Dea sudah menjadi sekretaris dan simpanan Arden Harwell selama 2 tahun. Disaat Arden akan menikah dengan wanita pilihan keluarga nya Dea memutuskan untuk menyudahi hubungan mereka.
Membuatnya dan Arden menjadi mantan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim.nana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 - Aku Tau
Belum sempat makan siang, Arden mendapatkan kabar dari Leon bahwa Dea berniat kabur darinya. Seketika itu juga darahnya mendidih, dia meninggalkan pertemuan di jam 2 nanti dan memutuskan untuk langsung pulang.
Memastikan sendiri dengan mata dan kepalanya jika Dea masih ada di apartemen.
Arden cukup merasa lega saat dia melihat wanita itu, meski kemarahannya masih berada di ubun-ubun. Susah payah Arden meredam kemarahannya sendiri, berulang kali dia terus menyalahkan diri sendiri agar tidak sampai meluapkan amarah pada Dea.
Bukan berjalan maju dan menghampiri Dea, Arden malah mundur dan duduk di meja makan.
"Siapkan makan siang, aku lapar," ucap Arden setelah dia duduk memunggungi Dea.
Dan Dea yang mendengar suara dingin itu tidak berkutik, bahkan dia bisa melihat dengan jelas kemarahannya Arden padanya.
Dea sangat yakin, jika Arden sudah tahu bahwa tadi dia berniat kabur. Membantah perintah Arden saat ini hanya akan mempersulit posisinya. Lantas dengan kedua tangan yang terasa dingin, Dea menyiapkan makan siang untuk Arden. Dia menghangatkan sayur yang dia masak tadi pagi. Lalu menyajikannya di atas meja makan.
Dea duduk di samping Arden dan menyiapkan makanan itu di dalam piring, lalu meletakkannya tepat di depan pria yang sedang marah ini.
Tanpa banyak kata Arden langsung makan hingga tandas tak bersisa, lalu minum pula dari air yang disiapkan oleh Dea.
"Jangan coba untuk kabur lagi," ucap Arden setelah perutnya kenyang, kemarahannya pun sudah sedikit mereda. Kini dia menggeser posisi duduknya dan menhadap ke arah Dea.
"Aku yakin aku tidak hamil, jadi biarkan aku pergi." Dea menjawab dengan menunduk, dia tidak berani bersitatap dengan mata tajam itu. Bukan takut, tapi dia lemah. Mata Arden selalu mampu membuatnya luluh.
"Terakhir kita melakukannya kamu belum suntik KB, padahal itu sudah lebih dari 3 bulan. Coba ingat-ingat."
"Malas! aku lupa!"
Arden terssnyum kecil saat melihat Dea yang memalingkan wajah, tidak menunduk lagi kini Dea membuang wajahnya jauh.
"Karena itu aku mengingatkan mu," balas Arden pula, dia bicara dengan suara yang lebih lembut. Padahal sungguh, Arden juga lupa akan hal itu. Tapi Arden sangat memahami Dea, jika sedang marah-marah begini Dea jadi melupakan banyak hal, bahkan lebih mudah percaya dengan apa yang orang lain ucapkan.
Dan mendengar itu Dea hanya diam, malas untuk mengucapkan apapun.
"Mau mu bagaimana? Aku kembali lagi ke kantor atau tetap tinggal di apartemen?"
"Pergi sana! siapa yang peduli!"
"Baiklah." Arden menjawab dengan singkat, lalu bangkit lebih dulu.
Mendengar pergerakan Arden yang mau pergi, hati Dea pun mendadak seperti dimasuki ruang kosong dan Dea sangat membenci rasa itu.
Dea menggigit bibir bawahnya kuat, manahan mulutnya agar tidak berucap untuk menahan kepergian Arden.
"Aku akan mengganti password nya, kalau kamu mau pergi biar pengawal mu tadi yang menemani." Arden kembali berbalik menatap Dea dan mengucapkan itu.
"Jadi kamu lebih percaya pada pengawal itu daripada aku? sampai pengawal itu tau password apartemen ini sementara aku tidak! bagaimana kalau dia berbuat macam-macam padaku!" kesal Dea, dia membalas tatapan Arden dengan matanya yang mulai menangis.
Dan sungguh, Arden tak kuasa untuk melihat air mata itu. Arden pun kembali menghampiri Dea.
"Jangan mendekat! aku membenci mu!"
Arden masih tetap berjalan, sampai akhirnya dia menarik Dea untuk masuk ke dalam dekapannya.
"Aku membenci mu!!"
"Iya aku tau."