Sungguh teganya Hans ayah Tania Kanahaya, demi melunasi hutangnya kepada renternir, dia menjual anaknya sendiri kepada pria yang tak di kenal.
Dibeli dan dinikahi oleh Albert Elvaro Yusuf bukan karena kasihan atau cinta, tapi demi memiliki keturunan, Tania dijadikan mesin pencetak anak tanpa perasaan.
"Saya sudah membelimu dari ayahmu. Saya mengingatkan tugasmu adalah mengandung dan melahirkan anak saya. Kedudukan kamu di mansion bukanlah sebagai Nyonya dan istri saya, tapi kedudukanmu sama dengan pelayan di sini!" ucap tegas Albert.
"Semoga anak bapak tidak pernah hadir di rahim saya!" jawab Tania ketus.
Mampukah Tania menghadapi Bos sekaligus suaminya yang diam-diam dia kagumi? Mampukah Tania menghadapi Marsha istri pertama suaminya? Akankah Albert jatuh cinta dengan Tania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak sadarkan diri
Mansion Albert
Menjelang malam
Mobil mewah milik Albert, sudah tiba di luar lobby mansion. Kepala Pelayan senantiasa menyambut kedatangan Tuannya, di ambilnya tas kerja serta jas yang telah di bukanya, ketika Tuannya turun dari mobilnya. Kemudian jalan di belakang Tuannya yang berjalan menuju kamar utama di lantai dua.“Siapkan saya air hangat untuk mandi,” perintah Albert.
“Baik Tuan,” jawab Pak Firman.
Kepala pelayan segera membuka pintu kamar utama, kemudian menaruh barang Tuannya pada tempatnya, lalu menyiapkan keperluan Tuannya.
Menikah dengan Marsha Angelica, bukan berarti dirinya di layani sepenuhnya oleh sang istri tercinta. Segala keperluan Albert masih di urusi oleh Pak Firman Kepala Pelayan yang telah bekerja selama sepuluh tahun.
Marsha sang istri dengan segala kesibukan di dunia entertainment, hampir bisa di katakan tidak memperhatikan keperluan suaminya, dan Albert memakluminya dengan status istrinya, dan menerima konsekuensinya menikah dengan super model. Lagi pula dia menikah bukan untuk mencari pembantu, menurut Albert.
Tapi untuk kebutuhan batin Albert, Marsha selalu bisa memenuhinya, wanita itu memberikan service yang terbaik di atas ranjang panas mereka berdua.
“Pak Firman nanti tolong sampaikan Bu Mimi untuk menyiapkan Tania malam ini,” pinta Albert, sebelum dia masuk ke dalam kamar mandi.
“Baik Tuan, akan saya sampaikan ke Mimi,” balas Pak Firman.
...----------------...
Jam 20.00 wib
Kamar Tania
Wanita muda yang terlihat pucat, duduk di tepi ranjang yang tak ada kasurnya, karena masih di jemur, belum kering. Suhu badannya 38 celcius ketika Bu Mimi mengeceknya dengan termometer.
“Tuan Albert, memintamu untuk ke kamar tamu malam ini,” ucap Bu Mimi.
“Kamu sedang sakit sebaiknya saya kasih tahu kondisimu ke Tuan Albert,” ucap lanjut Bu Mimi, dengan tatapan teduh dan pilunya.
Tania menahan tangan Bu Mimi ketika mau keluar dari kamarnya. “Tidak perlu kasih tahu tentang kondisi saya ke Pak Albert, Bu Mimi. Terkesan saya mencari perhatiannya, lagi pula saya di sini hanya wanita yang sudah dibelinya, dan harus menjalankan tugasnya,” jawab Tania, suaranya terdengar lemah.
“Kamu yakin?”
Tania mengangguk pelan. “Bu Mimi, saya minta tolong buatkan teh manis hangat serta roti, biar saya ada tenaga,” pinta Tania.
“Kalau begitu saya buatkan dulu.”
“Terima kasih Bu Mimi.”
Tania menatap kepergian Bu Mimi sejenak, lalu kembali menatap dinding kamarnya. Tak terasa wanita itu kembali menitikkan air matanya.
Lo ... harus kuat Tania. Lo ... Mampu melewati semuanya Tania. Jadilah wanita yang tangguh!
Batinnya berusaha menguatkan dirinya sendiri, walau sejujurnya terasa berat. Namun dia tidak ada tempat untuk bersandar, dan tak mungkin berkeluh kesah dengan temannya Kia.
Gue cuma berharap gue mandul, hingga bisa lepas dari jeratan ini. Ya Allah...salahkah aku memohon seperti itu.
Tania segera menghapus air matanya yang kembali membasahi pipinya ketika bu Mimi masuk ke kamarnya, mengantar yang dia pinta tadi. Sekilas Bu Mimi melihat semburat sedih du wajah Tania, ada rasa iba, namun dia tidak bisa banyak membantu Tania.
Wanita muda itu mulai menyesap teh hangatnya di temani dengan roti isi yang di buat Bu Mimi. Sebenarnya jam lima sore, Tania sudah makan, dan sekarang dia ngemil karena ingin minum obat penurun panas.
Bu Mimi sengaja menunggu di luar tidak menemaninya, hal ini yang di inginkan oleh Tania. Dengan leluasa setelah menghabiskan rotinya, wanita itu langsung minum pil KB, selang beberapa menit kemudian minum obat penurun panas, dengan harapan dirinya cepat tertidur.
...----------------...
Kamar Tamu
Albert agak kecewa ketika masuk ke dalam kamar tamu, tidak ada Tania. Pria itu paling tidak suka dengan hal menunggu. Dengan suara meninggi pria itu memanggil Pak Firman, lalu meminta di panggilkan Tania segera.
Tak selang berapa lama.
Ceklek!
Wanita muda itu membuka kenop pintu, dan langsung mendapati sorotan mata yang sangat tajam bagaikan burung Elang. Pria itu sudah berdiri dengan gagahnya, tak jauh dari daun pintu kamar.
Tania melangkahkan kakinya satu langkah, kemudian menutup pintu kamar rapat-rapat. Sejenak wanita itu menatap wajah Albert, lima detik kemudian dia memalingkan wajahnya.
“Saya paling tidak suka menunggu! Kamu harus tahu itu! Lain kali jangan di ulangi kembali!” tegur Albert dengan suara meninggi.
Teguran ... Hanya Teguran yang Tania dapatkan! bertanya tentang keadaannya pun tak keluar dari mulut pria itu. Menanyakan wajahnya kenapa pucat pun, tidak ada. Miris!
Tidak ada kata permohonan maaf yang keluar dari bibir pucat Tania, wanita itu kembali berjalan menuju ranjang melewati Albert begitu saja. Lalu mengambil penutup mata yang sudah ada di atas ranjang tersebut.
“Sepertinya telinga kamu tidak berfungsi dengan baik!” tegur Albert kembali. Pria itu membalikkan badannya agar bisa bisa melihat Tania, wanita yang hanya mengenakan daster rumahan, wajah yang terlihat pucat, lalu rambut sebahunya di ikat rendah...tidak ada kesan istimewanya di mata Albert.
Tania tidak membalas teguran Albert, dirinya sudah mulai terasa mengantuk akibat efek obat yang baru saja di minumnya.
“Dan satu lagi yang perlu kamu ketahui, jika tidak masuk kerja, segera beritahukan ke atasan kamu. Jangan seenak nya tidak masuk kerja, di perusahaan sudah ada peraturan yang jelas!”
“Terima kasih sudah mengingatkan saya, Pak Albert.”
Wanita itu tanpa menyingkap dasternya, dia menurunkan celana segitiganya di hadapan Albert tanpa rasa malu lagi, dan di biarkan jatuh ke lantai. Lalu memakai penutup matanya.
“Cepat lakukan Pak Albert, saya ingin menyelesaikan tugas saya. Lagi pula Pak Albert tidak suka berlama-lama berdua dengan saya. Bapak pasti akan di tunggu Nyonya Marsha di kamar utama,” pinta Tania sembari merebahkan dirinya di atas ranjang.
Sesaat Albert bergeming, melihat kepasrahan Tania begitu saja. Tapi yang di katakan Tania, semuanya benar.
Wanita yang sudah berbaring di atas, mulai memejamkan kedua netranya, rasa kantuknya membuat dirinya perlahan-lahan terbuai memasuki dunia mimpinya, dan tak memedulikan keadaan yang ada di sekelilingnya.
Lumayan lama Albert terpaku, namun kesadarannya kembali datang. Pria itu menyusul Tania di atas ranjang dan mulai mengungkung tubuh wanita itu, di tatapnya sejenak wajah Tania yang terlihat pucat, dan tak sengaja lengannya menyentuh lengan Tania yang terasa hangat. Namun hal itu di hiraukannya.
Pria itu langsung menjalankan keinginan, menabur benih di rahim Tania.
Suasana kamar tamu mulai terdengar suara racauan Albert ketika benda pusakanya berada di dalam tubuh Tania, berulang kali pria itu mengerang hebat, merengkuh kenikmatan seorang diri. Dan ini untuk kedua kali nya dia sangat menikmati berhubungan intim dengan Tania, rasa yang luar biasa hebat, ketimbang berhubungan dengan istri pertamanya Marsha.
Keringat sudah membasahi tubuh Albert yang tidak menggunakan apa-apa, napas beratnya terdengar jelas ketika pria itu sudah melakukan pelepasannya untuk kedua kali nya.
Pria itu menjatuhkan dirinya di sisi Tania, sesaat Albert menoleh ke arah Tania yang tak ada ekspresinya sama sekali.
“Tania,” panggil Albert, sembari menyentuh bahu wanita itu. Akan tetapi tidak ada respon dari wanita itu.
Albert langsung bangkit dari pembaringannya, kemudian mengambil bathrope lalu masuk ke kamar mandi, untuk membersihkan dirinya.
Tak lama kemudian Albert sudah mengenakan kembali bathropenya, lalu menghampiri Tania.
“Tania,” Albert berusaha memanggilnya, sambil melepaskan penutup mata dari mata Tania.
“Tania!” Albert menepuk pipi Tania, pria itu mulai terlihat cemas, karena Tania masih tidak meresponnya.
“Astaga jangan-jangan Tania pingsan,” gumam Albert sendiri, pria itu menyugarkan rambutnya.
Pria itu kembali masuk ke kamar mandi untuk mengambil handuk kecil, lalu membersihkan area bagian feminim Tania dari sisa benih miliknya dan memakaikan celana wanita itu serta menurunkan dasternya ke bawah, kemudian menyelimuti Tania.
Tak lama pria itu memanggil Pak Firman dan Bu Mimi untuk memanggilkan dokter serta menemani Tania. Urusan Tania diserahkannya kepada kedua orang tersebut, selanjutnya pria itu beristirahat di kamar utamanya, menunggu kepulangan istrinya. Benar-benar tidak berperasaan pria itu, habis manis sepah dibuang!
Malam ini Albert memberikan izin Tania untuk tidur di kamar tamu, setelahnya silakan kembali ke kamar belakang.
bersambung.......
Maaf ya Kakak Readers kalau ceritanya bikin emosi 🤧🤧. Please jangan lupa tinggalkan jejaknya, biar semangat menghalu dan menulisnya 😊😊.