Tutorial membuat jera pelakor? Gampang! Nikahi saja suaminya.
Tapi, niat awal Sarah yang hanya ingin membalas dendam pada Jeni yang sudah berani bermain api dengan suaminya, malah berakhir dengan jatuh cinta sungguhan pada Axel, suami dari Jeni yang di nikahinya. Bagaimana nasib Jeni setelah mengetahui kalau Sarah merebut suaminya sebagaimana dia merebut suami Sarah? Lalu akankah pernikahan Sarah dengan suami dari Jeni itu berakhir bahagia?
Ikuti kisahnya di dalam novel ini, bersiaplah untuk menghujat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lady ArgaLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33.
"Apa?" sentak Axel terkejut setelah mendengar apa yang di pinta oleh Sarah.
"Iya, Bang. Abang nggak salah denger, aku minta Abang buat jadi suami aku setelah aku resmi bercerai nanti. Bagaimana? Abang setuju? jadi Abang bisa balas sakit hati Abang ke istri Abang itu juga kan?" ucap Sarah tenang.
Axel masih mengatur nafasnya sambil berpikir. "Mantan istri."
"Apa Bang?"
"Jeni sudah bukan lagi istri saya, dia sudah saya talak. Kami hanya menikah siri dulu, jadi tidak perlu repot mengurus surat perceraian ke pengadilan," sahut Axel pelan.
Sarah mengangguk tanda mengerti, dan kembali bertanya akan jawaban Axel yang dia belum tau kalau telah berganti nama, jadi yang Sarah tau ya namanya masih Adam.
"Jadi gimana, Abang? Abang bisa memenuhi permintaan Sarah?"
"Entahlah, Abang masih trauma dengan pernikahan tanpa cinta. Abang hanya takut nanti malah terulang seperti masa lalu Abang dan Jeni." Axel mendesah lirih, teringat akan pengkhianatan yang belum lama ini di terimanya.
Sarah berpikir sejenak. "Tidak perlu buru-buru, bukankah masih ada masa Iddah yang nanti bisa kita gunakan untuk masa penjajakan misalnya?"
"Maksud Neng Sarah?"
"Iya, bagaimana kalau daripada pernikahan terpaksa kita coba jalani dulu saja. Siapa tau kalau rupanya kitalah yang berjodoh," ucap Sarah bercanda.
Axel tersenyum kecil namun entah bagaimana kepalanya justru mengangguk menyetujui.
****
~CINTA DI SEPIRING NASI GORENG~
Bulan demi bulan berlalu, proses perceraian antara Sarah dan Bima berjalan dengan lancar tanpa halangan yang berarti. Bima sendiri berlalu kooperatif dan memilih menyetujui semua permintaan Sarah. Setelah palu di ketuk tanda berakhirnya hubungan mereka, Bima menjauh dan tak pernah lagi menunjukkan wajahnya di depan Sarah dan keluarganya.
"Bang, nasi goreng satu ya." Sarah berucap pada salah satu karyawan yang ada di cabang gerai nasi goreng Axel yang ke 17.
Entah sejak kapan namun cabang nasi goreng yang terkenal lezat itu kini semakin menjamur dan semakin banyak penggemarnya.
"Siap, Mbak Sarah." Karyawan itu mengacung jempolnya pada Sarah yang sudah di kenalnya sebagai teman baik bosnya.
Sarah memasuki gerai yang lebih luas ketimbang cabang gerai Axel yang lainnya itu, karna gerai itu juga di pakai Axel sebagai rumah pribadinya di lantai dua.
"Neng, nasi goreng lagi?" sapa Axel yang tampak tengah sibuk di depan laptopnya. Kacamata minus yang di pakainya semakin menambah kadar ketampanan di wajah polosnya.
"Iya, Bang. Kan udah Sarah bilang nasi goreng Abang itu bikin nagih, dan nggak akan bosen biar di makan tiap hari juga," ujar Sarah sambil duduk di kursi yang berhadapan dengan Axel.
Sampai saat ini, Sarah masih belum tau kalau Axel adalah anak dari pamannya, karna kesibukan orang tua dan keluarga pamannya sendiri sampai lupa memberi tahu Sarah akan hal itu. Berbeda dengan Axel yang sudah tau semua seluk beluk keluarganya di ceritakan oleh Sonia, mamanya.
"Wiih, sekarang udah hebat ya Abang. Udah bisa main laptop sendiri, jadi ke inget dulu jangan laptop, ngidupin hape aja Abang nggak bisa," kekeh Sarah sambil menikmati nasi gorengnya.
Axel menutup laptopnya dan membuka kacamata yang sejak tadi bertengger di hidungnya.
"Yah, namanya belajar Neng. Kalo serius mah lambat laun pasti bisa kan?"
Sarah mengangguk dan menghabiskan sisa nasi gorengnya dengan cepat.
"Gimana? masa Iddah kamu udah selesai?" tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba Axel malah menanyakan hal sensitif itu pada Sarah.
Entah, Axel sendiri tidak menyadari kenapa bibirnya malah menanyakan itu.
"Udah kok, udah lama kok Bang. Ada kali lewat dua bulan," sahut Sarah enteng, sama sekali tidak keberatan akan pertanyaan Axel.
"Udah, Pak bos! Sikat! Apalagi? dari pada tiap hari galau terus sambil liatin fotonya mbak Sarah," kekeh salah satu karyawan laki-laki Axel yang tengah lewat sembari mengangkat galon ke belakang ruko.
"Apaan sih, Sat. Udah sana kamu, janga bikin fitnah gak jelas ya." Axel menudingkan tinjunya pada karyawan bernama Satrio itu.
"Ya dari pada cuma mandengin fotonya aja tiap malem, bos. Kan mendingan sekalian di halalin terus kekepin deh tiap malem, iya nggak Mbak Sarah?" seru Satrio lagi, masih belum puas menjahili bosnya itu yang terbilang sudah begitu dekat dengannya.
"Sat! diem nggak? kalo nggak saya suruh tidur di luar kamu ya!" sentak Axel pada Satrio yang langsung bersembunyi di balik dinding dapur.
Sarah tertawa melihat hal itu dan lekas mengelap bibirnya yang belepotan minyak nasi goreng.
"Bang, Sarah pamit dulu ya. Mau ke kantor Dady soalnya," pamit Sarah sambil beranjak dari duduknya setelah menyelipkan selembar uang merah di bawah piring makannya tadi, karna Axel tidak akan pernah menerima uang darinya jika hendak membayar.
"Mau di anterin nggak, Neng?" seru Axel tiba-tiba yang dia juga tidak menyadari kenapa tubuhnya dan otaknya seolah bukan miliknya lagi dengan bertindak seenaknya seperti tadi.
"Boleh," jawab Sarah dengan sumringah, sedangkan Axel yang di pandangnya justru menunduk dalam menyembunyikan wajah merah nan malunya.
Sarah berjalan mendahului Axel menuju tempat parkir, dimana motor butut kesayangannya biasa berada.
"Bos! buruan, ngapain masih di sini?" ujar Satrio yang ternyata sejak tadi menguping pembicaraan mereka dari balik dinding dapur.
Axel yang tersadar segera mengejar Sarah tanpa sempat memarahi karyawan jahilnya itu lagi.
"Semoga dengan begini Pak Bos nggak galau lagi tiap malam mandangin fotonya Mbak Sarah. Maju terus Bos, pantang mundur. Satrio kawal sampai halal," gumam Satrio sambil mengawasi kepergian Bosnya dan Sarah yang tampak berboncengan di atas sepeda motor butut.
"Neng Sarah, saya mau bilang terima kasih sekali lagi ya," ucap Axel membuka percakapan di atas motor saat lampu merah menyapa.
"Terima kasih buat apa, Bang?" tanya Sarah sambil menyipitkan matanya karna sinar matahari yang terlalu terik.
"Terima kasih karna sudah bantu saya selama ini buat ngelola usaha saya sampai jadi seperti sekarang. Tanpa bantuan Neng Sarah, saya rasa pasti saya masih jualan di gerobakan kecil di deket kuburan sana," kekeh Axel mengenang awal perjumpaan mereka.
Sarah mengangguk sambil memamerkan senyum manisnya.
Lampu lalu lintas berubah hijau, Axel kembali hendak mengegas motornya namun sebuah motor yang di kendarai bocah ugal-ugalan malah menyalip dan hampir saja menyerempet mereka. Untungnya Axel sempat mengerem mendadak namun membuat Sarah menjadi terdorong maju sampai tidak sengaja memeluknya.
"Eh, ma- maaf Bang. Nggak sengaja," cicit Sarah dengan wajah memerah menahan malu dan juga debaran dadanya yang tiba-tiba menjadi tidak karuan.
Begitu pula dengan Axel yang wajahnya tak kalah merah dan debaran yang sama kuatnya dengan Sarah.
'duh, kenapa sebentar banget sih meluknya?' batin Axel sambil menahan senyum. Bunyi klakson dari kendaraan di belakang mereka mulai berisik, membuat Axel cepat menarik gas motornya lagi.
Namun belum sempat mereka kembali melakukan motornya sebuah mobil tampak memepet motor mereka sampai tersudut ke trotoar jalan. Dan yang lebih mengejutkan lagi adalah seseorang yang berada di dalam mobil tersebut.
"Siapa, Bang?" tanya Sarah kebingungan karna posisi mobil itu yang benar-benar menjepit motor mereka sampai tidak bisa bergerak dari tepian trotoar jalan.
Axel menggeleng karna juga tak mengetahui mobil siapa gerangan yang memepet motor bututnya itu.
Kaca mobil tersebut turun, menampakkan wajah Jeni yang menyeringai sinis pada mereka.
"Wah, wah, wah. Pelakor teriak pelakor ternyata."