cerita ini masih bersetting di Dunia Globus di sebuah benua besar yang bernama Fangkea .
Menceritakan tentang seorang anak manusia , dimana kedua orang tua nya di bunuh secara sadis dan kejam serta licik oleh sekelompok pendekar kultivator .
Trauma masa kecil , terbawa hingga usia remaja , yang membuahkan sebuah dendam kesumat .
Dalam pelarian nya , dia terpisah dari sang kakak sebagai pelindung satu satu nya .
Bagai manakah dia menapaki jalan nya dalam hidup sebatang kara dengan usia yang masih sangat belia .
Bisakah dia mengungkap motif pembunuhan kedua orang tua nya , serta mampu kah dia membalas dendam ? .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepedihan hati dua anak manusia.
Matahari baru saja muncul di ufuk timur menyampaikan kehangatan nya pada rerumputan lewat celah celah kanopi hutan.
Di dalam goa kecil, si kecil yang menangis sambil memeluk tubuh sang kakak, pada dini itu, akhirnya tertidur juga karena terlalu lelah menangisi Dunia yang begitu kejam pada mereka.
Perlahan cahaya matahari pun masuk lewat pintu goa yang sangat kecil, menerpa wajah polos anak laki laki usia tujuh tahun itu.
Perlahan mata nya terbuka, lalu berkedip beberapa kali karena silau.
Dilihat nya di dada nya, kepala sang adik tertidur berbantalkan dada nya dengan sangat nyenyak sekali.
Pipi merah bocah polos itu seakan pualam yang belum ternoda.
Perlahan, kejadian kemarin berputar kembali di kepala bocah kecil itu.
Sambil terisak kecil, air mata bocah itu mengalir tanpa suara.
Di tatap nya kembali wajah bocah kecil yang tertidur pulas di atas dada nya, perlahan di belai nya rambut sang adik, sambil air mata nya tak henti henti nya mengalir tanpa suara.
"Ayah!, ibu!, beri aku petunjuk bu!, bagai mana aku membesarkan adik, sedang badan ku masih sekecil ini bu, kenapa tidak ibu bawa serta kami saja bu, aku dan adik ingin menyusul ibu saja!" ratap hati nya meski tanpa suara, bahkan tangis nya saja tidak bersuara, dia takut akan membangunkan sang adik yang sedang tertidur pulas itu.
"Duhai Thian yang maha kuasa, sungguh berat ujian mu ini, sanggup kah aku menjalani nya, beri aku kekuatan, agar aku bisa melewati semua ini!" kembali hati nya meratap kemalangan nasib nya.
Kemarin mereka berdua masih bercanda dan bercengkerama dengan ayah dan ibu nya, namun kini, sekejap takdir telah memisahkan mereka, para manusia biadab itu telah merenggut segala kesayangan dari sisi mereka berdua.
Dipeluk nya tubuh kecil sang adik dengan erat, hati nya terasa begitu perih dan sakit sekali.
"Nak!, ayah dan ibu titip adik ya sayang, jaga dia baik baik, dia satu satu nya kerabat mu kini, hidup ini memang kejam nak, tetapi, kau tidak boleh menyerah, kau harus tetap tegar nak, karena kini cuma dada mu lah yang tersisa tempat adik bersandar, cuma tangan mu yang tersisa untuk memeluk adik agar hangat, dan tinggal suara mu saja yang dapat membujuk serta merayu adik, teruslah melangkah demi adik ya sayang!". Suara sang ibu seolah olah mengiang kembali di telinga nya.
Satu persatu proses kematian orang tua nya kembali terbayang di mata nya, bagai mana tubuh sang ayah berkerojotan menahan sakit nya siksaan yang dia terima disaat saat terakhir nya.
Bagai mana di saat terakhir nya, ibu nya memeluk erat tubuh ayah nya dengan linangan air mata.
"Jaga adik ya sayang!" .....
"Jaga adik ya sayang!" .....
"Jaga adik ya sayang!" .....
Pesan sang ibu kembali bergaung di kepala nya berulang ulang.
"Ayah!, ibu!, aku akan menjaga adik dengan nyawa ku bu!, akan ku bayar semua yang mereka lakukan pada kita bu, aku bersumpah demi langit dan bumi, hidup ku cuma untuk adik dan membayar kekejaman mereka pada kita bu, tenanglah ayah dan ibu di sana, aku berjanji akan menjaga adik dengan nyawa ku, serta aku bersumpah bu, aku akan menagih utang yang telah mereka berikan pada kita bu!" sambil terisak halus, di belai nya pipi sang adik dengan lembut. Pipi putih ke merah merahan itu terlalu polos dari dosa, seharus nya belum merasakan pedih nya deraan penderitaan hidup.
"Tenang lah adik ku!, aku berjanji akan menjadi ayah sekaligus ibu untuk mu dik, kau satu satu nya kesayangan ku yang kini tersisa di Dunia yang kejam ini, kakak tidak bisa membayangkan hidup tanpa adik, berjanjilah dik, adik tidak akan meninggalkan kakak, kakak akan berjuang untuk mu dik!" hati anak itu bergelora seperti gelora gelombang di samudra yang di terpa badai.
Kembali di peluk nya tubuh sang adik dengan erat sekali, ada rasa kasihan, ada rasa iba, ada rasa kesedihan yang luas seperti lautan tak bertepi, meluap seperti air bah, dan membuncah menjadi satu di dalam dada nya.
Mungkin karena pelukan nya sangat kencang, sehingga sang adik pun menjadi terbangun.
Mata bening tanpa dosa itu berkedip kedip beberapa kali, lalu di perkecil nya agar tidak terlalu silau.
"Kakak!, kakak memeluk Cin Hai terlalu kuat, Cin Hai susah bernafas kak!" ucap lugu bocah kecil itu sambil berusaha duduk.
Sebenar nya ruangan di dalam goa itu cukup besar juga, sekitaran hampir sebesar dua buah kamar tidur, cuma memang mulut goa itu saja yang kecil, cuma masuk badan seorang anak kecil saja.
Jiang Bi bangkit dari tidur nya, meskipun sekujur tubuh nya terasa hancur lebur, menatap mata sang adik yang bening tanpa dosa itu, membuat segenap energi nya bangkit, sehingga tubuh nya yang terasa sakit, tidak lagi dia rasa kan.
Di tatap nya kesekeliling nya dengan cermat, dia ingat, saat itu dia berusaha berlari kencang dan sejauh mungkin dengan membawa adik nya di punggung nya, hingga menjelang senja, tiba tiba pandangan nya menjadi gelap dan dia tidak ingat apa apa lagi.
Di tatap nya wajah sang adik sekali lagi, wajah lugu tanpa dosa itu menatap kearah nya seperti lukisan sejuta kedukaan dan kepedihan hati.
Diraih nya kepala sang adik, lalu di cium nya kedua pipi adik nya itu, di benam kan nya wajah sang adik di dada nya.
Sambil tersenyum, Cin Hai menatap kearah wajah kakak nya, "kak!, tadi malam Kaka tertidur sangat pulas sekali, Cin Hai bangunin, kakak nya tidak mau bangun bangun, Cin Hai kan takut kak, terpaksa Cin Hai menarik tubuh kakak masuk kedalam goa ini karena hari mau hujan kak, Cin Hai tidak kuat menggotong tubuh kakak, maafkan Cin Hai ya kak, kakak jangan marah ya" ucap lugu sang adik.
Sekali lagi Jiang Bi membenamkan wajah sang adik di dada nya, pedih terasa di dalam dada nya, tetapi dia berusaha agar sang air mata tidak bergulir keluar.
Meskipun begitu, beberapa butir tak urung lolos juga jatuh ke pipi nya.
Di cium nya dahi sang adik lama lama, berbagai rasa membuncah di dalam dada nya.
Ingin rasa nya dia berteriak pada langit, agar semua tahu betapa pedih nya rasa di dalam hati nya saat itu.
"Adik jangan mencari Ayah dan ibu lagi ya, kini kita hidup hanya berdua saja di dalam Dunia kejam ini!" ucap Jiang Bi pada adik nya.
Seperti tersadar dengan sesuatu, tiba tiba mata Cin Hai menjadi liar, bibir nya pucat dan tubuh nya bergetar hebat, "ayah?, ibu?, oh!, tidaaaak!, tidaaaak!, jangan ayah ku!, jangan ibu ku , kakak cepat tolong ayah, tolong ibu kak!, tidaaaak!, tidaaaak!" terdengar jeritan dari mulut mungil nya sambil duduk, dibenamkan nya kepala nya diantara kedua lutut nya sambil memeluk betis nya kuat kuat sambil menangis dengan tubuh menggigil.
Serasa hancur dalam hati Jiang Bi melihat luka hati sang adik yang terlampau dalam, hingga membekas sampai kapan pun.
Bocah kecil itu benar benar terpukul dengan kejadian yang terjadi di depan mata nya kemarin.
Di rangkul nya tubuh kecil Cin Hai dengan erat, "sudah lah dik, ada kakak disini, kita aman sekarang, ayo buka mata adik, kita sudah aman!" bisik nya berusaha menenangkan hati sang adik.
"Tidak!, tidak!, tidaaaak!, Cin Hai takut kak, mereka membunuh ayah dan ibu kak, Cin Hai takut!" jerit bocah kecil itu sambil meronta liar.
Akhirnya air mata Jiang Bi luruh bagai hujan di pagi hari, di benam kan nya wajah sang adik di dada nya, Isak tangis tertahan terdengar keluar dari mulut nya.
Setelah beberapa saat di dalam pelukan sang kakak, akhirnya Cin Hai mulai tenang kembali.
...****************...