Prolog:
Dulu, aku selalu menganggapnya pria biasa miskin, sederhana, bahkan sedikit pemalu. Setelah putus, aku melanjutkan hidup, menganggapnya hanya bagian dari masa lalu. Tapi lima tahun kemudian, aku bertemu dengannya lagi di sebuah acara gala mewah, mengenakan jas rapi dan memimpin perusahaan besar. Ternyata, mantan pacarku yang dulu pura-pura miskin, kini adalah CEO dari perusahaan teknologi ternama. Semua yang aku tahu tentang dia ternyata hanya kebohongan. Dan kini, dia kembali, membawa rahasia besar yang bisa mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1 Bagian 15 Berlanjut
Nadia menghela napas panjang, merasa perasaan lamanya kembali mengapung di atas permukaan. Di satu sisi, ia masih terluka oleh tindakan Reza di masa lalu. Di sisi lain, ia juga melihat kesungguhan dalam mata pria itu.
"Aku tidak tahu, Reza," kata Nadia akhirnya. "Aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayaimu lagi. Tapi aku akan mendengar apa pun yang ingin kau sampaikan. Kau berutang itu padaku."
Reza menatapnya penuh rasa syukur. "Terima kasih, Nad. Aku janji, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini."
Meski Nadia masih diliputi kebingungan dan rasa skeptis, ada bagian kecil dalam hatinya yang merasa lega. Setidaknya, ia tidak lagi dibiarkan bertanya-tanya tanpa jawaban walaupun jawaban itu masih setengah jalan.
Reza menatap Nadia dengan penuh harapan, matanya memancarkan keinginan yang dalam. Setelah beberapa detik hening, ia membuka mulutnya dengan suara pelan, namun penuh tekad.
“Nadia, aku ingin kita kembali,” kata Reza, suaranya mengandung ketulusan yang sulit disembunyikan. “Aku tahu ini mungkin tidak mudah, tapi aku ingin memperbaiki semua yang rusak antara kita. Aku ingin kita memberi kesempatan untuk memulai kembali. Aku ingin kamu di hidupku lagi.”
Nadia menatapnya dengan mata yang sedikit terbuka, hatinya bergejolak antara kerinduan dan ketakutan. Ia menghela napas panjang, lalu menggigit bibir bawahnya, berusaha mengendalikan emosi yang semakin meningkat.
“Reza...” Nadia mulai berbicara, suaranya bergetar. “Aku ingin percaya padamu. Aku sangat ingin, karena aku masih menyayangimu. Tapi, aku juga sangat takut. Aku khawatir jika aku memberi kesempatan lagi, kamu akan pergi begitu saja, tanpa penjelasan, seperti yang dulu.”
Reza menggenggam tangan Nadia dengan lembut, berusaha meyakinkan dirinya bahwa kali ini, segala sesuatunya akan berbeda. “Aku tahu aku telah mengecewakanmu. Aku mengerti jika kau merasa ragu. Tapi aku ingin kamu tahu, aku berubah. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi. Aku ingin kita membangun masa depan bersama, dan aku siap untuk memberikan semua yang aku punya untuk itu.”
Nadia menarik napas dalam-dalam. Bagian dari dirinya ingin sekali memeluk Reza, merasa kembali hidup dalam pelukannya. Namun, ada bagian yang lain, bagian yang terluka, yang mengatakan bahwa mungkin ini hanya kebohongan belaka. Semua kebohongan yang pernah menghancurkan hatinya.
“Reza,” kata Nadia akhirnya, dengan suara yang penuh ketegasan. “Aku tidak bisa langsung kembali ke hubungan ini. Aku tidak bisa hanya mengikuti kata hatiku tanpa memikirkan semuanya. Kau meninggalkanku tanpa penjelasan. Aku... aku masih takut. Aku takut akan terluka lagi.”
Reza menundukkan kepala, merasakan beban yang ada di dadanya. “Aku mengerti, Nadia. Aku tidak ingin memaksamu. Aku hanya ingin kau tahu, aku masih mencintaimu. Aku tidak bisa hidup tanpamu, dan aku ingin memperbaiki semuanya. Jika kau butuh waktu, aku akan menunggu.”
Nadia menatapnya sejenak, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku butuh waktu, Reza. Aku ingin merenung, memikirkan semua yang terjadi. Ini bukan hal yang bisa aku putuskan dalam semalam.”
Reza mengangguk pelan, mencoba untuk menyembunyikan rasa sakit di hatinya. “Aku akan menunggu, Nadia. Tidak peduli berapa lama itu. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu.”
Nadia berdiri perlahan, berbalik untuk pergi, tetapi sebelum ia melangkah lebih jauh, ia menoleh lagi pada Reza. “Aku akan memikirkannya, Reza. Tapi... jangan berharap aku akan langsung kembali. Aku takut, dan aku butuh waktu untuk bisa mempercayaimu lagi.”
Reza hanya bisa mengangguk, meski hatinya terasa hancur mendengar kata-kata itu. “Aku akan menunggu. Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkan kesempatan itu.”
Dengan langkah pelan, Nadia meninggalkan kafe, hatinya penuh dengan kebingungannya sendiri. Setiap langkah terasa begitu berat, dan pikirannya terus berputar antara harapan dan keraguan.
“Aku butuh waktu,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Aku harus bisa membuat keputusan yang benar kali ini. Aku tidak bisa membiarkan diriku terluka lagi.”
Hujan turun semakin deras, menyelimuti malam dengan kesunyian yang dalam. Dan dalam ketenangan itu, Nadia tahu bahwa hidupnya akan segera berubah entah menjadi lebih baik atau justru lebih buruk. Tapi satu hal yang pasti, ia harus siap untuk menghadapi semuanya.
Nadia melangkah dengan cepat menuju pintu keluar kafe, hatinya penuh dengan keraguan dan perasaan campur aduk. Ia merasa lega telah mengungkapkan ketakutannya, namun pada saat yang sama, ada bagian dari dirinya yang merasa kosong. Langkahnya terasa berat, seolah setiap langkah mengundang kenangan yang tak bisa ia hindari.
Namun, sebelum Nadia sempat keluar sepenuhnya, suara Reza memanggilnya dari belakang. “Nadia, tunggu!”
Ia berhenti sejenak dan menoleh, matanya yang sedikit berkaca-kaca bertemu dengan tatapan Reza yang penuh tekad. “Nadia, aku ingin mengantarmu pulang. Tolong, biarkan aku mengantarmu,” kata Reza dengan suara penuh harap.
Nadia menggelengkan kepala, mencoba menghindari tatapan itu. “Reza, aku bilang aku butuh waktu. Aku tidak bisa langsung kembali ke hubungan ini, aku perlu ruang.”
Reza mendekat, tidak menghiraukan penolakan Nadia. “Aku tahu, aku mengerti. Tapi izinkan aku mengantarmu pulang. Aku tidak bisa meninggalkanmu begitu saja malam ini. Tolong, Nadia. Aku hanya ingin memastikan kamu sampai rumah dengan selamat.”
Nadia menghela napas, merasa frustasi dengan perasaan yang bercampur aduk. “Aku bisa pulang sendiri, Reza. Tidak perlu mengantariku,” jawabnya dengan suara yang tegas, berusaha menghindari Reza.
Tetapi Reza tetap tak bergeming. “Aku paham jika kau ragu, Nadia. Tapi aku tidak akan memaksamu. Aku hanya ingin kamu tahu, aku akan menunggu dan melakukan apa pun yang aku bisa untuk memperbaiki semuanya. Tapi kali ini, izinkan aku melakukan hal yang benar dan mengantarmu pulang.”
Nadia menatapnya sejenak, merasa terperangkap antara keinginan untuk menjaga jarak dan rasa khawatir yang mulai menyusup. Akhirnya, setelah beberapa saat yang terasa seperti keabadian, Nadia mengangguk pelan, dengan perasaan yang masih belum sepenuhnya bisa dia pahami.
“Baiklah,” ujar Nadia pelan, suara itu hampir seperti bisikan. “Tapi hanya malam ini, Reza. Hanya malam ini.”
Reza tersenyum tipis, meski ia bisa merasakan keraguan yang masih ada di dalam diri Nadia. Ia melangkah mendekat dan membuka pintu mobil untuk Nadia. “Terima kasih, Nadia. Aku berjanji aku akan menghargai keputusanmu.”
Nadia hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa, lalu masuk ke dalam mobil, duduk di kursi penumpang. Reza duduk di kursi pengemudi dan segera mulai mengendarai mobil. Suasana di dalam mobil terasa sunyi, dengan hanya suara mesin mobil yang terdengar. Masing-masing dari mereka tenggelam dalam pikirannya sendiri, Nadia dengan kegelisahan yang belum bisa ia atasi, sementara Reza dengan harapan bahwa ia bisa mendapatkan kesempatan kedua.
Selama perjalanan, Nadia menatap keluar jendela, melihat lampu kota yang bersinar redup. Hujan kecil mulai turun, menambah kesunyian malam yang semakin dalam.
“Reza,” kata Nadia tiba-tiba, suaranya pelan. “Kenapa kau datang lagi setelah sekian lama? Kenapa tidak memberi tahu aku sebelumnya?”
Reza menoleh ke arah Nadia sejenak sebelum kembali fokus pada jalan. “Aku tahu aku telah salah besar dengan pergi tanpa penjelasan, Nadia. Aku menyesal, dan aku ingin memperbaikinya. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku tidak pernah berhenti mencintaimu, meski aku tahu aku telah menyakitimu.”
Nadia terdiam. Kata-kata Reza membuat hatinya teraduk-aduk. Sebagian dari dirinya ingin menerima penjelasan itu, ingin meyakini bahwa semuanya akan berbeda kali ini. Tapi ada ketakutan yang terus menghalanginya untuk percaya.
Sesampainya di depan apartemennya, Reza memberhentikan mobil di depan gedung tempat Nadia tinggal. Ia menoleh ke Nadia dengan penuh harapan, menunggu apakah Nadia akan keluar atau tidak.
“Aku sampai,” kata Nadia, sedikit mengalihkan pandangan.
Reza tersenyum, tetapi ada kesedihan yang terlihat di matanya. “Aku ingin memastikan kau masuk dengan aman. Aku tidak bisa pergi begitu saja, Nadia. Tolong biarkan aku memastikan itu.”
Nadia menunduk, merasa bingung dan terjebak. “Reza, aku sudah bilang aku butuh waktu,” jawabnya pelan.
Namun, Reza tetap bersikukuh. “Aku tahu. Aku tidak akan terburu-buru, Nadia. Aku hanya ingin kamu tahu, aku akan selalu ada untukmu. Sekali lagi, aku akan menunggu.”
Akhirnya, Nadia membuka pintu mobil dan keluar dengan langkah yang perlahan. “Terima kasih sudah mengantar,” katanya tanpa menoleh, meski hatinya terombang-ambing.
Reza tetap di dalam mobil, menatapnya dengan tatapan yang penuh harapan dan kesedihan. Saat Nadia berbalik menuju pintu gedung apartemennya, ia berhenti sejenak dan menoleh.
“Aku... aku akan berpikir tentang semuanya, Reza. Tapi jangan harap aku bisa melupakan semuanya dengan mudah,” katanya, suara penuh ketegasan namun juga masih ada keraguan.
Reza hanya mengangguk, menatapnya untuk terakhir kali sebelum Nadia akhirnya masuk ke dalam gedung apartemennya. Malam itu, meski mereka kembali berpisah, Reza merasa bahwa ini adalah langkah awal dari perjalanan panjang yang harus ia lalui untuk mendapatkan kembali kepercayaan Nadia.