Hari pertama di SMA menjadi langkah baru yang penuh semangat bagi Keisha, seorang siswi cerdas dan percaya diri. Dengan mudah ia menarik perhatian teman-teman barunya melalui prestasi akademik yang gemilang. Namun, kejutan terjadi ketika nilai sempurna yang ia raih ternyata juga dimiliki oleh Rama, seorang siswa pendiam yang lebih suka menyendiri di pojok kelas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moka Tora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Bayangan baru
Seminggu setelah kemenangan Rama di lomba musik, SMA Pelita Bangsa kembali ke rutinitasnya. Namun, tidak bagi Keisha dan Rama. Hubungan mereka yang semula hanya sebatas teman latihan kini berkembang menjadi lebih dekat. Setiap pagi, mereka bertemu di gerbang sekolah, dan setiap sore, mereka sering duduk bersama di taman belakang sekolah. Keisha merasa bahwa dinding yang selama ini mengelilingi Rama perlahan runtuh, membuka sisi lain dirinya yang hangat dan perhatian.
Namun, di balik semua itu, Keisha tidak pernah menyangka bahwa kehidupan sekolahnya akan segera menghadapi tantangan baru—tantangan yang akan mengguncang hubungannya dengan Rama.
~
Pagi itu, suasana di kelas 10-B sedikit berbeda. Ketika Keisha masuk ke kelas, ia melihat sekelompok siswa sedang berkumpul di sudut ruangan, membicarakan sesuatu dengan antusias. Ia mendekati salah satu teman dekatnya, Nadya, yang tampak mendengarkan dengan penuh perhatian.
“Nadya, ada apa?” tanya Keisha penasaran.
Nadya menoleh dengan wajah serius. “Eh, kamu belum dengar? Katanya, ada murid pindahan yang bakal masuk kelas kita hari ini.”
Keisha mengerutkan kening. “Murid pindahan? Dari mana?”
“Nggak tahu pasti, tapi katanya dia anak orang kaya dan jenius juga. Bahkan beberapa guru sudah membicarakan dia.”
Keisha tidak terlalu memikirkan hal itu. Baginya, seorang murid baru bukanlah hal besar. Tetapi rasa penasarannya meningkat ketika wali kelas mereka masuk membawa seorang siswa laki-laki yang langsung menarik perhatian semua orang.
“Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Kenalkan, namanya Davin Aditya,” ujar Bu Sri, wali kelas mereka.
Davin adalah sosok yang sulit untuk tidak diperhatikan. Tingginya di atas rata-rata, dengan kulit cerah, rambut hitam rapi, dan senyum yang penuh percaya diri. Cara dia berdiri saja memancarkan aura berbeda, seolah dia tahu bahwa dia memegang kendali atas situasi apa pun.
“Selamat pagi, semuanya. Saya Davin. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik,” ucapnya singkat namun tegas. Suaranya yang tenang berhasil menarik perhatian seluruh kelas.
Keisha memperhatikan Davin dengan rasa ingin tahu. Ia duduk di bangku kosong di barisan depan, tidak jauh dari tempat duduk Keisha.
~
Hari-hari berlalu, dan Davin dengan cepat menjadi topik pembicaraan di sekolah. Bukan hanya karena penampilannya yang mencolok, tetapi juga karena kemampuannya yang luar biasa. Dalam beberapa pelajaran, ia bahkan mampu memberikan jawaban yang lebih baik dari guru.
Keisha tidak bisa menghindari perasaan terkesan pada Davin. Namun, ia juga merasa ada sesuatu yang ganjil tentangnya. Davin sering mendekatinya saat istirahat, bertanya tentang sekolah, guru, bahkan... Rama.
“Kamu sering bareng Rama, ya?” tanya Davin suatu hari saat mereka sedang duduk di kantin bersama Nadya.
Keisha mengangguk sambil tersenyum. “Iya, kami teman baik. Kenapa?”
Davin menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Keisha dengan pandangan yang sulit ditebak. “Nggak apa-apa. Aku cuma penasaran. Dia terlihat... berbeda.”
Keisha merasa ada sesuatu dalam nada suara Davin yang membuatnya tidak nyaman. Tetapi ia memutuskan untuk tidak memikirkannya terlalu jauh.
~
Sementara itu, Rama mulai menyadari kehadiran Davin, terutama bagaimana Davin sering terlihat bersama Keisha. Meski ia tidak mengatakan apa-apa, ada kekhawatiran kecil yang mulai tumbuh di hatinya.
“Keisha, Davin sering ngajak kamu ngobrol, ya?” tanya Rama saat mereka duduk di taman belakang sekolah pada suatu sore.
Keisha menoleh dengan ekspresi bingung. “Iya, dia cuma tanya-tanya soal sekolah. Kenapa, Ram?”
Rama menggeleng pelan. “Nggak apa-apa. Aku cuma penasaran.”
Namun, nada suaranya tidak bisa menyembunyikan rasa tidak nyaman yang ia rasakan.
~
Beberapa minggu kemudian, Pekan Olahraga Sekolah diadakan, dan Davin kembali mencuri perhatian dengan keterampilannya dalam berbagai cabang olahraga. Ia menjadi bintang baru di sekolah, dan banyak siswa, termasuk para guru, mulai membandingkan dia dengan Rama.
“Rama, kamu nggak merasa tersaingi sama Davin?” celetuk Dani suatu hari saat mereka sedang duduk di kantin.
Rama menatap Dani dengan datar. “Kenapa harus merasa tersaingi?”
Dani mengangkat bahu. “Yah, dia kayak bintang baru di sini. Semua orang ngomongin dia.”
Rama tidak menjawab, tetapi kata-kata Dani meninggalkan jejak di pikirannya. Ia tidak peduli tentang popularitas, tetapi ia mulai merasa bahwa kehadiran Davin mengganggu dunianya—dunia yang kini diisi oleh Keisha.
~
Puncak ketegangan terjadi ketika Davin tiba-tiba menawarkan diri untuk menjadi pasangan Keisha dalam sebuah lomba debat antar sekolah. Rama, yang mendengar kabar itu dari Dani, merasa hatinya mencelos.
“Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu ikut lomba sama Davin?” tanya Rama kepada Keisha pada suatu sore.
Keisha, yang tidak menyangka Rama akan menyinggung hal itu, menjawab dengan hati-hati. “Rama, itu cuma lomba. Aku nggak bermaksud menyembunyikannya. Lagi pula, kamu tahu aku suka debat.”
“Tapi kenapa harus Davin?” Rama bertanya, nada suaranya lebih tegas dari biasanya.
Keisha terdiam. Ia tidak tahu harus menjelaskan apa. “Rama, ini cuma lomba. Kamu nggak perlu khawatir soal Davin.”
Namun, bagi Rama, ini bukan hanya tentang lomba. Ini tentang perasaan yang selama ini ia simpan dalam diam—perasaan yang kini mulai terancam oleh kehadiran Davin.
~
Di sisi lain, Davin tampaknya menyadari ketegangan antara Keisha dan Rama. Tetapi bukannya menjauh, ia justru semakin sering mencari perhatian Keisha, seolah ingin membuktikan sesuatu.
Hingga suatu hari, setelah sesi latihan debat selesai, Davin mendekati Keisha dan berkata dengan nada ringan, “Keisha, kamu tahu nggak? Aku sebenarnya lebih suka kerja sama sama kamu daripada orang lain. Kamu beda.”
Keisha hanya tersenyum kecil, tidak ingin memancing masalah. Tetapi kata-kata Davin meninggalkan kebingungan di hatinya.
~
Dalam minggu-minggu berikutnya, hubungan Keisha dan Rama menjadi semakin tegang. Mereka masih berbicara, tetapi ada jarak yang mulai terbentuk di antara mereka. Keisha merasa kehilangan sosok Rama yang biasanya tenang, sementara Rama merasa bahwa ia mulai kehilangan Keisha pada Davin.
Pertanyaan terbesar di hati Keisha adalah, apakah hubungan mereka mampu bertahan di tengah bayangan baru yang muncul? Dan apakah Rama akan berani mengungkapkan perasaannya sebelum semuanya terlambat?