Bagaimana jadinya jika seorang siswa SMA yang hidup sebatang kara mendapatkan anugrah sebuah Sistem Spin Kekayaan dan Kekuatan oleh seorang pengemis yang ternyata adalah seorang Dewa?.
Rendi Murdianto, seorang anak laki-laki yang hidup sebatang kara, orang tuanya meninggalkan dirinya ketika masih kecil bersama neneknya.
Hidup Rendi sangatlah miskin, untung saja biaya sekolah di gratiskan oleh pemerintah, meskipun masih ada kebutuhan lain yang harus dia penuhi, setidaknya dia tidak perlu membayar biaya sekolah.
Seragam sekolah Rendi pemberian tetangganya, sepatu, dan perlengkapan lainnya juga di berikan oleh orang-orang yang kasihan padanya. Bahkan Rendi mau saja mengambil buku bekas yang kertas kosongnya hanya tinggal beberapa lembar.
Kehidupan Rendi jauh dari kata layak, Neneknya mencoba menghidupi dia semampunya. Namun, ketika Rendi duduk di bangku SMP, Neneknya harus di panggil sang pencipta, sehingga Rendi mulai menjalankan hidupnya seorang diri.
Hidup tanpa keluarga tentu mem
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alveandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap Baik
Rendi meninggalkan Mirna dan Ibunya, sebelum ia pergi, Rendi memberikan uang satu juta untuk Mirna, tujuannya untuk jaga-jaga, jika nanti Mirna membutuhkan uang mendadak.
Rendi juga bilang pada Mirna, jika perlu sesuatu jangan sungkan untuk menghubunginya, karena ia juga menjanjikan kalau Mirna bisa bekerja di tempatnya, jika Ibunya sudah keluar dari rumah sakit.
Mirna tentu sangat senang, gadis yang harusnya duduk di kelas tiga SMA seperti Rendi, itu memang butuh pekerjaan untuk menyambung hidup.
"Karena Pizzamu, diberikan untuk Mirna, kita mau makan siang apa?" tanya Rendi pada gadisnya itu saat di parkiran rumah sakit.
"Bos, makan soto tetelan kayaknya enak siang-siang begini, seger." celetuk Harisman.
"Diam kamu! Aku tidak bicara padamu, bodoh!" bentak Rendi yang masih sedikit kesal dengan bawahannya itu.
"Ya elah bos, masalahnya juga sudah beres, masih aja marah-marah, cepet keriput loh nanti." goda Harisman.
"Kamu ini yah!" Rendi menggertakkan giginya, ingin rasanya ia menjahit mulut Harisman.
"Sudahlah Ren, jangan tanggepin si Gorila, lagi pula memang bener sih, makan soto tetelan enak kok." ucap Novi lembut.
"Tuhkan bos, Mbak bos saja setuju, aku ini memang pandai baca selera gadis." ucap Harisman percaya diri.
Rendi tidak menggubrisnya, ia sadar semakin meladeni perkataan Harisman, mentalnya benar-benar tidak aman, bisa-bisa ia gila jika terus meladeni ucapan bawahannya itu.
Mereka pun naik motor dan pergi ke tempat penjual soto tetelan yang ada di daerah tersebut. Tidak butuh waktu lama untuk mereka sampai di tempat itu.
Mereka bertiga pun turun dari motor dan masuk dalam kedai soto tetelan mang Ujang, rekomendasi dari Harisman, yang terlihat cukup ramai peminatnya.
"Wah, sudah lama kamu gak kemari, Haris, bagaimana kabar Ayahmu?" tanya pria paruh baya yang sepertinya pemilik kedai tersebut.
"Semuanya baik mang, kedai mamang semakin hari semakin ramai saja." puji Harisman.
"Iya lumayan, mereka siapa Ris?" tanya mang Ujang ramah.
"Oh mereka pasangan bos Haris mang, ini bis Rendi dan Mbak bos Novi." Harisman memperkenalkan Rendi dan Novi.
Rendi dan Novi menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, Mang Ujang terlihat ketakutan dengan Rendi dan Novi, pasalnya mang Ujang tahu kalau Harisman anaknya kepala Polisi, jika ia memanggil seseorang dengan sebutan bos, ia pikir Rendi dan Novi anak orang yang kedudukannya lebih tinggi dari Ayah Harisman.
"Salam kenal mas, mbak, saya Ujang pemilik kedai ini, masnya mau makan di sini apa bawa pulang?" tanya Ujang sopan.
"Makan sinilah mang, pakai di tanya!" Rendi belum menjawab, Harisman sudah menjawab terlebih dahulu.
"Ya siapa tahu Ris." mang Ujang tersenyum kecut.
Mang Ujang langsung menyiapkan sotonya untuk mereka bertiga, tentu saja kali ini dengan porsi spesial demi menghormati Rendi dan Novi yang di kira ia anak orang berpengaruh juga.
"Hebat juga kamu, banyak orang yang mengenal kamu." ucap Rendi memuji.
"Siapa dulu dong, Harisman." jawab bahannya itu dengan bangga
Rendi tersenyum getir, ia menyesal memberikan pujian pada bawahannya itu yang memiliki kepribadian aneh. kadang bener kadang tidak, sehingga membuat Rendi bingung menebak Harisman itu sebenarnya hanya pura-pura atau beneran bodoh.
Tidak berselang lama pesanan mereka datang, mang Ujang sangat ramah melayani mereka bertiga, membuat Rendi dan Novi merasa tidak enak. Berbeda dengan Harisman yang semakin menjadi-jadi, ia malah bertingkah layaknya orang yang sangat berkuasa di sana.
Rendi dan Novi hanya menggelengkan kepalanya, mereka kemudian menikmatinya soto yang terkenal di daerah tersebut.
Saat mereka hampir menghabiskan soto masing-masing, terdengar suara lemparan batu yang mengenai kaca kedai.
Prang
Suara kaca pecah membuat pelanggan yang ada di sana menoleh dan terkejut, ternyata di luar terjadi bentrokan antar pelajar yang kebetulan lewat daerah tersebut.
"Anak-anak tidak tahu di untung! Bubar kalian!" mang Ujang menegur mereka semua.
Tapi anak-anak tersebut tidak menggubrisnya sama sekali, mereka malah semakin membuat kekacauan di sana, sehingga membuat orang-orang di sana ketakutan, karena para pelajar membawa senjata tajam.
Rendi yang geram dengan generasi masa depan negaranya yang hilang moral itu, ia berdiri hendak membuat pelajaran untuk mereka semua.
Novi mencekal lengan Rendi, "kamu mau kemana Ren, bahaya."
"Kamu tidak perlu khawatir, aku hanya ingin menghentikan mereka semua, tidak bisa ini di diamkan, bisa-bisa ada korban!" jawab Rendi yang sudah sangat geram.
"Tapi Ren ...." Novi tentu saja khawatir, walaupun ia tahu Rendi bisa beladiri, tapi jumlah mereka semua banyak.
"Kamu diam saja di sini yah, aku akan baik-baik saja kok." ucap Rendi meyakinkan Novi.
"Aku ikut bos! Sudah lama tidak menghajar orang!" ucap Harisman tegas.
Mereka berdua pun keluar dari kedai, terlihat para pelajar itu saling menyerang satu sama lain di depan kedai, tanpa menghiraukan orang-orang yang berada di sana.
gimana kecewanya Rendi tau ibu kandung masih ada,,,,,,,,🤔🤔😢😢