Bari abdul jalil, nama yang religius. Kedua orang tuaku pasti menginginkan akun tumbuh menjadi pribadi yang sesuai dengan nama yang diberikan. Tapi kenyataan justru sebaliknya. Saat dewasa justru aku lupa dengan semua ajaran yang diajarkan oleh mereka di waktu kecil. Aku terlalu menikmati peranku sebagai pecinta wanita. Hingga suatu ketika aku bertemu dengan seseorang yang sangat berbeda dari wanita yang aku pacari.
Mau tahu apa bedanya? dan bisakah aku mendapatkan apa yang aku mau?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
POV ARUMI
Sejujurnya aku tak mengijinkan Caca pergi dengam Bari. Tapi semakin aku melarang, semakin aku kesal karena ucapan Bari yang selalu mengatai aku egois. Aku tak bermaksud seperti itu, salahkah aku jika aku hanya ingin yang terbaik? Aku takut jika Bari hanya kasian pada anakku. Lalu dia memberikan kasih sayang dan lama kelamaan akan meninggalkannya. Eh tapi kenapa aku jadi seakan akan berharap Bari tetap tinggal?
Meskipun dengan terpaksa aku tetap ikut demi mengabulkan keinginan anakku yang terus menerus merengek sepanjang malam kemarin. Entah santet apa yang Bari berikan pada anakku, sehingga apapun yang keluar dari mulutnya selalu saja berujung pada rengekan anakku yang diijinkan meminta sesuatu.
Ditengah memikirkan Bari, manusia itu sudah tiba dengan mobil mewahnya. Anakku girang bukan main.
"Om Bari aku sama bunda udah siap," teriaknya girang.
"Bunda juga ikut?" tanya Bari berjalan mendekati kami.
Tak sengaja aku menatap manusia itu, ada perasaan yang sulit aku jelaskan. Perasaan gugup, gerogi dan juga seperti jantung yang tiba-tiba saja berdetak tak normal. Perasaan itu campur aduk dan tak sanggup aku pisahkan.
"Ibu mana?"
"Pergi," jawabku singkat dengan sensasi dag dig dug.
Aku akui Bari memang tampan, bahkan saat dirinya hanya menggunakan kaos oblong dan celana selutut seperti sekarang ini dia terlihat sudah tampan dan menawan. Beberapa kali aku tak sengaja menatap dirinya, dan aku tak kuasa jika harus menatap manik matanya. Tak tahu kenapa bisa begitu.
"Yau udah berangkat sekarang aja yuk. Tempatnya agak jauh soalnya."
"Kenapa memilih yang jauh? Dekat sini ada," sahutku.
"Di sana banyak macem kolamnya, terus ada area bermain juga buat anak. Jadi sekalian main di satu tempat aja. Pasti senang nanti Caca."
Aku tak menjawab, aku malas, pasti nanti akan berujung pada aku yang salah. Caca meminta untuk duduk sendiri di belakang. Bari langsung saja membukakan pintu untuk putri kecilku. Ah pasti dalam hati dia senang bukan kepalang.
"Sudah siap untuk berangkat?" tanyanya sesaat setelah masuk mobil.
"Siap," teriak anakku.
"Sayang di samping kamu ada snack, kamu bisa ambil dan makan sepuas kamu."
Ah Bari ini memang pandai membuat wanita bahagia, tak heran jika Diana sempat menangis sesenggukan saat putus darinya. Kelebihan Bari memang peka terhadap sekitar, dan itu tak semua pria punya. Tapi maaf, aku tidak akan termakan dengan rayuan gombal yang murahan itu.
"Kenapa kamu melakukan ini semua?"
"Kenapa tiba-tiba nanya gitu? Salah memang kalau aku berusaha membuat bahagia orang-orang yang aku sayang. Salahnya dimana? Aku sayang sama kamu dan Caca dari hati aku Rum. Jangan nanya hal-hal yang aneh," protes Bari selama kesal.
"Aku tanya kenapa kamu melakukan hal ini? Anehnya dimana?"
"Ya udah aku bilang aku sayang sama kamu. Aku mau jadi suami kamu, udah pernah bilang kan kalau aku mau ajak kamu nikah. Apa kamu pikir aku bercanda?"
"Aku kan cuman tanya. Aku tanya baik-baik, kenapa kamu jawabnya sewot begitu?"
Aku kesal sekali. Aku hanya bertanya, aku ingin tahu apa alasannya melakukan ini semua pada anakku. Tapi jawabannya sungguh tak enak di dengar. Aku menyilangkan tangan dengan membuang muka darinya.
"Maaf Arumi, maaf aku salah. Nggak ada maksud buat marah aku tuh. Maaf ya. Aku sayang sama kamu dan anak kamu. Aku begini karena aku hanya ingin melihat kalian bahagia. Aku harus pakai bahasa apa biar kamu paham, aku nggak mainin hati kamu. Aku harus apa? Belajar buka hati sedikit demi sedikit buat aku nggak ada salahnya. Kasih tahu aku kalau aku salah, biar aku nggak ngulangin kesalahan yang sama."
Tiba-tiba saja kata-kata Bari membuat hatiku menghangat. Sesekali tangannya tergerak merapikan cadar dan hijabku yang entah kenapa. Entah berantakan atau bagaimana aku tak tahu. Dan anehnya aku tak ada niatan untuk menghindar, sebisa dan sepelan mungkin dia berusaha untuk tak menyentuh kulitku.
"Maaf ya, ini rambut kamu ada yang keluar, kurang naik cadarnya. Di iket lagi yang bener."
Aku hanya wanita biasa. Aku juga akan sama jadi korbannya jika aku menyambut senang apa yang dia lakukan. Aku sendiri tak tahu dan tak mengerti apakah yang dia ucapkan benar dari hatinya atau hanya bualan seperti yang dia lakukan pada wanita lainnya.
Istighfar Arumi. Jangan sampai kamu mengingkari kesombongan mu sendiri. Baru tadi kamu mengatakan tidak akan termakan gombal murahan darinya. Tapi jantung kamu seakan mengingkari ucapan tadi.
Tak berselang lama, kami sampai di tempat pemandian yang sudah ramai orang. Hal itu terlihat dari jumlah mobil yang terparkir di sana. tempat nya jika dilihat dari luar memang bagus dan luas. Banyak spot foto yang bagus untuk berbagai usia.
Caca sangat antusias begitu sampai di dalam wahana. Benar apa yang di katakan Bari tadi. Banyak pilihan kolam renang dan juga wahana permainan.
"Bunda aku mau masuk di kolam itu, ada ember besarnya," tunjuk Caca dengan kecerian yang tak bisa aku gambarkan dengan kata-kata.
"Itu agak dalam buat kamu sayang. Tinggi badan kamu belum sampai."
"Kan ada aku Rum. Biarin dia masuk sana, biar aku yang jaga. Kamu duduk aja jagain tas kita ya. Biar kayak pasangan lainnya. Tuh banyak kan yang nunggu anak suaminya renang." Bari kembali dengan jati dirinya serta menunjuk beberapa wanita yang sedang merekam dan duduk diam menunggu anak-anak mereka.
"Iya."
"Tumben nggak bilang tidak."
"Meles, ujung-ujungnya aku yang salah. Aku yang egois," kataku sedikit ketus lalu berjalan ke dudukan yang tak jauh dari kolam yang ditunjuk Caca.
Aku duduk di samping ibu-ibu muda juga. Jika aku tebak, mungkin anaknya masih balita. Aku melihat Caca dan Bari yang sudah masuk ke kolam. Caca terlihat bahagia dan tertawa tawa. Sudah lama aku tak mengajak anak itu ke pemandian.
Tak mau melewatkan kejadian langka ini aku mengambil ponsel dan merekam kebersamaan mereka.
Tak berselang lama, Caca dan Bari naik ke permukaan. Wajah bahagia tak dapat Caca sembunyikan dariku.
"Bunda aku mau mie."
"Iya bunda beliin dulu ya."
Aku melangkah ke kantin mini yang da di pemandian tersebut. Di tengah perjalanan tak sengaja aku menabrak seseorang.
"Maaf sa...."
Mulutku seketika terbungkam. Nafasku tiba-tiba saja naik turun dengan cepat. Memori lima tahun lalu tiba-tiba saja berputar di kepala. Tak sanggup melihatnya, aku memutar badanku dan berjalan cepat ke arah dimana Bari dan Caca sedang istirahat.
"Bari ayo kita pulang," ucapku dengan nada bergetar.
"Kenapa? Ada apa? Ada yang nyakitin kamu? Kenapa kamu kayak takut begini. Tenang dulu Arumi. Duduk." Bari meminta ku duduk dengan memberi sebotol air mineral. Dia terlihat ingin sekali menenangkan ku dengan sentuhannya, tapi dia ragu dan urung melakukan itu. Dia sudah bisa mulai menghargai ku sebagai perempuan.
Bersambung
emang sih Dinda org yg Dy cinta,tp bs Dy lgsg brubah psiko SM Arumi..
mamp*s aja Lo Arkan😠