Gus Shabir merasa sangat bahagia saat ayah Anin datang dengan ajakan ta'aruf sebab dia dan Anin sudah sama-sama saling menyukai dalam diam. Sebagai tradisi keluarga di mana keluarga mempelai tidak boleh bertemu, Gus Shabir harus menerima saat mempelai wanita yang dimaksud bukanlah Anin, melainkan Hana yang merupakan adik dari ayah Anin.
Anin sendiri tidak bisa berbuat banyak saat ia melihat pria yang dia cintai kini mengucap akad dengan wanita lain. Dia merasa terluka, tetapi berusaha menutupi semuanya dalam diam.
Merasa bahwa Gus Shabir dan Anin berbeda, Hana akhirnya mengetahui bahwa Gus Shabir dan Anin saling mencintai.
Lantas siapakah yang akan mengalah nanti, sedangkan keduanya adalah wanita dengan akhlak dan sikap yang baik?
"Aku ikhlaskan Gus Shabir menjadi suamimu. Akan kuminta kepada Allah agar menutup perasaanku padanya."~ Anin
"Seberapa kuat aku berdoa kepada langit untuk melunakkan hati suamiku ... jika bukan doaku yang menjadi pemenangnya, aku bisa apa, Anin?"~Hana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Tiga
Hana membantu Aisha membersihkan meja setelah mereka sarapan. Ghibran telah pergi ke kantor. Ada rapat yang harus dia hadiri. Dalam diam sang kakak ipar memperhatikan adik suaminya itu. Bukannya dia tak senang dengan kedatangan wanita itu. Dia justru bahagia karena rindunya bisa terobati, cuma kedatangannya karena lagi ada masalah membuat Aisha sedikit berpikir.
"Hana, apa kamu yakin akan tinggal di sini?" tanya Aisha pelan, takut menyinggung perasaan adik iparnya itu. Aisha sadar jika ibu hamil itu sangat sensitif, apa lagi di usia hamil muda.
"Apa Kakak keberatan aku menginap di sini?" tanya Hana. Dia menghentikan kegiatannya. Merasa tidak nyaman dengan pertanyaan sang kakak ipar.
Hana lalu memilih duduk sambil menatap ke arah sang kakak ipar. Dalam hatinya berpikir Aisha masih dendam dan marah karena dia yang pernah memutuskan silaturahmi, sehingga masih belum bisa menerima kehadirannya.
"Jangan berpikiran suudzon dulu, Hana. Kak Aisha hanya ingin tahu saja. Justru Kakak senang kamu menginap," jawab Aisha.
"Aku hanya beberapa hari menginap. Sampai hati ini tenang," balas Hana.
Aisha juga ikutan duduk tepat dihadapan sang adik ipar. Dia meraih tangan Hana dan menggenggamnya.
"Hana, aku harap kamu jangan salah sangka dengan ucapanku ini. Kemarin Gus Shabir datang dan mengatakan jika kalian ada masalah. Dia mengatakan kamu masih saja berpikir jika dihatinya masih ada Anin, kamu masih cemburu dengan Anin," ucap Aisha dengan hati-hati.
Dia sebenarnya tak ingin ikut campur dengan urusan rumah tangga Hana. Tapi mengingat adik iparnya itu masih muda dan pasti masih labil, tak ada salahnya jika dia mencoba menasehati.
"Itu tidak semuanya benar! Aku memang pernah cemburu dengan Anin. Cemburu karena dia selalu beruntung. Baik dalam keluarga ataupun masalah cinta. Semua mencintainya. Hidupnya seperti sangat sempurna. Namun, yang membuat aku memutuskan pergi karena aku telah lelah berjuang. Lelah mencintai tapi tak pernah dicintai. Berjuang sendiri itu tak enak, karena hasilnya pasti tak akan pernah menang," ucap Hana.
Aisha menarik napas dalam. Apa yang dikatakan adik iparnya itu, ada benarnya. Namun, tindakan Hana meninggalkan rumah itu juga salah. Aisha berkata begini, karena dia pernah melakukan itu dan dia menyesal.
"Apa kamu yakin hanya berjuang sendiri dan Shabir tidak melakukan hal yang sama?" tanya Aisha.
Hana tak menjawab pertanyaan sang kakak. Dia hanya menatapnya. Dalam pikiran Hana, tak akan ada yang mengerti posisinya jika tak mengalami langsung. Pasti akan menyalahkan dirinya karena Gus Shabir terlihat lemah lembut.
Aisha yang ditatap begitu sama adik iparnya jadi sedikit paham apa isi kepala Hana. Dia tahu sang adik tak terima dengan ucapannya. Delapan belas tahun dia menjaga Hana, sudah seperti putri sendiri, tentu saja dia tahu dengan wataknya. Hana memang sedikit keras kepala. Dia tak bisa menerima saran, jika dia anggap dirinya paling benar.
"Hana, bukannya aku menyalahkan kamu, dan bukan aku membela Anin karena dia anak kandungku. Tapi setahuku tak ada komunikasi antara Gus Shabir dengan Anin. Kalau pun mereka pernah mengobrol dari hati, itu hanya terjadi sekali. Mungkin saat itu suamimu ingin mengeluarkan isi hatinya."
Aisha menjeda ucapannya. Dia menarik napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya. Hana masih diam mendengarnya.
"Hana, menyukai pasangan orang lain tidak dosa karena berasal dari hati dan bukan pilihan namun sebuah keterpaksaan. Hal yang menjadi dosa menurutnya adalah jika seseorang menyukai pasangan orang lain dan melanjutkan rasa suka tersebut dengan tindakan. Kecuali jika Gus Shabir melakukan dengan tindakan, misalnya menghubungi Anin. Tapi, berdosa jika karena cinta itu dia mengabaikan istrinya. Coba kamu tanyakan dengan hatimu. Apakah selama satu tahun ini Gus Shabir memang benar-benar mengabaikan kamu atau dia sudah berusaha menerima kamu?"
Kembali Aisha menarik napas dalam. Dia tahu ucapannya bisa menyinggung perasaan Hana. Tapi semua demi kebaikan sang adik. Aisha melihat, rumah tangga sang adik masih bisa dipertahankan. Masalahnya masih bisa diselesaikan. Lebih besar masalah dia dan Ghibran dulunya. Suaminya memiliki anak tanpa dia tahu.
"Dia belum sepenuhnya menerima aku. Dihatinya masih ada Anin. Dan itu sama aja zina hati jika masih memikirkan wanita lain, walau dia tidak melakukan tindakan!" jawab Hana.
"Hana, sekarang aku tanya padamu dan jawab dengan jujur. Apakah kamu masih mencintai Gus Shabir dan menginginkan rumah tangga kalian kembali utuh, atau memang kamu ingin berpisah?" tanya Aisha.
"Jujur aku masih sangat mencintainya. Tapi terkadang ada rasa jenuh juga jika hanya kita yang mencintai tanpa mendapatkan balasan," jawab Hana.
Aisha kembali meraih tangan Hana yang tadi sempat adiknya itu lepaskan genggamannya. Dia ingin mencoba memberikan kekuatan pada sang adik ipar.
"Apakah selama satu tahun ini tak ada perubahan sama sekali dengan sikap Shabir padamu, jawab juga dengan jujur. Biar aku bisa beri masukan," kata Aisha.
Hana terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab, "Memang dia sudah mulai berubah dan menunjukan perhatiannya."
"Hana, jika kamu memang masih sangat mencintai Gus Shabir, menurutku tindakan kamu pergi dari rumah itu tidak benar. Bisa saja saat kamu pergi dari rumah, perhatian Shabir yang mulai dia tunjukan padamu akan hilang lenyap lagi. Bisa saja cintanya yang mulai tumbuh jadi kembali pudar. Seharusnya jika memang dia telah memperlihatkan perubahan sikap, kamu harus lebih berusaha membuat dia jatuh cinta denganmu. Bukan justru kabur. Boleh saja kamu menepi karena rasa lelah, tapi jangan lama-lama. Takutnya semua tak seperti yang kamu harapkan. Aku hanya mencoba memberi masukan, semua keputusan ada ditangan mu!"
...----------------...
kurang slg memahami
gk da manusia yg sempurna
tp cinta yg menyempurnakan.
bukan cr siapa yg salah di sini
tp jln keluar bgaimna mmpertahankan pernikahan itu sendiri.
Coba lebih memahami dari bab" sebleumnya , Anin bilang kalau kasih sayang aisha trhdp Anin dan Hana itu sama ,jika Anin dibelikan mainan maka Hana pun turut dibelikan.memang dalam hal materi oleh Gibran dan Aisha mereka tidak membedakan ,tetapi dalam hal kasih sayang mereka tetap membedakan ,bahkan Syifa juga pernah bilang kalau dia lebih sayang Anin drpda Hana .Nah poiinnya adalah kenapa Hana bersikap seperti itu terhadap Anin ,karena dia belum pernah merasakan kasih sayang yang begitu besar dari orang terdekatnya .Jadi wajar saja semenjak dia menikah dia mempertahankan suaminya karena hanya dia yang memiliki ikatan paling dekat dengan Hana . Hana hanya ingin ada seseorang yang mencintai ,menyayanginya dengan besarnya ,maka dari itu dia mepertahnkan suaminya .
Hana memiliki trauma akan dkucilkan oleh orang" disekitarnya .
yang melamar kan Hana duluan 😃