Ketulusan Hati Istri Kedua
"Riana nggak mau jadi istri kedua. Pokoknya Riana nggak mau, titik!" bantah gadis cantik itu ketika sang ayah mendesak dan memintanya untuk menerima lamaran tersebut. Gadis cantik ini menangis sesegukan di atas sofa tempatnya duduk saat ini. Beberapa kali ia juga terlihat menghapus air mata dengan ujung bajunya.
"Ayah nggak mau tahu! Pokoknya kamu harus menerima lamaran itu!” Pria paruh baya itu mulai meninggikan suaranya. Sedangkan Riana hanya diam dan sibuk mengatur napas.
“Ingat Riana, kamu sekolah yang biayain siapa? Mereka. Ibumu sakit, siapa yang bantu biayain? Mereka. Dan sekarang kamu lihat, adikmu yang bantu kita nyekolahin, siapa? Ya mereka. Belum lagi kalo adikmu kumat sesaknya, siapa pula yang repot? Mereka. Mau ditaruh di mana muka Ayah kalo kamu nggak mau bantu mereka sekarang?" ungkit Pak Bayan menggebu-gebu, seakan sudah kehilangan akal untuk menghadapi penolakkan sang putri.
"Terserah Ayah, pokoknya Riana nggak akan pernah mau dijodohin. Apa lagi jadi istri kedua! Riana nggak mau, Yah! Pokoknya nggak mau!" tolak gadis cantik ini lagi.
Sayangnya Pak Bayan memiliki watak yang keras. Sehingga ia pun tak mau menyerah. Pria paruh baya ini kembali menekan sang Putri dengan berbagai cara. Termasuk mengingatkan apa yang pernah majikannya berikan kepada keluarganya.
"Coba kamu ingat lagi Riana, Ayah kerja di sana sudah lima belas tahun. Apapun yang kita butuhkan, mereka selalu mencukupi. Masak giliran mereka minta tolong, begini balasan kita! Astaga Riana! Hati dan pikiran kamu di mana? Lagian kamu dengar sendiri apa yang mereka bilang kemarin kan? Mereka bakal mecat Ayah, dan minta utang kita dibayar segera. Belum lagi mereka juga bilang, bakalan nyetop uang sekolah adik kamu, biaya pengobatannya. Kalo sudah begitu, kita mesti gimana Riana? Astaga! " desak Bayan lagi seperti frustasi.
"Iya, tapi membantu kan nggak harus menikah, Yah. Kalo mereka mau aku jadi pengasuh cucu mereka, oke Riana mau. Atau merawat menantunya yang sakit, ya nggak pa-pa, Riana mau. Tapi nggak kalo jadi istri kedua, nggak Yah! Pokoknya enggak! Riana nggak mau. " Tangis gadis ini pecah. Karena, ia mulai lelah menghadapi desakan sang ayah.
"Mereka maunya kamu nglayanin putra mereka. Bukan menantu atau cucu mereka. Menantu mereka udah ada susternya. Cucu mereka juga udah ada babysitternya. Nggak perlu kamu lagi buat ngurus. Intinya kamu ngurus tuan muda, sudah begitu. Astaga Riana! Mau berapa kali Ayah jelasin ke kamu! Hah!" Bayan terlihat ngos-ngosan. Ternyata menghadapi penolakkan Riana tak kalah melelahkan. Sepertinya jantungnya terpacu lebih kencang. Riana memang sukses membuat emosi pria ini melesat kuat.
Riana melirik kasal pada pria paruh baya yang sama sekali tidak bisa mengerti perasaannya ini. Rasanya ingin sekali ia berteriak, jika perlu mengusir pria itu dari hadapannya. Namun, Riana masih memiliki batasan. Mau bagaimanapun Bayan adalah ayahnya. Pria yang membesarkan dan merawatnya, setelah Risa, sang ibunda, menghadap Illahi. Bukan hanya itu yang membuat Riana kesal dan benci pada pria paruh baya yang ada di hadapannya ini. Bayan sepertinya lupa, bahwa Riana memiliki komitmen dengan seorang pria. Yang tak lain adalah temannya sejak SMA.
"Sudah jangan nangis lagi! Dia kan orang kaya Riana. Hidup kamu bakalan terjamin. Percayalah !" rayu pak Bayan lagi. Kali ini dengan suara yang sedikit lembut. Bermaksud menyentuh hati sang putri.
"Ayah pikir Riana wanita apaan? Soal rezeki Allah sudah menjaminnya untuk kita, Yah. Lagian, mas Yuan juga kaya kok. Dokter lagi. Kenapa nggak nikahkan Riana sama dia aja?" Balas Riana sengit.
Spontan Bayan pun naik pitam. "Siapa yang kamu sebut, Yuan? Pria tak punya niat menikahimu itu? Buktinya sampai saat ini, dia juga belum pernah menemui Ayah! Seperti itu pria yang kamu bangga-banggakan?" Bayan tersenyum sinis, meremehkan.
"Dia bukan nggak niat, Yah. Mas Yuan mau selesain kontrak PTTnya dulu. Ayah aja yang nggak sabar!" jawab Riana kesal.
"Terus keluarganya bakalan nerima kamu jadi menantunya? Jangan mimpi Riana! Kita ini keluarga tidak punya. Sudah gitu banyak utang pula. Ingat, biaya pengobatan ibumu mahal, sehingga membuat kita masih tinggal di kontrakan sampai saat ini. Belum lagi adikmu! Dia juga butuh biaya sekolah sekaligus ngobatin asmanya. Ini adalah kesempatan untuk kita memperbaiki ekonomi keluarga kita, Riana. Ya Tuhan! Ayah mesti gimana lagi jelasin keadaan kita ini ke kamu!" jawab Bayan mulai putus asa. Rasanya ingin sekali ia memukul anak gadisnya yang selalu membantahnya ini.
Sedangkan Riana juga tak kalah kesal pada sang ayah. Apa lagi pada keluarga yang bersedia membantunya, tetapi berpamrih itu. Ingin rasanya Riana marah pada mereka. ingin rasanya gadis cantik ini memaki mereka, andai berani. Ingin rasanya Riana mengucapkan segala sumpah serapahnya, andai bisa. Inikah balasan yang mereka minta dari seluruh bantuan yang mereka berikan pada keluarganya. Ya Tuhan, kejam sekali mereka.
"Bersiap-siaplah! Malam perwakilan keluarga mereka akan datang melihatmu. Cuci mukamu, Ayah nggak mau mereka melihatmu dengan keadaan seperti ini!" ucap Pak Bayan lagi sembari melangkah meninggalkan kamar sang putri.
Riana tak menjawab sepatah katapun perintah itu. Sebab ia benci ini. Dia benci dengan keadaan ini. Riana belum ingin menikah, apa lagi menikah dengan pria beristri. Angan itu sama sekali tidak pernah terlintas dalam benaknya. Itu bukan cita-citanya.
Riana ingin menikah dengan pria pilihan hatinya. Kekasihnya. Dan yang jelas harus saling mencintai. Tidak seperti ini, dijodohkan, dipaksa, terlebih menjadi istri kedua. Sungguh, Riana merasa harga dirinya hancur. Karena, baginya menjadi yang kedua tetaplah penyakit bagi rumah tangga orang lain. Mau semanis apapun itu. Posisinya tetap akan menyakiti hati wanita lain. Mau seikhlas apapun itu. Pasti akan ada titik di mana istri pertama merasa tersakiti. Dan Riana tidak mau begitu. Tidak mau berada dalam posisi seperti itu. Gadis ini kembali menangis menjadi-jadi. Membayangkan kenyataan yang ada dihadapannya. Ternyata dirinya hanyalah sebuah duri di dalam rumah tangga orang lain.
Namun, ia juga tak mampu menolak. Ancaman keluarga tersebut terhadap keluarganya juga tidak bisa dianggap remeh. Bagaimana jika ternyata mereka memecat sang ayah dan menghentikan pengobatan dan biaya sekolah sang adik? Sedangkan dirinya hanyalah guru honorer di salah satu Sekolah Taman Kanak-kanak yang ada di dekat rumahnya.
Jangankan untuk membayar hutang yang bernilai puluhan juta itu. Untuk ongkos dirinya berangkat mengajar saja, sering tekor. Itu sebabnya, selain mengajar, Riana juga membuka toko online untuk mencukupi kebutuhan pribadinya. Otak gadis ini serasa ingin meledak jika memikirkan kenyataan ini.
***
Di sisi lain, seorang pria tampan, juga sedang berada dalam dilema. Dia adalah Damar Langit. Pria dengan segala kesempurnaannya itu, sudah berkali-kali menolak usul kedua orang tuanya untuk menikah lagi. Dengan alasan tak ingin menduakan Yuta. Tak ingin melukai hati sang istri.
Namun, desakan dan ancaman kedua orang tuanya tak kalah membuatnya merasa goncang. Bagaimana tidak? Mereka mengancam akan menghentikan pengobatan Yuta, jika seandainya Langit tidak menuruti keinginan mereka.
"Kami menyuruhmu menikah lagi bukan tanpa alasan Langit. Lihat istrimu, mengangkat tangannya saja tidak bisa. Bagaimana mungkin dia bisa melayanimu?" desak Dayat, yang tak lain adalah ayah pria tampan ini. Pria paruh baya ini terlihat kesal karena sang putra, tidak mau mengerti apa maksud dan tujuannya memintanya untuk menikah lagi. Ini semata untuk kebaikan putra semata wayangnya itu.
"Mengertilah, Pa. Aku nggak mau menyakiti perasaan istriku. Fisiknya sudah sakit, Pa. Harusnya Langit membuatnya tenang, membuatnya bahagia. Bukan malah menyakitinya," jawab Langit. Masih berusaha menolak.
"Kamu yang tidak mengerti. Yuta sendiri menyetujui kok kalo kamu menikah lagi. Coba tanya saja kalo kamu nggak percaya? Dia juga ingin kamu ada yang ngurus, Langit. Ada yang melayani, baik lahir maupun batin. Zahra, putri kalian juga butuh ibu yang sehat. Yang mau menjaga, merawat dan mendidiknya. Bukan ibu yang sakit-sakitan begini!" ucap Dayat lagi.
Bagai tertusuk sembilu hati Langit. Orang tuanya seakan tidak memikirkan perasaannya. Begitu juga dengan perasaan Yuta, yang saat ini hanya diam, berbaring lemah, sembari menatapnya. Beberapa kali wanita itu terlihat menghapus air mata dengan jari-jari pucatnya.
Langit menatap sang istri. Ingin sekali ia memeluk wanita itu dan menenangkannya. Tetapi tatapan sang ayah seakan menghalanginya untuk melakukan itu.
"Sudahlah, Ma. Malas Papa ngadepin drama nggak bermutu ini. Mari kita pergi!" ajak Dayat seraya beranjak dari sofa.
"Pa, Langit mohon!" ucap Langit masih berusaha meminta belas kasihan kedua orang tuanya.
"Pokoknya kamu sudah tahu konsekuensi yang akan kamu terima. Terserah kamu mau pilih yang mana?" jawab Dayat perihal permohonan Langit. Pria paruh baya itu kembali menatap tajam ke arah Langit dan juga Yuta. Seakan mengisyaratkan, bahwa apa yang pernah ia sampaikan, bukanlah isapan jempol belaka.
Langit dan Yuta hanya bisa menelan ludah mereka. Karena mereka berdua sangat paham dengan maksud perkataan Dayat. Perihal konsekuensi yang akan mereka terima jika sampai menolak pernikahan ini. Sebab, Langit sendiri juga masih bekerja di bawah naungan perusahaan milik Dayat.
Bersambung....
Semoga suka, jangan lupa like komen n votenya ya...🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Hasrie Bakrie
Mampir ya
2023-02-21
0
lina
awal baca saja SDH nyesek thor gimana kelanjutannya ya ,tapi suka kok💪💪
2022-08-19
0
Winarti 151
mampir kk semngtt sllu🥰
2022-06-28
0