Leona Sarasmitha tiba-tiba terbangun di dunia asing dan merasuki tubuh seorang bangsawan yang tak memiliki sihir?
Leona Arathena Castallio, di kenal sebagai sampah karena tidak memiliki sihir dan diabaikan keluarganya.
Bagaimana kehidupan nya setelah di dunia aneh ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Leona mendatangi sebuah tempat yang menjadi target misi mereka bersama Iven, Kei dan Kaze yang berwujud hewan. Mereka berdua berjalan angkuh dengan Leona yang membawa sebuah balok besi yang di dapat entah dari mana dengan ekspresi tengil.
Sementara Iven berdebar-debar dalam hati akan kenekatan Leona sekaligus pertama kali untuknya turun langsung untuk berkelahi tanpa menggunakan mana.
"Kau yakin ini berhasil?" Tanya Iven gugup.
"Percayalah, kau akan mendapatkan buruan jika kau terlihat lemah." Sahut Leona sambil tersenyum miring.
Sementara beberapa langkah di belakang mereka, Wei Tao dan Eura membuntuti mereka sekaligus mengepung sekitarnya bersama beberapa prajurit Castallio. Mereka hanya menatap cemas pada Leona dan Iven, yang sama-sama gila dan nekat.
Kei mengendus-endus sekitar dan berhenti di depan sebuah pintu kayu. Panther hitam itu memberi isyarat dengan menggoyangkan ekornya. Leona yang paham langsung menendang pintu itu hingga jebol.
'BRAKK'
"Mereka akan curiga jika kau menendang pintu, Leona." Iven menggeram marah akan tingkah laku gadis itu.
"Justru dengan ini mereka akan muncul saat melihat seorang gadis membuat keributan di wilayah mereka." Sahutnya tengil bertepatan dengan munculnya beberapa orang bertubuh kekar dari dalam.
"Wah, wah~ Nona cantik, apakah kau ingin meminjam uang, membayar hutang atau bersenang-senang bersama kami?" Tanya seorang pria bertubuh kekar itu dan menatap Leona dengan lapar.
Leona menyeringai senang dan memukul kepala pria itu dengan keras hingga pria itu tak sadarkan diri.
'Duakh'
'Brukh'
"Tentu saja bermain dengan kalian." Sahut Leona manja dan melayangkan beberapa pukulan pada pria yang masih menatap temannya yang kini tergeletak tak berdaya dengan kaget.
Leona segera menerjang mereka sambil mengayunkan balok besinya. Iven yang melihat kebrutalan Leona hanya meringis ngeri saat melihat mereka tergeletak tak berdaya.
Leona menerjang, menendang dan memukul kepala mereka dengan balok kayu, sementara Kei mencakar dan menerkam mereka yang hendak menyerang Leona dari titik butanya.
Iven tak tinggal diam, dia segera memberi kode pada Wei Tao dan Eura untuk ikut membantu Leona. Segera mereka berdua mengambil balok kayu dan berlari memasuki tempat itu yang ternyata tempat penampungan budak.
Pertarungan sengit tak terelakkan lagi. Banyak penjaga penampungan budak tergeletak tak berdaya dengan luka parah di kepala mereka. Mereka berempat hanya memukul dan menendang tanpa mengeluarkan mana, belum lagi Kei yang selalu sedia menerkam dan mencakar orang-orang yang hendak menyerang mereka dari titik buta karena sibuk berkelahi.
Dalam waktu singkat, mereka semua tergeletak tak berdaya bertepatan dengan datangnya Carl bersama Duke Castallio beserta prajuritnya.
"Guru, tolong urus mereka bersama yang lainnya. Kami akan mencari pemilik tempat ini." Ujar Leona dan menendang sebuah pintu hingga terlepas dari engselnya.
"Kau brutal sekali, Leona." Sungut Carl.
"Hei, siapa kalian?!" Teriak seorang pria yang langsung mendapatkan pukulan telak di kepalanya. Pria itu langsung saja ambruk tak sadarkan diri.
"Kalian dobrak saja pintunya, habisi semua tikus dan biarkan prajurit yang mengurus mayat mereka." Titah Leona.
"Berani sekali kau, ****** kecil!" Geram pria itu yang langsung di sambut ciuman telak dari balok besi yang di bawa Leona.
💠💠💠
Carl beserta Duke dan prajurit menatap aksi ke empat remaja itu dengan kagum sekaligus ngeri. Mereka dengan santai sambil memasang wajah tengil menghabisi orang-orang yang berada di sana.
Mereka bahkan tidak menggunakan mana maupun pedang selain sebuah balok kayu dan balok besi yang di dapat entah dari mana.
Setelah beberapa lama, mereka akhirnya berhasil melumpuhkan sebagian orang dan menangkap pemilik tempat itu. Segera mereka mengikat mereka yang tak sadarkan diri dan Calvian menginterogasi sang pemilik tempat penampungan budak itu.
"Tuan, biar saya yang menginterogasi nya." Tugas Leona saat melihat Calvian menginterogasinya dengan cara yang menurutnya kuno. Tanpa mendengarkan jawaban Calvian, Leona segera mengajukan beberapa penawaran pada pria tua itu.
"Aku akan membebaskanmu jika kau mau memberitahu informasi berharga milikmu."
"B-b-baik. T-ttolong lepaskan aku." Pinta pria tua itu dengan tubuh gemetaran.
"Jawab pertanyaan ku, kemana kau membawa budak-budak yang kau tampung di sini?" Tanya Leona dengan aura mengintimidasi yang kuat membuat pria itu gemetar hebat.
"Kami membawanya ke perbatasan kota Eige dua hari lagi. Di kedai Midway lantai bawah tanah." Sahut pria itu terbata-bata.
"Dengan siapa kau berkerjasama?"
"Kalau itu aku tidak bisa memberitahu. Dia memiliki kedudukan yang tinggi di kerajaan ini." Jawabnya takut-takut.
Kedudukan tinggi, berarti keluarga kerajaan. Kemungkinan raja atau permaisuri, bahkan ratu.
"Apakah penguasa atau anaknya?" Tanya Leona memastikan.
"Aku tidak bisa mengatakannya."
Leona menganggukkan kepalanya lalu menyeringai sadis.
Setelah menginterogasi pria itu, Leona tersenyum licik. Dengan tanpa ampun Leona memukul kepala pria itu hingga tewas dengan kepala berlumuran darah.
Carl dan ketiga pemuda itu menatap Leona dengan ngeri. Gadis itu terlihat kejam dan berdarah dingin. Sementara Calvian menatap Leona dengan ekspresi yang sulit di tebak.
"Anda sudah mendengarkan jawabannya, Tuan." Leona berbicara tanpa menoleh ke arah Calvian. Dia masih memikirkan beberapa rencana untuk menghancurkan bisnis gelap yang menjadi tujuan misi mereka, membantai habis beberapa bangsawan yang melakukan transaksi ilegal dan penjualan budak.
💠💠💠
Leona menatap secangkir teh yang di suguhkan di depannya dengan dahi berkerut. Dia masih ingat jika beberapa pelayan di kediaman ini sempat mencampurkan sesuatu ke dalam tehnya saat Iris baru tinggal disini.
"Apakah teh ini benar-benar layak di minum?" Tanya Leona dingin tanpa menyentuh tehnya membuat beberapa pelayan gemetar.
"Kenapa kau berbicara seperti itu, Leona?" Tanya Iven penasaran.
"Aku masih ingat saat minum teh dulu. Waktu itu Iris baru tinggal disini, teh untukku rasanya tidak enak. Aku bahkan sampai sakit karena harus meminum teh." Sahut Leona sambil menatap Iris dengan dingin. Seketika Iris dan dua pelayannya gemetar, namun berhasil di tutupinya dengan baik.
"Aku jadi khawatir teh ini di campur obat perangsang." Wei Tao mengendus-endus teh itu curiga dan meletakkan di atas meja.
"T-teh ini enak kok." Sahut Iris sambil menyesap teh dengan anggun.
"Aku benci teh, tuh." Tukas Leona tajam membuat Iris diam.
"Aku tidak tau jika dia saudara angkatmu." Celetuk Eura.
"Kami bukan saudara." Ketus Leona tajam.
Merasa pembicaraan mereka menjadi canggung, Wei Tao segera mengalihkan topik pembicaraan.
"Ngomong-ngomong, Guru Carl menyuruh kita untuk latihan."
"Bukannya dia itu hanya bermalas-malasan?" Celetuk Iven.
"Bagaimana jika kita kerjai dia saja? Kita baru latihan kemarin, kan?" Sahut Eura jahil.
"Kediaman ini memiliki telinga, bisa-bisa kita yang dijahili olehnya." Sahut Leona.
Mereka tampak berfikir sejenak sebelum senyum setan terbit di wajah Leona.
"Bagaimana jika kita keluar sejenak mencari hiburan? Aku mendadak bosan." Keluh Leona.
Mereka bertiga yang paham dengan hiburan yang di maksud menganggukkan kepalanya semangat.
Iris yang tidak mengerti percakapan mereka hanya bisa diam mendengarkan dan menatap mereka kebingungan.
"Kalian mau kemana? Aku ikut." Rengek Iris yang membuat mereka saling tatap dan menyeringai.
"Oh, tentu saja." Sahut Iven tersenyum iblis.
Seketika Iris merasa menyesal mengikuti mereka saat Leona dan ketiga temannya mendatangi sebuah gang yang berisi preman-preman bertubuh kekar.
"B-bukannya kita akan mencari hiburan?" Cicit Iris sambil bersembunyi di balik punggung pengawalnya yang kini menghunuskan pedang.
"Kau bodoh, ya? Hiburan kami bukan seperti gadis bangsawan lemah seperti mu." Ejek Eura sinis membuat Iris menundukkan kepalanya sedih.
"Hei, karena kalian memasuki wilayah kekuasaan kami, serahkan harta benda kalian dan juga tiga gadis itu!" Seru preman itu sambil tertawa.
"Wah, wah~ Apa ini? Ternyata ada sekelompok tikus yang menyamar jadi manusia! Apakah otaknya berubah menjadi sarang tikus?" Seru Leona dengan nada mengejek yang sukses membuat mereka terdiam sejenak. Bahkan ketiga rekannya hanya sweatdrop ria dengan perkataan Leona yang memprovokasi.
"Dasar brengsek! Hajar dia!" Teriak pemimpin preman itu marah saat menyadari maksud perkataan Leona.
"Ayo maju!"
Segera mereka berlari menerjang preman itu dengan tangan kosong. Dalam waktu singkat mereka semua tergeletak tak sadarkan diri. Bahkan sebuah rumah ambruk akibat pukulan Leona dan mengubur beberapa preman yang tak sadarkan diri itu. Beruntung ketiga temannya tidak berada di sekitar rumah yang ambruk itu
Sementara Iris yang melihat mereka bertarung tanpa menggunakan sihir hanya menatap mereka terpaku. Begitu pula pelayan dan pengawal Iris.
"Wah, wah... Pukulan kalian benar-benar kuat. Mereka bahkan telah terkapar seperti ini hanya sekali tendang." Ucap Leona dengan pongah.
"Kau kira kami hanya bermodalkan sihir saja? Kami juga melatih fisik, tau." Sungut Eura kesal.
"Aku heran kenapa pukulanmu begitu kuat. Kau bahkan bisa menghancurkan sebuah rumah dengan pukulanmu itu." Wei Tao menatap Leona penasaran, begitupun dengan yang lainnya.
"Aku berlatih fisik sejak berusia sepuluh tahun, tepat saat aku dinyatakan tidak memiliki mana. Aku berlatih sampai nyaris mati, asal kalian tau." Sahut Leona santai.
Dalam ingatan pemilik asli tubuh ini, Leona asli sempat depresi dan langsung melakukan pelatihan fisik seorang diri. Hingga akhirnya Arthur memergoki Leona yang berlatih seorang diri dan pria itu membantu Leona berlatih fisik layaknya ksatria atas permohonan Leona.
Iris merasa sangat malu. Dia yang memiliki sihir cahaya saja tidak pernah berlatih, bahkan di Akademi saja dia hanya mempelajari teori tanpa dasarnya.