Disarankan baca "Dear, my first love" dulu ya🙃
"Kalo jalan yang bener, pake mata dedek."
Tangan Shawn setia berada di pinggang Zuya agar gadis itu tidak terjatuh dari tangga. Dan lagi-lagi gadis itu menatapnya penuh permusuhan seperti dulu.
Pertemuan secara kebetulan di tangga hari itu menjadi awal hubungan permusuhan yang manis dan lucu antara Shawn dan Zuya, juga awal dari kisah cinta mereka yang gemas namun penuh lika-liku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 - Kecupan singkat
"Bo ... Bos?" seorang resepsionis kaget melihat Shawn yang kini berdiri di depannya.
Dari dulu laki-laki itu terdengar memiliki sifat yang menakutkan. Sangat teratur dan akan marah kalau semua yang mereka lakukan tidak sesuai dengan apa yang dia mau. Shawn memiliki sifat yang sangat mendominasi.
Dan laki-laki itu sangat memperhatikan kebersihan. Kalau ia lihat tempat ini tidak rapi apalagi ada kulit-kulit sampah plastik yang tidak segera dibersihkan, siap-siap saja kena amukannya. Itu sebabnya penginapan ini sangat bersih dan rapi. Sekalipun Shawn tidak ada, ia selalu memeriksa pekerjaan para karyawannya dari cctv.
"A ... Bos ad .. ada perlu?" resepsionis wanita itu berkeringat dingin. Ia takut Shawn memaki-maki dan membentaknya karena ia bekerja sama dengan adik pria itu memberikan kunci kamarnya ke pelanggan. Semoga saja tidak, ya Tuhan.
"Berikan aku kunci kamar di lantai atas. Samping kamarku." kata Shawn. Ia sudah terlalu lelah. Malam ini dia ingin cepat-cepat tidur. Besok pagi baru beri perhitungan dengan Miranda.
"Hah?"
"Kau tuli? Aku bilang berikan kunci kamar di sebelah kamarku." kali ini suara Shawn berubah ketus.
Benarkan laki-laki itu memang pemarah? Hanya sama Zuya doang dia berubah menjadi laki-laki baik hati dan penyayang. Pada keluarganya saja ia sering bicara ketus.
"Jangan bilang kalian juga menyewakan kamar itu pada pelanggan?" Shawn memicingkan mata pada wanita di depannya. Wanita itu menggeleng cepat.
"Tidak bos, saya mana berani."
"Ya sudah, cepat berikan kuncinya." Shawn sudah tidak sabaran. Resepsionis tersebut dengan kecepatan penuh mencari kunci itu dan memberikannya kepada Shawn.
Setelah laki-laki itu berbalik pergi, barulah si resepsionis menghembuskan nafas lega. Akhirnya dia selamat juga. Mana dia sendiri pula yang shift malam ini. Teman yang biasa menemani sedang ijin sakit. Karena ijinnya mendadak jadi tidak ada pengganti.
"Tapi, kok bos nggak marah ya kalau sudah tahu ada orang yang menempati kamarnya. Cewek lagi. Apa jangan-jangan karena cewek itu cakep banget? Misinya bi Miranda berhasil? Ah masa sih? Bos kan bukan tipe laki-laki yang terpengaruh karena kecantikan." resepsionis bernama Intan itu bicara sendiri. Mulutnya mengatup ketika dua laki-laki tampan tadi siang memasuki penginapan dan melewatinya. Ia tersenyum ke mereka.
"Wah, hari ini desa di datengin sama cowok yang bening-bening abis." katanya gembira.
...®®®®...
Shawn terbangun pagi-pagi sekali. Ia ingat semalam tidak sempat mengganti baju. Hanya mandi dan tidur mengenakan piyama mandi. Pakaiannya ada di kamar sebelah.
"Kira-kira si dedek sudah bangun atau belum ya?" pria itu bertanya-tanya sendiri.
"Coba saja." lelaki itu pun keluar kamar dan mengetuk pintu. Tak ada jawaban dari dalam. Pasti masih tidur. Modelan Zuya bangun setengah enam pagi? Hah, sepertinya itu mustahil.
Tapi Shawn sudah tidak tahan lagi mengganti baju. Akhirnya ia pun membuka pintu kamar tersebut dengan keycard miliknya dan masuk perlahan-lahan. Langkahnya sangat pelan.
Pertama kali yang pria itu lihat ketika masuk adalah Zuya. Gadis itu tampak sangat pulas dalam tidurnya. Shawn tersenyum dan tertarik untuk mendekat. Ia duduk di tepi ranjang. Matanya tak sengaja jatuh ke tank top putih yang gadis itu kenakan. Dan lagi-lagi benda yang menonjol seperti kacang itu kembali ia lihat.
S h i t
Tubuh Shawn mendadak panas dingin. Zuya sangat seksi. Seksi sekali, sampai membangkitkan gairah laki-laki itu. Tapi Shawn cepat-cepat mengendalikan pikirannya. Ia menaikkan selimut sampai menutupi bagian yang tak seharusnya ia lihat itu. Kini Shawn fokus pada wajah polos gadis itu.
Astaga, dia manis sekali kalau tidur.
Gumam Shawn dalam hati. Ia mengusap-usap pelan pipi Zuya.
Cup
Bahkan tak tahan memberikan kecupan singkat di keningnya. Tindakannya membuat Zuya membuat gerakan tubuh. Namun belum membuka mata. Shawn tersenyum. Ia jadi ingin terus melihat wajah gadisnya.
Tidak berlebihan bukan kalau dia bilang Zuya adalah gadisnya? Niat Shawn semakin besar menjadikan Zuya miliknya. Sungguh, gadis ini berhasil membuatnya tergila-gila.
"Nggak! Zuzu mau dibeliin boneka beruang. Boneka beruang, boneka beruang!"
Zuya meracau dalam mimpinya. Shawn pikir mimpi buruk. Ternyata pengen dibeliin boneka beruang. Pria itu tertawa kecil.
"Nanti om jelek kamu beliin." ia berbisik pelan di telinga Zuya.
Tak ada suara lagi. Zuya masih tidur. Dan Shawn masih betah menatap gadis itu terus. Selang beberapa menit kemudian, gadis itu membuka matanya perlahan.
"Good morning dedek." gumamnya pelan. Suara beratnya yang rendah terdengar sangat maskulin.
Zuya mengerjab-ngerjabkan mata. Ia belum jelas melihat siapa yang bicara padanya tadi. Ketika menyadari siapa pria itu, mata Zuya langsung melotot sempurna.
"Om jelek?!"
"Ssstt ... Jangan teriak. Nanti ada yang curiga." telunjuk Shawn menyentuh bibir Zuya. Dengan gerakkan cepat gadis itu meraih jaket milik Shawn yang ia pakai semalam dan memakainya kembali.
Shawn terkekeh.
"Om kok masuk ke sini lagi sih? Keluar sana!" Zuya mendorong pria itu.
"Galak amat sih. Kamar-kamar siapa juga."
"Dih, kan udah aku bayar. Berarti kamar aku dong." Zuya tak mau kalah. Ia turun dari tempat tidur dan menarik-narik tangan Shawn, ingin mengusir pria itu keluar. Tapi tidak berhasil sama sekali.
"Om keluar, nggak baik loh masuk dalam kamar cewek."
"Memangnya kamu udah cewek? Bukannya masih bocah?" goda Shawn.
"Enak aja masih bocah, om mau bukti?!" Zuya berkacak pinggang di depan Shawn.
"Coba buktikan." tantang Shawn dengan alis naik turun. Zuya yang merasa tertantang hampir saja melepaskan jaketnya tapi ia langsung sadar kalau dia tidak pakai bra. Tiap kali mau tidur di malam hari gadis itu memang punya kebiasaan tidak memakai bra. Karena lebih nyaman rasanya.
"Kenapa, tidak berani? Takut ketahuan memang masih bocah, hmm?"
Zuya menatap kesal pria itu. Lagi-lagi ia kalah berdebat. Tapi gadis itu masih tidak mau kalah. Ia pun berlutut di depan Shawn dan langsung menggigit paha pria itu.
"Argh!" Shawn menjerit kesakitan. Ia mendorong kepala Zuya menjauh tapi gadis itu terus menyerangnya sampai Shawn terlentang di tempat tidur. Kali ini Zuya beraksi berusaha mau menggigit tangannya. Gadis itu sudah duduk di atas perutnya.
Shawn tertawa menikmati pergulatan mereka. Tiba-tiba pintu kamar itu diketuk dari luar. Zuya langsung menghentikan aksinya sejenak. Ia dan Shawn saling menatap.
"Zuzu, buka. Abang pengen ngobrol sebentar."
"Adek, kamu udah bangun?"
Zuya mendadak panik. Itu abangnya.
"Om sembunyi di bawah kolong cepet!" ia berseru pelan, cepat-cepat bangun dari atas Shawn.
"Cepet sembunyi, aku bisa mati di gorok kalau sampai ketahuan ada om dalam kamar ini." katanya lebay. Shawn pun tertawa kecil tapi menurut saja. Kasihan juga melihat dedeknya kelabakan.