kisah ini bercerita tentang gadis muda berusia 21 tahun bernama Alya, Alya terpaksa menerima tawaran menikah dari dosen kampusnya yang usianya 37 tahun bernama Rafa, Rafa meminta Alya mengandung anaknya karena istrinya tidak bisa memberikan keturunan. lambat Laun benih cinta diantara mereka mulai tumbuh, dari sinilah timbul masalah baru, istri sang dosen tidak rela suaminya membagi cinta dengan alya. dapatkah Rafa mempertahankan dan membuat Alya di akui sebagai istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisha.Gw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikan kuning
Alya tidur dengan hati gelisah, ia belum mampu memberitahu apapun pada Jihan, ia takut dengan respon Jihan nantinya, kondisi Jihan juga tidak memungkinkan. Alya akan menunggu waktu yang tepat.
Mendengar suara kasur berdecit, Alya memutar tubuhnya, di lihatnya Jihan yang sudah duduk di pinggir ranjang.
"Jihan, Lo mau apa, Lo haus? biar gue ambillin " Alya dengan cepat menuangkan air untuk jihan.
"Makasih, Al" Di tuntunnya kembali sang sahabat untuk tidur.
"Lo mual?, Kepala Lo sakit?
"Sedikit " ucap Jihan dengan mata terpejam, Alya duduk di pinggir ranjang, ia pijat kepala sang sahabat, berharap bisa sedikit mengurangi pusingnya.
"Al"
"kenapa jih?"
"Gue sayang banget sama lo, kita sudah kaya saudara, kalo Lo lagi ada masalah jangan pernah sungkan ngomong sama gue, jangan pernah anggap gue orang lain di hidup Lo, gue tau ada yang Lo sembunyiin dari gue, gue sadar tingkah Lo akhir - Akhir ini beda" Alya merapikan selimut sang sahabat, mata Jihan terpejam.
"jih, gue bakal ceritain semuanya, tapi nanti yaa, Lo harus sehat dulu, gue nggak mau Lo malah kepikiran nantinya" Jihan mengangguk di dalam tidurnya.
"tapi Lo janji bakal cerita?"
"iya gue janji"
"Ya udah Lo istirahat lagi" lanjut Alya
...
"mas, alya emang gitu ya, sukanya kelayapan, sudah malam gini belum pulang "
"Alya nginap di rumah temannya, dia nggak ada ngasih kabar ke kamu"
"nggak ada, dia cuman bilang mau kuliah, bilangin ke dia mas, jadi orang tu jangan seenaknya gini, seenggaknya ijin lah"
"iya iyaa, nanti mas kasih tau, yaa"
"Hem"
"udah yaa, mas matiin dulu, nanti mas telpon lagi"
"iya, mas hati hati, assalamualaikum "
"waalaikumsallam" Naila begitu geram dengan Alya, wanita itu pergi tanpa kabar, padahal hari ini mertuanya datang, Naila ingin memperkenalkan Alya sebagai pembantu di depan mertuanya, tapi wanita itu menggagalkan semuanya, belum lagi respon Rafa yang terdengar biasa saja, Naila sudah berusaha membuat cerita Alya salah di mata Rafa, tapi tidak ada respon marah sedikit pun dari Rafa.
air di atas Nakas ia tegak Hinga tandas, Naila memilih keluar dari kamar mencari udara segar.
....
"iya Tante, nanti Alya kesini lagi"
"Tante antar ya"
"eh, nggak usah Tante, Alya bisa naik angkutan umum"
"ya udah kamu hati-hati ya nak"
"iya Tante, alya pulang dulu, jih gue balik ya"
"iya hati-hati Al"."
"iya, assalamualaikum"
"waalaikumsallam"
selang beberapa menit kepergian Alya, Azzam datang kerumah Jihan, pria itu datang dengan membawa satu keranjang berisik buah-buahan
"makasih ya zam, nggak usah repot-repot kali"
"hehehe, itu dari orang tua gue, mereka juga yang ngasih tau gue kalo Lo sakit, gue di suruh bawain ini"
"oh" Jihan sempat merasa di bawa terbang, saat Azzam datang, ia kira Azzam sendiri yang berinisiatif datang menjenguk juga membawa buah tangan untuk nya, tapi nyatanya semua itu hanya suruhan dari orang tuanya aja. Farah datang membawa nampan berisi gelas juga sepiring kue kering coklat.
"Di minum nak, jangan sungkan, anggap rumah sendiri"
"Tante, harusnya nggak usah repot-repot"
"nggak papa, Tante tinggal ke dapur dulu ya, Tante mau masak buat papa nya Jihan, kalian ngobrol aja"
"iya Tante"
"di minum zam"
"oh iya" Azzam menyeruput tehnya, mereka ngobrol seperti biasa, tanpa Azzam sadari perasaan berbeda yang Jihan rasakan untuknya, jihan begitu rapat menyembunyikan rasa sukanya pada Azzam, tanpa ia sadari perasaan itu melukai hatinya terlalu dalam.
....
Di rumah, Alya baru saja selesai membersihkan diri, ia bergegas menemui bi Inah di dapur.
"maaf ya bi, kemarin malam saya nggak pulang"
"iya nggak papa nak, bi inah juga sudah biasa kerja sendiri, tapi... ibu marah, kamu nggak ngasih tau ibu?"
"iya bi saya lupa" Alya mengiris bawang merah bawang putih yang sudah di siapkan bi inah.
"lain kali kamu ijin dulu ya nak, jangan buat Bu Naila marah lagi"
"iya Bi"
"rugi BI Inah ngasih tau dia, orang kaya gitu mana bisa menghargai orang lain" keduanya menoleh, di depan pintu Naila berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"ngakunya sih kuliah, tapi kelakuannya urakan, kaya orang yang nggak pernah di didik sama orang tuanya"
"Bu, maaf ya, saya sudah minta maaf sama ibu, saya juga sudah mengakui kesalahan saya, tapi ibu nggak berhak ngomong kaya gitu tentang orang tua saya, ibu nggak ke---" Alya menoleh pada bi inah, tangannya di tahan wanita paruh baya itu
"jangan nak " ucap bi Inah lirih, alya memejam dan menghembuskan nafas berat.
"bi inah liat sendiri kan, dia ngelawan, emang nggak pernah di didik sama orang tuanya " Naila pergi meninggalkan mereka, Alya mengepal ke-dua tangan nya, ia bisa terima segala bentuk hinaan untuk nya, tapi ia tidak bisa terus diam jika orang tuanya pun turut di hina.
mereka berdua menyelesaikan acara masak tanpa sepatah katapun, kecuali hanya sekedar bertukar informasi mengenai masakan saja, Alya masih memendam emosional pada Naila, sedangkan BI Inah semakin di buat penasaran dengan hubungan Naila dan Alya, sepertinya dugaannya benar, hubungan naila dan Alya bukan sekedar nyonya rumah dan pembantunya saja, tapi lebih.
alya menata semua masakan di atas meja, sedangkan BI Inah mencuci peralatan bekas memasak mereka.
Alya meneguk salivanya, ia sangat ingin mencicipi ikan masak bumbu kuning buatan bi Inah, sungguh Alya tidak bisa menahan keinginannya itu, Alya sudah ingin menyendok ikan itu ke atas piring, tapi tangannya di tahan lagi.
"jangan nak, kita tunggu ibu dulu, biasanya ibu akan ajak kita makan bereng"
"tapi bi, saya sudah nggak tahan" Alya memelas, sebenarnya BI Inah tidak tega juga ,tapi mereka harus sadar diri.
"iya nak, BI Inah tau kondisi mu, tapi kan kita hanya pembantu, kita harus sadar tempat kita di mana"
"tapi saya bu---" ucapan Alya terhenti
"bi, semuanya sudah siap"
"iya Bu"
"bi Inah panggil yang lain, kita sarapan bareng"
"iya Bu"
Alya ikut duduk di samping Bi Inah, tatapan tajam Naila berikan padanya
"siapa yang nyuruh kamu duduk?" ucap Naila begitu tajam
"sa--saya juga mau makan Bu"
"saya yang mengijinkan kamu makan?" BI Inah dan pekerja lainnya hanya menunduk
"saya nggak suka sama tingkah kurang ajar kamu di rumah saya, dan saya tidak memberi ijin untuk kamu makan semeja dengan saya"
Alya menatap Naila penuh tanda tanya, sebenci itu ka Naila dengan nya, Alya memilih pergi dan masuk ke dalam kamarnya.
"kalian bisa makan sekarang, habiskan, Jangan ada yang tersisa"
di dalam kamar, Alya menengadah menatap langit-langit kamar, bulir bening di pelupuk mata hampir tumpah.
"jangan nangis Al, jangan" di tariknya nafas yang semakin sesak, Ini kah kenyataan yang harus ia terima selama tinggal di rumah Naila tanpa adanya Rafa sang suami.
"mas, aku mau pulang" lirih Alya sambil menahan air mata yang mulai menetes keluar. sakit rasanya di perlakukan seperti itu, di hadapan orang banyak, andai ia bisa berteriak dan mengatakan semuanya, Alya sudah lakukan itu, tapi semuanya tidak segampang yang ada dipikirannya, ia kembali di sadarkan dengan perjanjian pernikahan yang sudah ia tandatangani sendiri, pernikahan mereka rahasia, tidak ada yang boleh tau kecuali mereka bertiga.
tapi Kenapa ya like' nya dikit ya