap Aslan dengan tegas.
“ASLAN!” Teriak Yumna melihat Aslan pergi dari kediamannya.
Aslan benar-benar pergi bersama emosinya membuat Yumna mengepalkan tangannya.
“Shea memang pembawa sial!” ucap Yumna.
Amarah terlihat diwajah Yumna.
Bersambung…