Ainsley adalah anak kuliahan yang punya kerja sampingan di cafe. Hidupnya standar. Tidak miskin juga tidak kaya, namun ia punya saudara tiri yang suka membuatnya kesal.
Suatu hari ia hampir di tabrak oleh Austin Hugo, pria beringas yang tampan juga pemilik suatu perusahaan besar yang sering di juluki iblis di dunia bisnis.
Pertemuan mereka tidak menyenangkan bagi Ainsley. Tapi siapa sangka bahwa dia adalah gadis yang dijodohkan dengan Austin dua puluh tahun silam. Lebih parahnya lagi Austin tiba-tiba datang dan menagih janji itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Ainsley menatap Austin lama lalu menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Keputusannya sudah bulat. Ia lebih baik pulang.
"Aku harus pulang, Austin. Tugas kampusku sudah menumpuk, dan aku tidak ingin absen terlalu lama. Lagian di sini kau juga sibuk bolak-balik ke kantor. Dan aku sendiri tidak tahu apa yang mau aku lakukan." kata Ainsley panjang lebar.
Gadis itu merasakan Austin meraih tangannya dan meremasnya pelan.
"Aku bisa bicara dengan pemilik kampusmu, kau tidak usah khawatir dan tidak perlu mengumpulkan tugas. Sekarang nikmati saja masa liburanmu di sini." gumam Austin mencoba meyakinkan Ainsley. Sayangnya keputusan Ainsley sudah bulat. Ia lebih tidak senang mendengar Austin akan bicara dengan pemilik kampus.
Ainsley dari dulu tidak suka dengan mereka yang berbuat seenaknya hanya karena memiliki kekuasaan. Ia merasa lebih baik berusaha sendiri dengan kemampuannya. Kalau pun harus minta bantuan orang lain, ia akan melakukannya pada waktu dirinya sangat terdesak.
Ainsley selalu berpikir kalau orang lain selalu membantunya, itu tidak akan membuatnya bertumbuh menjadi anak yang dewasa dan bertanggung jawab. Lebih baik berusaha sendiri dulu, ia akan lebih senang kalau menghasilkan sesuatu yang baik dengan usahanya sendiri. Karena menurutnya apapun hasilnya, ia akan tetap bahagia.
"Tidak bisa, pokoknya aku harus pulang. Aku tidak mau mati kebosanan di sini. Kau tidak ada waktu menemaniku." kata Ainsley lagi to the point.
"Sudah ku bilang aku bisa mengatur waktuku untukmu." balas Austin, masih tidak setuju. Kalau perempuan lain, pasti sudah lama ia tinggalkan, tapi ini Ainsley. Hatinya tidak bisa tidak mempedulikan gadis itu. Sekalipun gadis itu selalu suka membantahnya.
"Kapan? Kau sangat sibuk dengan pekerjaanmu dan aku tidak mau pekerjaanmu terganggu karena aku. Jadi lebih baik pulang kan saja aku." Ainsley masih bersikeras. Austin menghela napas. Istrinya sangat keras kepala. Sepertinya dia harus mendidik sang istri biar tunduk padanya nanti.
"Tuan Austin,"
Austin dan Ainsley sama-sama menoleh ke seorang pelayan yang muncul dari balik pintu.
"Seseorang mencari anda, katanya teman anda." kata pelayan itu.
Austin mengernyitkan kening. Teman? Siapa? Ia tidak pernah sekalipun mengijinkan orang lain datang ke rumahnya selain keluarganya atau sahabat terbaiknya tentu saja. Dan ia yakin sudah memberikan peringatan pada teman-temannya di Kota ini untuk tidak mendatanginya di rumah pribadinya.
Siapa yang berani datang mengganggu?
"Kau mau kemana?" tanya Austin ketika menyadari Ainsley sudah bangkit dari sofa menuju tangga ke lantai dua.
"Kamar. Aku tidak mau mengganggu kau dan temanmu." ucap Ainsley.
Austin berdiri, meraih tangan gadis itu dan membuatnya duduk kembali.
"Duduk di sini saja. Kau tidak pernah mengangguku." gumam Austin sambil mengacak pelan rambut istrinya. Walau ia tidak suka ada yang mencarinya di kediamannya, tapi ada baiknya juga orang itu datang. Setidaknya ia tidak akan berdebat dulu dengan Ainsley yang sejak tadi terus meminta pulang.
Pandangan Austin berpindah ke pelayan rumahnya yang masih berdiri di situ.
"Suruh orang itu masuk." katanya.
"Baik tuan," angguk pelayan itu kemudian berbalik pergi.
Tak sampai lima menit seorang wanita muncul di ruangan itu.
"Clara?" Austin bergumam saat melihat Clara berdiri di depan sana tak jauh dari mereka. Mau apa lagi wanita itu? Ia sudah tidak senang pada Clara karena wanita itu dengan jelas mengejek status sosial Ainsley pada pertemuan makan malam beberapa waktu lalu. Kalau saja wanita itu bukan salah satu rekan kerjanya, ia pastikan tidak akan bersikap hormat lagi.
Tangan Austin menggenggam kuat jemari Ainsley. Sejak tadi ia tidak melepaskan genggamannya dari sang istri.
Clara berusaha tersenyum meski tidak suka melihat cara Austin memperlakukan gadis miskin itu.
"Ada apa kau mencariku, Clara? Aku yakin pernah mengingatkan semua rekan kerjaku jangan mendatangi rumahku bukan?" kata Austin. Suaranya datar namun terkesan sedang memberikan peringatan pada Clara.
"Kau masih saja kaku seperti dulu Aus," balas Clara tersenyum. Ia lalu duduk berhadapan dengan pasangan suami istri itu.
Berbeda dengan di restoran kemarin, kali ini Clara terlihat lebih bersahabat saat menatap Ainsley. Meski begitu, Ainsley makin merasa aneh. Tidak mungkin orang yang tidak menyukainya dan menatapnya seperti musuh berubah tidak memusuhinya dalam waktu singkat.
"Begini, aku datang ke sini untuk mengajak istrimu jalan-jalan. Aku dengar akhir-akhir ini kau sibuk dengan pekerjaanmu, kalau begitu biarkan saja aku yang menemani Ainsley selama kau sibuk. Bagaimana?" tawar Clara tiba-tiba.
Bukannya senang, Ainsley makin merasa sih Clara itu aneh. Kenapa tiba-tiba mau menemaninya jalan-jalan? Seorang Clara yang menganggap perbedaan status mereka itu sangat jauh tiba-tiba mengajaknya ke luar? Ainsley jadi parno. Jangan-jangan Clara punya niat busuk lagi, seperti antagonis di film-film.
Ainsley menggenggam kuat tangan Austin. Seolah memberitahukan pada pria itu bahwa ia takut. Austin sendiri tahu Clara orang yang seperti apa. Sejak dulu wanita itu terkenal suka menindas perempuan yang dekat dengan pria yang dia incar, bahkan tidak segan-segan berbuat jahat. Ia tidak mau terjadi apa-apa pada Ainsley karena wanita itu.
"Maaf Clara, tapi aku dan istriku berencana pulang ke Jakarta besok pagi."
mendengar perkataan Austin, Ainsley langsung menatap pria itu dengan mata berbinar-binar. Ia senang, pastinya.
"Pulang?" tanya Clara tidak senang.
"Tapi pekerjaanmu di sini belum selesai bukan?"
"Hanya sebagian kecil. Aku akan menyuruh Nick menyelesaikannya." jawab Austin. Clara menatap dua orang didepannya itu bergantian,
"Kalian tidak berencana jalan-jalan dulu beberapa hari di sini?"
Austin menggeleng. Lagipula dua hari yang lalu Ainsley sudah sempat jalan-jalan sendiri, menikmati suasana pantai yang indah. Mereka masih punya banyak waktu untuk di habiskan berdua. Karena Ainsley sangat ingin pulang sekarang, Austin akan mengikuti kemauan gadis itu. Ia juga sedikit tidak tenang karena keberadaan Clara. Kelihatan sekali wanita itu tidak punya niat baik.
"Istriku punya tugas kampus yang menumpuk. Dan dia sudah terus-terusan meminta pulang padaku sambil menangis-nangis. Masalah jalan-jalan, kita berdua masih punya banyak waktu. Di kampung halaman kami juga banyak tempat bagus buat jalan-jalan berdua." Austin menjelaskan panjang lebar. Ainsley memaksakan senyum meski merasa perkataan Austin terlalu berlebihan menurutnya. Kapan dia menangis coba?
Clara tidak berkata-kata lagi. Tidak tahu mau bilang apa lagi. Jelas sekali Austin tidak mau memberi kesempatan padanya mendekati Ainsley. Ia makin tidak menyukai Ainsley karena merasa Austin memperlakukan gadis itu sangat berbeda dengan perempuan-perempuan lain. Memang apa kelebihannya sampai seorang Austin pun tergila-gila padanya.
melaknat pelakor tapi malah begitu membela pebinor bahkan pebinor melecehkan istri orang dan membuat rumah tangga orang salah paham dan nyaris hancur tetap saja pebinor dibela dan diperlakukan sangat2 lembut (ini contoh pemikiran wanita murahan
dan novel mu adalah cerminan pola pikirmu dan karakter mu