Riana terpaksa menerima lamaran keluarga seorang pria beristri karena keadaan yang menghimpitnya. Sayangnya, pria yang menikahinya pun tidak menghendaki pernikahan ini. Sehingga menjadikan pria tersebut dingin nan angkuh terhadap dirinya.
Mampukah Riana tetap mencintai dan menghormati imamnya? Sedangkan sikap labil sering sama-sama mereka tunjukkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rini sya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terserang Virus Bucin
Entah benar apa tidak, seorang istri memang harus siap mencintai suaminya. Entah suami tersebut ia kehendaki atau tidak. Itulah yang sang ibu pernah katakan pada Riana.
Sekarang wanita ini kembali menangis dalam diam. Nyatanya, nasehat itu telah menancap di otaknya. Begitu mudahnya ia melupakan Yuan, pria yang ia cintai sebelum menikah dengan Langit. Lalu, nasehat dan pemikiran itu nyatanya begitu kuat membolak-balikan hati Riana.
Sejak ijab qobul Langit ikrarkan untuknya, sejak saat itulah hati Riana berjanji untuk mencintai, menghormati dan patuh pada sang imam. Sebaik dan seburuk apapun dirinya. Dan imbas dari janji itu, sekarang Riana malah merasa sangat bersalah meninggalkan Langit. Karena, yang ia tahu, ridho untuk suami yang sudah menikah adalah suaminya. Tetapi kembali lagi, Langit tidak menginginkannya, lalu untuk apa dia bertahan.
Ya Tuhan, ada apa denganku? Kenapa seberat ini meninggalkan rumah itu? Kenapa rasa ini lebih berat dari siksaan yang Mas Langit lakukan, tanya Riana dalam hati.
Tak dipungkiri bahwa saat ini ada gejolak dalam hati Riana. Antara mengakui bahwa dirinya telah jatuh cinta pada Langit atau dia membenci pria itu karena telah berlaku tak adil padanya.
Riana juga tak mengerti, mengapa rasa itu baru memeluknya sekarang? Kenapa rasa itu baru menganggu
nya sekarang? Bukankah ini bodoh! Mencintai pria yang berbuat jahat padanya.
"Mas, seburuk apapun dirimu. Aku tetap mendoakan yang terbaik untukmu. Semoga, istrimu sembuh. Ara tumbuh dengan baik. Dan maafkan aku, karena aku pernah membuatmu berada di posisi yang paling sulit," ucap Riana pada foto pernikahannya dengan Langit.
Riana menyunggingkan senyum sekilas. Memuji ketampanan pria itu. Ya, tak dipungkiri, bahwa pria berusia dua puluh delapan tahun itu memang sangat tampan. Lebih tampa dari mantan kekasih Riana. Ini menurut Riana sendiri. Langit sangat-sangat tampan. Pantas jika Yuta tak rela jika Langit berbagi hati dengan wanita lain.
"Aku memang bodoh, Mas. Maafkan aku," ucap Riana sembari menghapus air mata kerinduannya untuk pria yang kini mengobrak-abrik hatinya atas nama rindu. Atas nama cinta. Atas nama keikhlasan.
Riana mungkin sedang merasakan virus Bucin. Bahasa gaul anak jaman sekarang. Disakiti namun mencintai. Ditolak tapi ikhlas. Dihina namun sayang. Ya, mungkin seperti itulah rasa yang kini sedang bergelut dalam mendan hati wanita ini.
***
Bukan hanya Riana yang merasakan hal gila ini. Langit juga sama. Meskipun saat ini ada Yuta dalam dekapannya, Langit merasa hampa. Ia merindukan aroma Riana. Ia merindukan tutur lembut suara wanita itu. Ia merindukan suara nyanyian Riana ketika menidurkan Ara. Langit juga merindukan senyum Riana meski sering senyuman itu bukan untuknya.
Melamun dalam diam. Hatinya serasa mati rasa. Virus bucin itu ternyata sangatlah berbahaya. Terlebih ketika menyerang mereka yang baru menyadari ketika seseorang yang berarti itu pergi. Seperti yang dirasakan Langit saat ini.
Saat ini, antara ingin dan tidak bisa merealisasikan karena ganjalan untuknua itu sangatlah nyata. Sementara Langit hanya bisa diam tanpa berani melangkah.
Dua pilihan yang kini ada di hadapannya sungguhlah sulit. Ada Yuta yang membutuhkannya dan ada hati yang menginginkan hal lain. Langit tenggelam dalam dua hal tersebut.
Sedih, sudah pasti. Hatinya meronta mengajaknya mencari wanita itu. Andai bisa bertemu, Langit tidak akan meminta lebih. Ia hanya ingin menatap wajah ayu itu. Melihat senyumnya. Mendengar suara tawanya. Mendengar tutur lembut ucapannya. Tidak lain, tidak lebih, hanya itu.
Sayangnya, tembok penghalang antara dirinya dan Riana adalah nyata adanya. Yaitu Yuta.
Dari segi apapun, Langit sadar bahwa Yuta memang lebih berhak atas dirinya. Dari segi raga maupun hati. Karena Yuta lah yang pertama baginya. Sedangkan Riana hanya seseorang yang hadir. Belum tentu Riana adalah takdir. Meskipun Langit ingin.
"Pi!" panggil Yuta pelan.
"Hemm!" Langit tersentak dari lamunan.
"Tadi Papi bilang, Ria udah nggak ada. Emang dia ke mana?" tanya Yuta pura-pura tak tahu.
"Dia sudah kembali ke orang tuanya. Udah jangan bahas dia lagi, yang penting sekarang, kamu harus cepat sembuh. Biar Papi tenang kerjanya. Karena ada yang jaga Ara!" jawab Langit dengan senyum tulusnya.
Ih, dasar suami kere. Ogah aku jaga bayi! Apaan! Aku mau menikmati hidup, bodoh. Cari babysitter sana, minta orang tuanmu aja jaga! gerutu Yuta dalam hati. Namun, untuk menjaga perasaan Langit agar tidak memberontak padanya, terpaksa Yuta menahan isi hatinya tersebut.
Tak ada perbincangan lagi. Langit kembali mengelus rambut Yuta. Agar wanita ini tidur dan dia bisa melaksanakan niatnya. Setidaknya hari ini dia harus menemui orang tuanya.
***
Di sisi lain, Nana menyesal akan siap dan perbuatan sang putra. Padahal, saat ini, detik ini, dia dan suami menunggu etikat baik dari sang putra untuk meminta maaf pada mereka. Meminta maaf pada Riana.
Nana menunggu kedatangan Langit untuk memohon pada mereka. Meminta mereka untuk membawa Riana kembali. Berharap, Langit juga berjanji tak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Namun, apa, sampai matahari terbenam nyatanya sang putra sama sekali tidak menghubungi mereka. Tidak menunjukkan etika baik untuk meminta maaf. Tidak menunjukkan rasa penyesalan sedikitpun. Membuat Dayat dan Nana pun kesal.
"Sudahlah, Ma. Nggak usah ditunggu. Orang anaknya nggak mau kok ditunggu!" ucap Dayat mengingatkan.
"Anak itu memang bodoh, Pa. Kok bisa wanita sebaik Riana dia lepas begitu saja. Dan memilih wanita penyakitan itu!" ucap Nana menyesal.
"Namanya juga cinta, Ma. Mau gimana lagi? Kita do'ain aja semoga Langit sadar dan menyesali perbuatannya!" jawab Dayat tenang.
Nana diam. Namun jujur hatinya menangis.
"Andai saat ini Langit datang dan meminta maaf, apa yang akan Mama lakukan? Akankah Mama menuntuk Langit untuk datang ke tempat Riana berada?" tanya Dayat penasaran.
"Tentu saja, Pa! Mama seorang ibu. Dan jujur, Mama tidak rela Riana dan Langit berpisah!" ucap Nana jujur.
Dayat tersenyum licik. Sebab dia memiliki pendapat yang berbeda dengan sang istri.
"Kenapa Papa senyumnya begitu?" tanya Nana penasaran.
"Riana itu manusia, Ma. Perempuan pula. Perempuan itu harus dimuliakan. Bukan disiksa dan dibedakan begitu. Kalo menurut, Papa. Langit tak pantas mendapatkan wanita sebaik Riana. Jadi mau sampai kapanpun, mau merengek seperti apapun, Papa tidak akan mempertemukan mereka lagi Kecuali Tuhan yang berkehendak. Itu lain lagi ceritanya," jawab Dayat jujur.
Nana kembali diam. Entah mengapa ucapan sang suami serasa meremaa hatinya. Ada rasa tak rela namun juga tak berani menyalahkan pendapat sang suami. Karena sang putra memang keterlaluan.
Mendengar pendapat sang suami, mau tak mau, Nana pun harus menimbang kembali apa yang akan ia putuskan.
Bersambung....
Hay hay, jangan lupa mampir juga ke karya temanku dan berikan like komen terbaik kalian🥰🥰🥰
msh merasa paling tersakiti