Cahaya Untuk Zeyyan

Cahaya masih bingung ingin menjelaskannya bagiamana.

"Kenapa hanya diam saja, aku bertanya padamu?" Tanya Zeyyan lagi.

"Aku juga tidak tahu bagaimana ada disitu, sungguh." Kata Cahaya mencoba menjelaskannya.

"Ha?" Tanya Zeyyan heran.

"Jika memang ingin tidur bersama kenapa tidak bilang saja, aku sama sekali tidak keberatan." Kata Zeyyan menggoda Cahaya sambil memiringkan kepalanya.

"Tidak, aku semalam tidur di sofa, sungguh. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana aku bisa ada disitu." Kata Cahaya masih berusaha menjelaskannya.

"Tidak udah malu, akui saja." Kata Zeyyan sambil tersenyum.

"Sungguh aku berkata jujur." Kata Cahaya tetap dengan apa yang ia katakan.

"Sudahlah, aku mau solat subuh nanti kesiangan." Kata Cahaya kemudian pergi dari sana untuk menghindari perdebatan dengan Zeyyan sekaligus menutupi rasa malunya. Sedangkan Zeyyan terkekeh melihat tingkah istrinya itu.

Seperti biasa mereka melakukan rutinitas pagi untuk sarapan bersama, tidak ada perbincangan diantara mereka sebelum sarapan selesai. Setelah sarapan selesai Syila berangkat ke sekolah lebih dulu, sementara Zeyyan masih mengobrol dengan Cahaya.

"Oh iya, nanti siang kamu bisa kan nganter makan siang buat aku." Kata Zeyyan.

"Insyaallah, kamu mau dimasakin apa?" Tanya Cahaya.

"Apa aja boleh, yang penting itu masakanmu." Jawab Zeyyan sambil tersenyum.

"Baiklah." Kata Cahaya sambil tersenyum juga.

"Ya sudah, aku berangkat ke kantor dulu ya." Kata Zeyyan berpamitan.

"Iya." Kata Cahaya sambil meraih gagang kursi roda Zeyyan dan mendorongnya hingga ke depan rumah.

.....

Seperti yang sudah direncanakan jika hari ini Maria ingin menemui Zeyyan di kantor, karena itu ia pagi-pagi sudah berangkat dengan mengendarai mobil pribadinya. Dan Maria yang sampai di kantor lebih dulu, ia menunggu hingga Zeyyan tiba di kantor. Setelah beberapa menit kemudian Zeyyan tiba di kantor bersama Efan yang mendorong kursi rodanya, Maria yang melihatnya pun segera menghampirinya.

"Zeyyan!" Kata Maria sambil berjalan menghampiri Zeyyan dan Efan. Seketika itu Efan menghentikan langkahnya dan juga Zeyyan tentunya.

"Maria." Kata Zeyyan didalam hati terkejut melihat siapa yang memanggilnya, namun ia tetap bersikap tenang.

"Kau siapa?" Tanya Zeyyan datar.

"Ini aku Maria, apa kau tidak mengingatku?" Jawab Maria kemudian bertanya kembali.

"Aku tidak mengenal perempuan yang bernama Maria." Kata Zeyyan.

"Ayo, Fan!" Kata Zeyyan kepada Efan untuk kembali mendorong kursi rodanya.

"Baik, Tuan." Kata Efan menuruti perintah Zeyyan.

"E-Zeyyan, tunggu sebentar!" Kata Maria sambil berjalan menyusul Zeyyan, namun dihadang oleh sekuriti.

"Zeyyan!" Kata Maria lagi memanggil Zeyyan, namun tidak direspon sama sekali.

"Apa dia hilang ingatan? Nayla tidak mengatakan itu." Kata Maria didalam hati sambil menatap kepergian Zeyyan hingga tidak terlihat lagi, kemudian pergi dari sana karena tidak diizinkan masuk oleh sekuriti.

#

"Kenapa dia kembali hadir dalam hudupku, mau apa dia." Kata Zeyyan didalam hati saat berada dalam lift bersama Efan.

"Jika wanita itu datang kembali, katakan padanya jika aku tidak mengingat apa pun dan jangan biarkan dia merusak hidupku lagi. Aku tidak ingin bertemu dengannya." Kata Zeyyan kepada Efan.

"Baik, Tuan." Kata Efan.

.....

Reni melihat Syila berjalan sendiri menuju ruang kelas, ia ingin menarik tangannya untuk membawanya ketempat yang sepi agar dia bisa bicara berdua saja, namun tiba-tiba ada seseorang yang menarik tangannya lebih dulu dan membawanya ketempat yang sepi.

"Kelvin." Kata Reni setelah tahu siapa yang menarik tangannya.

"Lepaskan tanganku!" Kata Reni sambil melepas tangannya dan menghentikan langkahnya.

"Apa yang ingin kamu lakukan pada Syila, hm?" Tanya Kelvin dingin sambil menatap tajam.

"Bukan urusanmu." Jawab Reni sambil membuang muka.

"Lagi pula kenapa kau selalu melindunginya, memangnya dia itu siapa?" Tanya Reni kesal dan kembali membuang muka.

"Itu bukan urusanmu." Jawab Kelvin datar.

"Apa?" Tanya Reni terkejut dengan jawaban Kelvin yang seakan-akan mengacuhkannya.

"Kenapa?" Tanya Kelvin.

"Apa kau tahu Syila mengalami trauma karena dibuli, apa kau ingin menambah buruk keadaannya? Bukankah kau teman dekatnya, apa kau tega melakukan itu? Teman macam apa kau?" Kata Kelvin memberikan pertanyaan yang bertubi-tubi pada Reni.

"Apa? Kau tahu dari mana?" Tanya Reni terkejut dengan Kelvin yang mengetahui jika dirinya sebenarnya berteman dengan Syila.

"Dan satu hal yang perlu kamu tahu. Sejak dulu hanya ada satu perempuan yang mengisi hatiku hingga sekarang. Kau tahu siapa?"

"Kamu." Kata Kelvin mengakui isi hatinya yang ia pendam selama ini.

"Tapi sayang kamu mulai berubah, tidak seperti dulu semenjak kamu berteman dengan Silvi dan Evi. Suka menindas orang lain. Dan aku sangat kecewa dengan itu." Kata Kelvin penuh penekanan pada kalimat terakhir, kemudian langsung pergi meninggalkan Reni sendiri.

"E-Kelvin." Kata Reni memanggil Kelvin untuk bicara lagi, namun tidak di respon.

Reni merasa bersalah, menyesal dan juga bimbang harus bagaimana. Ia masih berdiam diri disana sambil berpikir hingga bel berbunyi baru ia bergerak untuk pergi ke kelasnya.

.....

Zeyyan kembali kerumah dengan suasana hati yang kurang baik karena teringat Maria, ia khawatir jika Maria akan merusak rumah tangganya dengan Cahaya. Ia pun memilih untuk menyendiri di taman belakang untuk menenangkan pikirannya sambil menikmati suasana disana. Sedangkan Cahaya bertanya-tanya dengan perubahan sikap suaminya itu, ingin bertanya tapi Zeyyan memilih untuk menyendiri.

"Kak Aya, lagi ngapain disitu?" Tanya Syila melihat Cahaya melihat keluar jendela, sambil air minum.

"Tidak, gak ngapa-ngapain." Jawab Cahaya sambil menoleh kearah Cahaya.

"Tumben gak sama Kak Zey?" Tanya Syila.

"Entah apa yang terjadi padanya, dia bilang hanya ingin sendiri." Jawab Cahaya sambil melihat keluar jendela dimana Zeyyan berada. Syila pun ikut melihat kemana arah pandangan kakaknya.

"Ya udah aku kembali ke kamar dulu, Kak." Kata Syila kemudian pergi dari sana.

"Iya." Kata Cahaya sambil terus menatap keluar jendela.

#

Zeyyan sedang bersandar di kursi rodanya sambil memejamkan matanya untuk menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpanya.

"Benar juga, kenapa aku harus pusing memikirkannya." Kata Zeyyan sambil membuka matanya setelah jalan pikirannya terbuka, kemudian menggerakkan kursi rodanya untuk mencari Cahaya.

Dan ternyata Cahaya berada di kamar sedang memasang sebuah gambar bunga untuk hiasan dinding, dengan menggunakan kursi sebagai alasnya agar bisa mencapai tempat yang bagus menurutnya.

"Kau sedang apa?" Tanya Zeyyan yang tanpa sengaja membuat Cahaya terkejut.

"Eh, astaghfirulloh." Ucap Cahaya kakinya terpeleset dari kursi karena terkejut. Zeyyan yang melihat itu pun langsung turun dari kursi rodanya dan segera berlari menghampiri Cahaya untuk menolongnya agar tidak jatuh.

Zeyyan menahan bobot tubuh Cahaya dengan menggendong depan, mata mereka saling menatap satu sama lain.

"Maaf, aku mengagetkanmu ya." Kata Zeyyan dalam posisi masih menggendong Cahaya.

"Em, iya tidak apa-apa." Kata Cahaya sambil tersenyum.

"Eh, tunggu sebentar!" Kata Cahaya menyadari sesuatu.

"Kakimu sudah kuat?" Tanya Cahaya sambil melihat posisinya dengan Zeyyan.

"Em. Oh iya, alhamdulillah." Kata Zeyyan tersenyum sambil menurunkan Cahaya.

"Tunggu sebentar! Bagaimana kau bisa menahan bobot tubuhku? Itu berarti kakimu sudah sembuh. Dan tadi malam kau yang memindahkan aku, benarkan?" Kata Cahaya sambil menunjuk Zeyyan menginterogasinya.

"Em, itu." Kata Zeyyan sambil tersenyum nyengir dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Jadi kau menipuku dan mempermainkan aku." Kata Cahaya kesal.

"Kenapa, bukankah memangnya harus seperti itu? Seharusnya lebih dari itu, iya kan." Tanya Zeyyan sambil tersenyum dan terus berjalan perlahan mendekati Cahaya. Sedangkan Cahaya berjalan mundur perlahan menghindar dari Zeyyan hingga punggungnya menempel pada tembok. Dan Zeyyan terus berjalan mendekatinya hingga sangat dekat dan perlahan mendekatkan wajahnya dengan wajah Cahaya.

Bersambung.....