Arabella seorang anak perempuan yang menyimpan dendam terhadap sang Ayah, hal itu diawali sejak sang Ayah ketahuan selingkuh di tempat umum, Ara kecil berharap ayahnya akan memilih dirinya, namun ternyata sang ayah malah memilih wanita lain dan sempat memaki istrinya karena menjambak rambut selingkuhannya itu.
Kejadian pahit ini disaksikan langsung oleh anak berusia 8 tahun, sejak saat itu rasa sayang Ara terhadap ayahnya berubah menjadi dendam.
Mampukah Arabella membalaskan semua rasa sakit yang di derita oleh ibunya??
Nantikan kisah selanjutnya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Sesampainya di rumah Sena langsung duduk dalam keadaan masih menggendong bayinya, bayi laki-laki yang sampai saat ini tidak diketahui oleh ayah kandungnya, tatapan Sena begitu dalam ada rasa haru dan bersalah karena menyembunyikan identitas sang anak.
"Ma, kenapa mandangin Adik Arkan terus, dia kan lagi bobok," celetuk anak perempuannya itu.
Sejenak Sena mulai mengambil nafas panjang. "Nak, boleh Mama tanya?"
Ara mengangguk secepatnya. "Tanya saja Ma," sahut anaknya itu.
"Apa Ara sangat menyayangi Adik bayi?" tanya Sena hati-hati.
"Mama ... Ara sayang banget sama Adik bayi, kenapa Mama seperti meragukan," sahut anak perempuannya itu.
"Enggak Sayang, Mama hanya memastikan saja, kamu tahu sendiri kan, Adik lahir tidak ada yang tahu, dia lahir sendiri Nak, tidak ada yang nyambut seperti kelahiran Ara dulu," ungkap Sena sambil menatap nanar.
"Ma, jangan sedih ya, kan ada Ara, biar Ara yang nyambut Adik bayi dan jaga Adik bayi, karena Ara gak mau Papa tahu, pasti kalau tahu Adik bayi mau diambil, dari dulu kan Papa tidak menginginkan Ara," sahut Ara dengan raut kecewa.
Hati Sena bagaikan tersayat oleh sembilu, mendengar kenyataan pahit yang keluar dari mulut anaknya sendiri, ia tahu dunia seolah tidak adil untuk anak perempuannya, padahal rumah ternyaman seorang anak perempuan adalah ayahnya sendiri, tapi bagaimana jika percikan luka itu dari ayahnya sendiri yang mulai.
"Sayang, sabar ya. Suatu saat nanti pasti Ara akan mendapatkan kebahagiaan," ucap Sena sambil mengelus rambut panjang sang anak.
Sementara Bu Marni ikut terharu mendengar cerita ibu dan anak itu, di kampung sini hanya Bu Marni saja yang tidak ikut menghujat Sena dan Ara, wanita paruh baya itu tidak mau menghakimi masa lalu seseorang, apalagi ia tahu sendiri, kalau anak yang dilahirkan Sena merupakan anak yang sah, anak yang hadir disaat perpisahan sudah tercatat.
"Mbak Sena, yang sabar ya, kalian berdua benar-benar perempuan kuat dan tangguh, semoga setelah kejadian ini, akan ada kebahagian diantara kalian bertiga," ucap Bu Marni.
"Makasih banyak ya Bu, atas semua kebaikan Ibu," ujar Sena.
Bu Marni mengangguk sebelum akhirnya keluar dari rumah Sena.
☘️☘️☘️☘️☘️
Di sisi lain, saat ini Ika juga sedang berjuang melahirkan seorang anak di ruang bersalin, dengan penuh perjuangan layaknya ibu melahirkan pada umumnya, keringat mengucur ke seluruh tubuh semua tenaga ia perjuangkan untuk mengeluarkan seorang bayi.
Namun sayang beribu sayang usahanya mengeluarkan bayi terbuang sia-sia karena siasat buruk yang sudah mendarah daging di dalam hatinya.
"Oeeek ... Oeeek ....," tangis bayi itu menggema memenuhi ruang bersalin.
"Buk selamat ya, atas kelahiran anaknya," ucap dokter yang membantu persalinan Ika.
"Makasih Dok, jangan lupa lakukan tugasnya dengan baik," perintah Ika terdengar seperti peringatan.
"Siap Bu, semuanya berjalan sesuai keinginan Ibu," sahut dokter itu.
Ika tersenyum puas, namun dibalik senyuman itu ada rasa penyesalan akan sebuah kehilangan.
"Maaf ....," hanya kata itu yang mampu ia ungkapkan terhadap dirinya sendiri.
Satu jam kemudian, Dirga tergesa-gesa mendengar Ika melahirkan seorang bayi yang berjenis kelamin laki-laki, dari acara meeting ia langsung datang ke rumah sakit untuk melihat seorang anak yang selama ini tengah ia nanti.
"Bu, ruang inap atas nama Ika Diana Sari dimana?" tanya Dirga dengan raut yang memancarkan aura kebahagiaan.
"Bentar ya Pak, saya cari dulu," ucap pegawai resepsionis itu.
Pegawai itu langsung mencari data Ika, dan tidak lama kemudian ia memberi tahu. "Pasien melahirkan yang bernama Ibu Ika Diana Sari ada di kamar 105 lantai dua."
"Baiklah terima kasih Bu," sahut Dirga lalu sedikit berlari untuk menuju ke ruangan Ika.
Dirga berlari menuju lift, pria itu seperti tidak mau melewatkan waktu untuk mengulur pertemuannya dengan bati laki-lakinya itu.
Pas di depan kamar 105 dada Dirga semakin berpacu kencang antara haru dan bahagia, namun entah kenapa pas menatap pintu kamar itu, bayangan Sena dan Ara tiba-tiba bertebaran di pikirannya.
"Sena ... Ara ... kalian ada dimana? Maaf untuk saat ini masih belum bisa menemui kalian," ucapnya, namun di sisi lain, dari dalam kamar inap itu terdengar suara bayi yang menjerit kencang.
"Ah, itu pasti suara bayiku," ujar Dirga yang segera menyudahi ingatannya terhadap mantan istri dan anak pertamanya.
Dirga mulai masuk ia pun dihadapkan dengan seorang perawat yang sedang menenangkan bayi yang sedang menangis kencang itu, sementara Dirga langsung menghampiri istrinya, yang terlihat pucat dan lemah.
"Sayang, kau tidak apa-apa kan?" tanya Dirga.
"Gak apa-apa Mas, oh iya itu anakmu sudah aku lahirkan, kejutan apa yang akan kamu persiapkan," ucap Ika dengan sedikit manja.
"Tenang Sayang, semua sudah aku atur, makasih banyak ya karena sudah melahirkan anak laki-laki untuk aku," ucap Dirga.
Sementara Sena tersenyum licik penuh dengan seringai di wajahnya, namun dibalik itu semua ada penyesalan yang tidak pernah orang tahu.
'Aku sudah melakukan semuanya, dan jangan harap aku akan melepasmu begitu saja, seumur hidupku, kau jangan pernah datangi istri dan anakmu yang sudah pernah mempermalukan aku,' ucap Ika di dalam hatinya.
☘️☘️☘️☘️
Sementara itu di sisi lain di rumah Sena saat ini tengah kedatangan tamu, seorang dokter yang menangani kehamilan Sena, ya tamu itu Dokter Rafli, yang merasa terkejut dengan kelahiran anak Sena yang tiba-tiba.
"Assalamualaikum ...," ucap dokter Rafli sopan.
"Walaikum Salam, sahut Sena sambil membukakan pintu.
Sena terkejut, dengan sosok pria yang ada dihadapannya itu, padahal satu Minggu yang lalu Sena sudah berjanji ingin melahirkan di rumah sakit Dokter Rafli namun Baby Arkan keluar lebih maju dari perkiraannya.
"Dok, silahkan masuk," ucap Sena sedikit gugup.
"Iya Sen, jangan gugup gitu dong, biasa saja," ujar Rafli dengan nada datarnya.
Sena tersenyum kikuk, karena tanpa berita apapun tiba-tiba saja ia memilih puskesmas tempat untuk melahirkan sang anak. "Dok maaf ya," ucapnya dengan nada lirih.
"Tidak usah meminta maaf, semuanya sudah terjadi, yang terpenting anakmu lahir dengan selamat," sahut Rafli.
"Iya Dok, tapi memang melahirkan di Puskesmas tidak ada di planning ku karena keadaan yang mendesak, jadi aku memutuskan di tempat yang terdekat saja," jelas Sena.
Rafli hanya menatap wajah Sena, sambil tersenyum sedikit. "Terus sekarang dimana bayi kamu, apa aku boleh melihatnya.
Sena terkejut bahagia, selama ini memang hanya Dokter Rafli yang begitu perhatian, bahkan dia rela mengasih vitamin bayi yang terbaik dengan harga percuma.
"Oh tentu boleh Dok, sekarang dia lagi tidur ditemani kakaknya," jelas Sena sambil menunjukkan kamar bayi.
Rafli pun langsung masuk ke dalam kamar atas ijin dari pemilik rumah ketika ia membuka pintu, pria itu bisa merasakan bagaimana telatennya seorang anak perempuan ketika menjaga adiknya.
"Shuuut ...," ucap Ara sambil menutup mulutnya sendiri dengan jari telunjuk.
Rafli yang faham ia hanya mengangguk saja, lalu mulai mendekat. "Ara, apa Om Dokter boleh lihat adik Ara," ujar Rafli seraya berbisik.
"Boleh, tapi hati-hati ya, gak boleh brisik nanti bangun," sahut Ara, anak perempuan itu terlihat menggemaskan dengan caranya sendiri.
"Iya, Om Dokter paham kok," ucap Rafli.
Rafli pun mulai menengok bayi Sena entah kenapa ada getaran hangat yang mengalir di dalam hatinya, rasa sayangnya mulai tumbuh di saat bayi itu di dalam kandungan, bahkan ia menyesali tidak bisa menyaksikan langsung bagi itu keluar dunia.
"Arkana, maafkan Om Dokter ya, tidak bisa menyaksikan langsung Arkana dilahirkan, tapi Om Dokter janji akan selalu ada waktu untuk Arkana," ungkap Rafli dengan perasaan haru.
Sementara itu Ara yang melihatnya perlahan langsung memegang tangan pria dewasa dihadapannya itu. "Om Dokter, kalau memang sayang dengan adik Ara, tolong ya, jangan pernah sakiti dia, karena Ara gak mau dia seperti Ara yang tidak diinginkan Papa Ara."
Deg!!!
Bersambung. ....
janji "aja tuh