Dion, seorang siswa kelas 10 yang ceria dan penuh semangat, telah lama jatuh cinta pada Clara, gadis pendiam yang selalu menolak setiap usaha pendekatannya. Setiap hari, Dion mencoba meraih hati Clara dengan candaan konyol dan perhatian yang tulus. Namun, setiap kali dia mendekat, Clara selalu menjauh, membuat Dion merasa seperti berjalan di tempat.
Setelah sekian lama berusaha tanpa hasil, Dion akhirnya memutuskan untuk berhenti. Ia tak ingin lagi menjadi beban dalam hidup Clara. Tanpa diduga, saat Dion menjauh, Clara mulai merasakan kehilangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kehadiran Dion yang dulu dianggapnya mengganggu, kini malah menjadi sesuatu yang dirindukan.
Di tengah kebingungan Clara dalam memahami perasaannya, Dion memilih menjaga jarak, meski hatinya masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Clara. Akankah Clara mampu membuka diri dan mengakui bahwa ada sesuatu yang tumbuh di hatinya untuk Dion?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Rencana Rahasia
Dion duduk di bangku taman sekolah, pikirannya kalut memikirkan Clara yang semakin jauh dari jangkauannya. Nisa duduk di sampingnya, sama-sama tenggelam dalam keputusasaan. Sejak Raka mulai mendekati Clara, hubungan Dion dengan Clara seolah merenggang. Setiap kali Dion mencoba berbicara atau menghabiskan waktu bersama Clara, Raka selalu ada di antara mereka.
"Kayaknya Clara semakin jauh dari kita," keluh Nisa, menggoyang-goyangkan kakinya sambil menatap lurus ke depan. "Aku nggak suka cara Raka mendekatinya. Rasanya ada yang nggak beres."
Dion mendesah, "Aku tahu, Nis. Tapi kita nggak bisa ngelakuin apa-apa tanpa bukti. Clara nggak akan percaya cuma karena firasat kita."
Sejenak suasana hening, lalu langkah berat terdengar mendekat. Aldi muncul dengan wajah serius, yang langsung memancing Reza dan Fariz di belakangnya untuk menggoda.
"Wah, Aldi tumben serius begini," goda Reza. "Kamu habis lihat apaan? Jangan-jangan ketemu hantu?"
Fariz tertawa. "Atau dia baru habis mimpi buruk soal pacarnya Raka!"
Aldi melirik keduanya dengan ekspresi datar. "Kalian bakal berhenti ketawa kalau dengar apa yang aku lihat tadi."
Mendengar itu, Dion dan Nisa langsung memasang wajah serius. Aldi jarang bersikap begitu, apalagi di saat-saat seperti ini.
"Aku lihat Raka telponan sama seseorang tadi," ujar Aldi, duduk di samping Dion. "Dan cara dia ngomong... mencurigakan banget."
Nisa langsung mengerutkan dahi. "Mencurigakan gimana?"
"Dia telpon sambil intip-intip sekeliling, kaya takut ada yang dengerin. Pas aku lewat, dia buru-buru matiin telponnya. Bikin aku curiga, dia nyembunyiin sesuatu."
Reza yang biasanya penuh canda tiba-tiba serius, mengangkat alisnya. "Jadi menurut kamu, dia bukan orang baik?"
Aldi mengangguk. "Gue yakin dia nggak setulus yang dia tampak di depan Clara. Dia ada maunya, dan kita harus cari tahu apa itu."
Dion tampak berpikir dalam-dalam. "Tapi gimana caranya? Kita nggak bisa sembarangan tuduh Raka tanpa bukti. Clara pasti bakal lebih menjauh kalau kita salah langkah."
Fariz yang dari tadi diam ikut bicara, "Kalau gitu, kita perlu rencana. Sesuatu yang bisa buka kedoknya tanpa bikin Clara marah."
Nisa mengangguk, "Kita juga nggak bisa langsung tanya Clara. Dia pasti nggak bakal percaya."
Aldi bersandar di bangku dan menghela napas. "Nah, makanya kita perlu ide yang cerdas."
Reza tersenyum kecil, "Jadi Aldi, kamu punya rencana cerdas? Gue kira tadi lo cuma punya firasat aneh."
Sebelum Aldi sempat membalas, tiba-tiba suara yang tak asing memecah pembicaraan mereka. "Kalian lagi ngomongin apa, nih? Kayaknya serius banget?"
Semua menoleh dan melihat Lara berdiri dengan tangan di pinggangnya, wajah penuh percaya diri. Fariz langsung tertawa pelan, "Wah, ada Lara. Mau bantu kita juga?"
Reza melirik Lara dengan senyum jahil, "Eh, kamu beneran mau bantu? Ini serius lho, bukan waktu buat cari perhatian."
Lara melipat tangan di dada dan tersenyum sinis, "Dengar ya, aku mungkin suka perhatian, tapi aku tahu kapan harus serius. Lagian, Clara temen kita juga. Aku nggak mau dia dimanfaatin sama cowok kayak Raka."
Nisa yang awalnya agak ragu kini sedikit melunak. "Kamu beneran mau bantu?"
Lara mengangguk mantap, "Iya, tentu saja. Aku juga nggak suka ngelihat Raka yang kayaknya nggak tulus itu. Kalau kalian mau bukti, aku punya ide."
Dion menatap Lara penasaran. "Apa idemu?"
Lara tersenyum penuh rahasia. "Aku bakal godain Raka."
Aldi tertawa keras mendengar itu, hampir jatuh dari bangku. "Apa? Godain Raka? Ini beneran ide atau cuma keinginan pribadi kamu, Lara?"
Lara mendelik, tetapi masih tersenyum. "Percaya deh, ini bagian dari rencana. Aku bakal pura-pura menggoda dia, dan lihat gimana reaksinya. Kalau dia beneran tertarik sama Clara, dia nggak akan peduli sama aku. Tapi kalau dia tergoda, itu berarti dia nggak setulus yang kita kira."
Reza menggelengkan kepala, masih tak percaya. "Kamu serius bisa bikin dia tergoda? Jangan-jangan malah kamu yang kebawa perasaan?"
Lara mendengus, "Oh please, Reza. Kamu tahu aku lebih licik dari itu. Lagian, ini cuma buat bukti. Nggak ada perasaan yang terlibat."
Fariz terkikik, "Pede banget. Tapi, ya udahlah, kalau kamu yakin bisa."
Nisa memandang Lara dengan tatapan penuh perhitungan. Meskipun awalnya skeptis, dia tahu mereka tidak punya banyak pilihan lain. "Oke, kalau itu rencananya, kita coba."
Dion tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Kita bakal coba rencana ini. Tapi Lara, hati-hati. Jangan sampai Clara tahu apa yang kita lakukan. Kalau nggak, semua bakal kacau."
Lara tersenyum licik, menampilkan aura percaya diri yang luar biasa. "Tenang aja. Aku tahu gimana cara main aman."
Reza masih tidak bisa menahan tawanya, tapi kali ini ia angkat tangan tanda menyerah. "Oke deh, kalau kamu yakin. Tapi gue tetap ragu."
Aldi menepuk bahu Reza, “Bro, biarin aja. Kalau Lara gagal, paling nggak kita bisa ngetawain dia bareng-bareng nanti.”
Lara mendelik tajam ke arah Aldi, “Kalau aku berhasil, kamu yang pertama aku suruh sujud!”
Aldi mengangkat kedua tangannya sambil terkekeh, “Siap, siap! Tapi kita lihat nanti ya.”
Dengan candaan yang mulai mengendurkan suasana, mereka akhirnya sepakat untuk menjalankan rencana itu. Lara akan mulai mendekati Raka, sementara yang lain akan mengawasi dari jauh. Meski masih ada ketegangan, candaan di antara mereka sedikit memberi kelegaan.
"Ya udah, kita mulai besok," ujar Dion, memutuskan. "Tapi inget, jangan ada yang keburu-buru. Kita perlu pastikan Clara nggak tahu apa yang sedang kita lakukan."
Lara mengangguk, senyumnya semakin lebar. "Siap. Besok kita lihat bagaimana Raka menanggapi."
Dengan itu, rencana mereka mulai berjalan. Lara siap menjalankan perannya, sementara Dion dan teman-temannya berharap ini akan menjadi langkah pertama untuk membuka kedok Raka.
To be continued...