Afika Lestari, gadis cantik yang tiba-tiba di nikahi oleh pria yang sama sekali tidak di kenal oleh dirinya..
Menjalani pernikahan dengan pria yang ia tidak kenal yang memiliki sifat yang kejam dan juga dingin, membuat hari-hari Afika menjadi hancur.
Mampukah Afika bertahan dengan pernikahan ini?
Atau mampuka Afika membuat pria yang memiliki sifat dingin dan kejam menjadi baik, dan mencintai dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon momian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKD 17
Pagi harinya. Afika masih tetap di posisi yang sama, duduk di atas tempat tidur sambil menyandarkan tubunya di dashboar ranjang. Semala Afika terus berfikir tindakan apa yang harus ia lakukan setelah apa yang di lakukan Adrian pada dirinya. Dan setela cukup lama berpikir sampai membuatnya tidak bisa tertidur karena juga telah mengingat perbuatan bejat yang di lakukan Andrian. Dan Afika akhirnya memutuskan untuk tetap menunggu sampai Adrian sadar, dan akan memberitahukan Adrian apa yang terjadi, agar Adrian mau bertanggung jawab seandainya kemungkinan Afika hamil.
Mata Afika terus saja memandang Adrian yang saat ini masih tertidur pulas. Bisikan jahat terus terdengar di kuping kiri Afika.
"Cekik saja. Biar semua masalahmu selesai." Namun di sisi lain bisikan kebaikan terus saja menghalang agar Afika tidak nekad melakukan kejahatan.
"Jangan, jangan Afika. Bagaimana pun dia suamimu."
"Jangan dengarkan itu. Dia menikahi mu hanya untuk dendam adiknya, bukan cinta. Ayo, cepat cekik dia, bunuh agar kau bisa lolos dari siksaannya."
Perlahan mata Adrian terbuka, bisikan-bisikan itu pun sirna sudah. Adrian meminjat keningnya karena merasakan sakit di kepala. Pengaruh alkohol masih saja terasa hingga Adrian bangun. Mata Adrian tertuju pada dada bidangnya yang tidak mengenakkan pakaian. Lalu mata Adrian tertuju pada wanita yang saat ini sedang berada di sampingnya duduk dengan wajah yang sembab dan mata yang bengkang karena terus saja menangis dari malam hingga pagi.
"Apa yang kau lakukan!" Sentak Adrian dengan penuh emosi melihat Afika yang begitu lancangnya masuk dalam kamar dan bahkan beraninya duduk di tempat tidurnya. Adrian lalu bangun dan turun dari ranjang. Spontan Afika menutup matanya, karena Adrian belum mengenakan pakaian sama sekali.
"Apa yang kau lakukan!" Sentak Adrian saat menarik selimut menutupi tubuhnya.
"Kau lupa dengan apa yang kau lakukan padaku?" Bentak Afika yang tidak terima dengan bentakan Adrian yang seolah-olah tidak merasa bersalah sama sekali pada dirinya.
Afika turun dari tempat tidur. Afika melangkah dengan sangat sulit karena rasa nyeri terasa di bagian inti bawahnya.
"Kau sudah merebut apa yang telah aku jaga Adrian! Kau sudah merampas semuanya." Sentak Afika dengan nada yang gemetar menahan tangis di hadapan pria yang sudah merenggut kesuciannya. Walau pun itu adalah hak bagi seorang istri untuk suami. Tapi Afika tidak setuju, karena mereka menikah bukan atas dasar cinta.
"Hahahahahah." Adrian tertawa menggema mengisi sesisi kamar, membuat Afika mengerutkan keningnya. Namun sesaat tawa Adrian terhenti kala mata Adrian menatap tempat tidur dimana disana ada noda merah yang menandakan apa yang Afika katakan memang benar adanya. Lalu Adrian mencoba berfikir tentang kejadian semalam. Namun sangat sulit, pikiran Adrian hanya sampai di mana ia minum dan seorang wanita datang membantu dirinya. Tapi Adrian lupa dan tidak mengingat siapa wanita yang bersamanya semalam.
Dengan langkah tegas, Adrian mengambil sesuatu dari balik laci nakasnya. Lalu Adrian mengeluarkan dompet yang berisikan uang.
Sreetttt.. Di lemparnya sejumlah yang berwarna merah tepat ke hadapan Afika. "Ini bayaranmu untuk malam ini." Kata Adrian tanpa memikirkan sedikit pun perasaan Afika yang saat ini benar-benar hancur.
"Kau pikir aku wanita malam? Simpan uang mu Adrian, aku tidak butuh."
"Apa jumlahnya kurang?" Tanya Adrian dengan nada yang seolang menganggap rendah Afika. "Tulis saja berapa yang kau inginkan, gampang bukan." Ucap Adrian setelah melempar selembar cek ke hadapan Adrian.
"Bagaimana jika aku hamil?" Tanya Afika membuat Adrian tertawa. Bagaimana mungkin hanya karena satu malam, seorang wanita langsung hamil. Tidak mungkin! Pikir Adrian.
"Ingat Afika. Bagiku kau bukan siapa-siapa. Hamil atau tidak itu bukan urusan ku. Anggap saja malam ini tidak pernah terjadi. Dan jika kau hamil, ingat! Aku tidak sudi memiliki anak dari rahimmu." Kata Adrian lalu masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Afika sendiri dengan perasaan yang sangat hancur.
Bagaimana tidak hancur. Seorang wanita yang ingin berjuang mendapatkan tanggung jawab justru berakhir seperti ini. Tidak di anggap sama sekali. Kaki Afika kehilangan keseimbangan, tubuhnya merosot hingga terduduk di lantai. Sakit! Tentu, hati Afika sangat sakit mendengar kata-kata yang terucap dari bibir Adrian, pria yang begitu Afika benci untuk saat ini. Afika terus menangis meluapkan perasaannya, hingga sampai beberapa saat kemudian, Afika mengusap air mata di pipinya. Uang yang tadi berserakan di lantai, di pungut kembali oleh Afika.
"Setidaknya kelak, jika aku pergi aku pasti akan butuh uang ini." Batin Afika, lalu mengambil juga cek yang masih kosong. Afika berdiri dan berjalan tertatih keluar dari kamar Adrian. Bi Sri yang kebetulan sedang membersihkan di dekat kamar Adrian, dapat melihat Afika yang keluar dari kamar.
"Kasihan sekali kamu non." Gumam Sri yang merasa prihatin melihat kondisi Afika yang keluar dari kamar Adrian.
••••••
Beberapa hari berlalu. Afika hanya berdiam diri di dalam kamar tidak memperdulikan lagi Adrian dan tidak mengurus lagi segala sesuatu tentang kebutuhan Adrian. Afika mengurung diri dan sesekali menangis.
"Nom Afika. Sampai kapan kau akan terus seperti ini?" Tanya Sri saat masuk ke dalam kamar. "Kau tidak akan mungkin terus mengurung diri sampai kau mati bukan?" Sri menghentikan ucapannya lalu membuka tirai gorden. "Cuaca sangat bagus di luar sana. Jika kau ingin pergi setidaknya lakukan sesuatu. Jangan hanya tinggal diam mengurung diri."
Mendengar kata seperti itu Afika langsung bangun dari tidurnya.
"Bi.." Lirih Afika, membuat Bi Sri datang menghampiri lalu duduk di tepi tempat tidur. Afika langsung memeluk tubub bi Sri.
"Dia jahat bi, hikkkkssss..." Kata Afika sambil terisak di dalam pelukan Sri. "Dia jahat, dia sudah menghancurkan aku bi"
Sri mengusap pundak belakang Afika dengan lembut, memberikan ketenangan pada Afika.
"Dia jahat." Kata Afika dan terus saja menangis.
"Buat dia jatuh cinta padamu. Tuan Adrian hatinya lembut, sentuh dia dengan ketulusan yang kau berikan." Kata Sri
"Bagaimana bi? Bagaimana bisa? Aku sudah melakukan apapun tapi apa yang aku dapat? Justru dia telah merusak hidupku."
"Lakukan sekali lagi. Jangan menyerah dan jangan berhenti di tengah jalan. Buktikan, jika kau mampu maka keadaan akan berputar balik. Kau bisa lakukan apa pun jika tuan sudah jatuh cinta padamu."
Afika melerai pelukannya, Sri langsung mengusap air mata Afika. Sejujurnya pertama kali Afika datang ke rumah ini, Sri sudah sangat prihatin. Karena keegoisan Baby, Afika harus menjadi korban. Jujur Sri pun ingin sekali membantu Afika kabur, tapi Sri takut jika kelak dirinya ketahuan maka akan di pecat, dan jika itu terjadi maka siapa lagi yang akan memberikan nafkan pada keluarganya yang berada di kampung.
"Mulai sekarang apa pun yang terjadi ceritakan padaku. Anggap saja aku ibu mu." Kata Sri sambil merapikan rambut Afika.
Afika dapat tersyum dengan senang karena setidaknya Sri berada di pihaknya dan juga Sri sudah tahu penderitahan Afika.
"Bersihkan dirimu. Kau butuh udara segar untuk menjernihkan pikiranmu."
Afika menganggukkan kepalanya sambil tersenyum melihat Sri. Kini tekad Afika semakin bulan, sekali melangkah jangan pernah berhenti di tengah jalan. Kata-kata itu akan selalu Afika ingat. Dan kali ini, ia akan terus melangkah sampai di garis finis. Garis yang sudah ia pikir matang-matang.