NovelToon NovelToon
Di Tepi Senja

Di Tepi Senja

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Anggi Febriani

Kebanyakan orang-orang berpikir bahwa tidak ada cinta yang akan bertahan, apalagi di usia remaja, dan aku juga sependapat dengan mereka. Namun, dia membuktikan bahwa cinta itu benar-benar ada, bahkan anak remaja sekalipun bisa mendapatkan cinta yang akan menjadi pasangan hidupnya. Semua itu tergantung siapa orangnya.

Dari pengalaman ini aku juga banyak belajar tentang cinta. Cinta itu memang menyakitkan, tapi di balik semua itu pasti ada jalannya. Dia selalu mengajari ku banyak hal, yang paling aku ingat dia pernah mengatakan "rasa suka tidak harus dibalas dengan rasa suka." Dia lelaki yang dewasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Febriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 33

"Soal matematika ini terlalu mudah, tidak bisakah soalnya dipersulit lagi?" Pria yang duduk di sampingku mengeluh dengan soal yang diberikan oleh guru.

Aku melihat dia dengan wajah tidak suka ku. Dia terlalu sombong berkata seperti itu. Tidak semua orang di kelas ini bisa mengerjakan matematika seperti dia.

"Kenapa lihat aku begitu? Suka sama aku?"

Aku memutar bola mata ku. Aku tidak menjawab pertanyaan pria itu. Aku kembali mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

"Sok jual mahal. Jawab dong Tarasya."

"Diam sebentar deh Justin! Kamu suka sekali mengganggu ku. Aku risih."

"Risih, risih, risih apanya? Aku hanya menghiburmu. Tidak ada Kevin pasti rasanya sangat hampa. Aku tahu itu."

"Sudahlah, tidak ada gunanya berdebat dengan kamu. Dari pada kamu selalu mengeluh, lebih baik kamu mengajari aku cara mengerjakan soal ini."

"Yang mana kamu tidak mengerti?"

Apa, serius? Justin mau mengajari? Dia habis makan obat apa? Gila, ada apa dengan dia hari ini?

"Aku hanya bercanda. Kerjakanlah tugas kamu."

"Kamu seharusnya senang aku bersedia mengajari kamu. Itu artinya kamu spesial bagi ku. Bagian mana kamu kurang mengerti?"

Aku memang kurang mengerti soal matematika ini. Gurunya menjelaskan selalu tidak jelas, kalau bertanya dia langsung menganggap diri kita bodoh.

"Bagian ini aku kurang paham." Aku menunjuk angka 3 yang ada di dalam buku. Soal-soal yang lain bisa aku kerjakan, tetapi tidak dengan nomor 3.

"Mudah sekali ini."

Justin mengambil buku tulis ku. Dia mencoret-coret buku ku dengan pensil. Dia mengajariku dengan perlahan, sangat perlahan. Perlahan-lahan pun aku mulai mengerti. Cara mengajar Justin hampir mirip dengan Kevin, bedanya Kevin lebih singkat dan lebih mudah dimengerti.

"Setelah kamu bagi, dapat lah hasilnya. Mudah, bukan?" ucap Justin dengan enteng. Di dalam dirinya tidak ada kesulitan dalam mengerjakan matematika, sungguh anak yang hebat.

"Kenapa tidak kamu saja yang menerangkan di depan ya? Aku lebih paham penjelasan kamu dari pada penjelasan guru."

Justin tertawa mendengar ucapan ku. Aku terheran karena aku tidak tahu di mana segi lucunya.

"Tar, kamu ini sebenarnya pintar, minusnya kamu malas belajar saja. Aku tahu kok Tar, kamu sebenarnya bisa menyelesaikan soal ini dengan mudah. Aku tidak tahu kamu tadi sedang mengetes aku atau tidak. Kalaupun kamu tadi hanya mengetes aku, tidak apa-apa, aku tidak akan marah. Justru aku senang anak pintar seperti kamu sedang mengetes aku."

Mendengar ucapan Justin membuat aku hampir tertawa. Otaknya sedang terbalik atau bagaimana? Jelas-jelas dia sedang merendah. Dia itu jauh lebih pintar dan hebat dari pada aku. Mungkin dia menjadi seperti ini dikarenakan dia sempat mengidolakan Kevin. Dia ingin pintar seperti Kevin. Kevin ini memang membawa pengaruh baik kepada teman-teman yang lain.

"Kenapa melamun? Kamu tidak suka ngobrol sama aku, ya, Tar?"

Suara itu sangat lembut. Aku teringat kembali kepada Kevin. Sangat rindu berada di sisi nya.

"Bukan, aku suka kok."

"Lalu kenapa? Kamu sedang memikirkan orang lain saat aku berbicara dengan kamu. Aku, benar?"

Dia bisa telepati? Kok bisa tahu aku sedang memikirkan orang lain?

"Tidak, hanya teringat dengan Kevin," jawab ku.

Justin merapikan buku-buku nya tanpa mengatakan sepatah katapun kepadaku.

"Sudah istirahat, aku keluar dulu."

Justin pergi keluar kelas dengan teman-temannya. Aku tidak terlalu mempedulikan dia, aku ikut merapikan buku-buku ku agar bisa bermain dengan Kezia.

"Tar," panggil Clorena.

Aku menoleh ke belakang. "Ada apa Clorena?"

"Bagaimana hubungan kamu dan Victor? Cerita dong sama aku."

Aku mengerutkan kening ketika mendengar ucapan itu. Meskipun sewaktu kelas X kami sekelas, kami tidak sedekat itu. Aku tahu Victor adalah teman Clorena, tapi apakah aku harus menceritakan hubungan kami kepada dia? Dia pikir dia siapa? Bahkan kepada orang-orang dekat saja aku malas cerita, apalagi orang seperti dia.

Aku tidak menjawab pertanyaan Clorena. Aku tetap merapikan barang-barang ku agar bisa bermain dengan Kezia. Kehadiran Clorena membuat ku tidak nyaman, aku tidak suka berada di dekatnya.

"Aku ada urusan," ucap ku kepada Clorena dibarengi dengan wajah masam. Aku cepat-cepat keluar dari kelas, aku tidak mau berlama-lama di dekat Clorena.

Aku pergi ke kelas Kezia yang terletak di samping kelas ku. Aku masuk ke kelas Kezia dengan wajah yang murung. Aku masih mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Kezia adalah teman terdekat ku, dia harus tahu apa yang ku alami barusan.

Kebetulan bangku di samping Kezia kosong, tanpa basa-basi aku langsung duduk di samping Kezia. Aku menghembuskan napas ku dengan kesal dan membuat wajah cemberut.

"Kamu kenapa lagi Tarasya? Diganggu Justin?" Kezia yang tadinya menulis, kini meletakkan pulpennya.

Aku menggeleng cepat. "Si Clorena sok mau ngurus percintaan ku dengan Victor. Kesal sekali! Dia pikir siapa dia?! Dekat saja tidak!"

Kezia tertawa mendengar jawabanku. Aku kembali lagi mengerutkan kening. Memang manusia zaman sekarang aneh, ya. Dikit-dikit tertawa, lucunya tidak tahu dari mana.

"Kamu marah karena hal itu saja? Aduh, Tar, perasaan kamu tidak secinta itu sama Victor deh, kok hari ini aneh, ya."

"Aku memang tidak terlalu menyukai Victor, Kezia, cuma aku hanya kesal, Clorena sok mau urus masalah orang lain, masalah dia saja belum tentu bisa dia bereskan. Kamu paling tahu aku Kezia, aku tidak suka urusan ku dicampuri."

Kezia menepuk pundak ku. "Betul. Bukan kamu saja yang tidak suka dicampuri urusannya, semua orang juga begitu."

Aku tersenyum mendengar ucapan Kezia. Memang yang dikatakan Kezia ada benarnya, mana ada orang yang suka urusan pribadinya terlalu dicampuri. Setiap orang itu pasti memiliki masalah pribadi. Meskipun sudah bercerita dengan orang lain tentang masalah yang dia hadapi, belum tentu orang tersebut ingin orang lain berpartisipasi dalam urusannya pribadinya.

Aku sangat senang karena saat ini masih ada Kezia di sisi ku. Coba kalau tidak ada Kezia, hidup ku bisa benar-benar hampa di sekolah. Bukannya aku tidak punya teman, aku berteman dengan mereka semua, tapi tidak seakrab kami. Pasti setiap orang juga begitu, berteman dengan siapa saja, tetapi tidak terlalu terbuka.

Aku sering berpikir, kalau misalnya aku, Kezia, dan Kevin berpisah, apa yang akan terjadi? Apakah pertemanan kami masih tetap baik seperti ini? Atau kami akan berubah satu sama lain? Bayangkan jika sikap kami berubah, bayangkan kami tidak mau lagi bermain bersama, apa dunia masih seindah ini?

Yah, terkadang ketika berpisah dengan orang yang kita sayang, rasanya memang tidak menyenangkan. Kita tidak tahu suatu saat sikapnya akan berubah ketika bertemu kembali. Tapi aku harap di sini, walaupun nanti kami berpisah, sikap kami masih sama seperti saat ini. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan teman sebaik mereka.

1
Zetti Afiatnun
👍👍👍👍👍
Shoot2Kill
Ceritanya luar biasa, author semangat terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!