"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi. "Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!" "Eits, Mr, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!" "Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!" Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya. "Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Munggahan
"De, bentar lagi mau puasa, Kita ora munggahan iki? Aku juga belum tahu Bude sama Marni sekarang tinggal dimana." Juminten yang menahan keduanya saat akan balik dan nail becak.
"Ya main saja ke rumah. Munggahan mau dirumah Bude? Yowes kapan bisanya. Bell saja. Biar tak masakin."
"Kalau gitu gimana besok. Kan sekalian balik dari sini. Siapa tahu ada kabar gembira. Uang Kompensasi cair terus munggahan di rumah Bude. Nikmat toh!"
"Atur saja. Kalo memang mau besok, tak masakin dulu. Ajak aja yang lain."
"Sip! Tak aja yang lain."
*
"Ndok, besok masak opo toh yo buat yang mau munggahan disini."
"Apa ya Bude. Apa aja sih enak. Apalagi makannya sama-sama."
"Eh jangan lupa ajak si Leha. Biar ikut makan disini."
"Iya nanti Marni bell Mpok Leha."
"Oh ya Mar, buat orderan katering Babeh Ali buat pabriknya udah diomongin sama Leha? Gimana jadinya?"
"Kemaren Mpok Leha sudah ngasih tahu Marni Bude, katanya buat takjil setiap hari ganti, tapi selalu ada gorengan. Nah untuk sahur paketan nasi kotak plus air mineral dan buah. Jumlahnya 100 kotak."
"Itu buat Buka pakai nasi kotak juga apa enggak? Apa cuma takjilan aja."
"Oh iya ya. Nanti Marni tanya lagi sama Mpok Leha. Kemarin cuma bahas itu aja."
"Iya Ndok. Dipastikan. Terus Kita kan harus siapin bahan-bahannya dan stok yang bisa di stok. Tolong dihitung saja berapa jadinya, Bude terima beres. Wes tuek kalo itung-itung mumet kepala Bude."
"Iya Bude. Nanti Marni yang hitung berapa-berapanya."
"Ndok, selama puasa Bude tetep jualan sayur opo ndak ya?"
"Terserah Bude sih. Baiknya gimana?"
"Kalo Bude jualan saja gimana? Toh kan katering dikerjakan berdua. Nanti pagi Bude bisa jualan sayur dulu. Siang ke sore baru Kita buat takjil dan buat yang sahur kan bisa dikerjakan lepas taraweh."
"Bude gak kecapekan banget itu dobel-dobel jualan?"
"Insha Allah enggak Ndok. Tak coba dulu saja. Nanti kalau Bude gak sanggup ya Kita fokus di orderan Babeh Ali saja.
"Kamu mau bikin Jamu Ndok?"
"Iya Bude ada pesenan. Itu Ibu-Ibu yang suka nunggu anak-anaknya di SDIT yang ada di ujung lapangan pesen Jamu buat acara munggahan katanya."
"Walah, pantes ini pake botol-botol begitu. Jadi kayak Jamu-Jamu dijual online."
"Bude gaya banget tahu-tahu aja online-online."
"Loh jangan salah, biar wes tuek, Bude juga mengikuti."
"Bude, Bude, ada-ada saja."
"Besok biar seru munggahan pake daun pisang tak gelar saja. Biar berasa guyubnya."
"Wah enak tuh Bude. Pakai ikan asin jambal pasti bikin semangat yang makan.
"Iyo. Sayurnya Sayur Asem. Ben seger."
"Iya Bude, soalnya kan campuran yang mau makan gak semua wong jowo."
"Iya, apalagi ada Si Leha. Mana doyan dia makanan manis-manis."
"Sudah adzan Ndok. Bude duluan ya. Gantian nanti baru Kamu biar Bude yang gantiin lihat godokan Jamumu."
"Marni lagi libur Bude. Biasa ada tamu."
"Walah. Iya-Iya. Bude shalat dulu ya."
"Iya Bude."
*
"Sedep bener dah ah!" Mpok Leha menyeruput kuah sayur asem yang membuat selera makannya semakin meningkat.
"Bener toh! Iki asin jambal sama sambel plus sayur asem yo sueger bener!" Juminten asik sendiri sejak tadi gak selesai-selesai karena tambah-rambah terus.
"Yo makan yang enak. Bude masak banyak! Iki teri kacang bikin sendiri Leha?" Bude Sri memang sudah tak bisa makan banyak memilih sedikit nasi drngan teri kacang yang dibawa Mpok Leha.
"Iye Bude. Si Babeh kan demen banget makan nasi anget pake teri kacang balado begini. Bisa nambah."
"Babeh Ali itu umurnya berapa Mpok?"
"Kenape Mbak Jum, naksir emang?"
"Yo enggak. Lah bojoku mau dikemanakan. Cuma heran aja, masih gagah begitu."
"Kirain naksir. Tapi Babh emang masih mudanye ganteng Mbak."
"Lah Kamu tahu dari mana?"
"Ya kan ada foto-fotonye sama almarhum Enyak."
"Iyo, baru sadar, Babeh Ali udah lama berarti duda ya. Dari pas tahu udah duda. Cinta banget kayaknya sama Enyakmu Leha."
"Ho oh! Padahal dari dulu Si Babeh banyak yang mao! Dari Janda sampe Perawan pada antri!" Tapi tahu dah kenape Si Babeh ngak kawin lagi."
"Beda banget yo sama Juragan Basir, Lah Istri masih seger tuh Umi Halimah kurang cantik dan sholehah apa coba, malah kawin lagi modelan si Santi begitu. Eh yang ketiga juga mana masih muda banget!" Timpal Ratmi, sesama pedagang di pasar yang diajak Juminten munggahan dirumah Bude Sri.
"Lah itu sih gatel! Tapi ya Juragan Basir kan banyak duite. Kebunya luas, sawah ada, kontrakan berderet. Ya mungkin ceweknya juga mau karena banyak hartanya!"
"Bener itu Jum! Lah wong dulu itu Si Santi biduan. Penyanyi organ tunggal. Eh nyantol jadi bojone Juragan Basir."
"Nah kalo bojone yang ketiga kata yang kerja dirumah Juragan Basir. Itu tadinya yang kerja di salah satu toko milik Umi Halimah, lah malah diambil jadi bojo. Heran Umi Halimah opo gak makan ati tiap hari barengan begitu sama madu-madune? Aku walau miskin sih emoh dimadu!" Ratmi sambil menyeruput kuash sayur asem.
"Wes toh, Kalian ini makan yo sambil gibah. Oro pantes. Dah mangan yo mangan ae. Ra usah ngomongin wong!" Bude Sri mengingatkan.
"Iki bukan ngomongin toh De, tapi menyampaikan fakta."
"Same aje Jum, Mi! Lu mah ade-ade aje!" Geleng kepala Mpok Leha mendengar jawaban Ratmi dan Juminten.
"Eh iyo Leha, Kami ndak mau promil?"
Lirikan rajam Bude Sri kepada Juminten agar tak melanjutkan pertanyaan yang sensitif karena menyangkut keturunan.
Mpok Leha sudah menikah tiga tahun dengan Bang Udin, namun hingga kini belum juga memiliki keturunan.
Seketika raut wajah sendu terlihat dari wajah Mpok Leha.
"Maaf yo Mpok Leha, bukan maksudku begitu, tapi apa Kamu sudah pernah coba berobat, siapa tahu usaha di alternatif cocok. Atau ke Dokter. Maaf yo, Ora maksud apa-apa loh." Juminten ini memang tak bisa dibilangin, Bude Sri sudah melotot memperingatkan agar tak dibahas lebih lanjut.
"Wes toh! Urusan Rezeki, Anak dan maut itu hak Gusti Allah. Ora usah diurus sama Wong! Kalau memang Gusti Allah berkehendak pasti bisa. Dah Leha Ora usah dengerin Ratmi sama Juminten. Ga usah dipikirin. Kalo memang Kamu bakal punya anak nanti Gusti Allah kasih."
Bude Sri paham betul bagaimana perasaan Leha. Karena jauh sebelum itu Bude Sri sudah mengalaminya lebih dahulu bahkan hingga Suaminya memutuskan bercerai dengan dirinya.
Marni yang sejak tadi tak ikut bicara apapun bisa melihat ada airmata disudut mata Mpok Leha yang ditahan.
"Mpok, Saya mau ngobrolin soal orderan Katering, Kita ngobrol di dalam saja ya."
"Iye. Sekalian Gua juga mau kasih panjer titipan Babeh."
Saat Marni dan Mpok Leha masuk ke dalam, Ratmi dan Juminten sikut-sikutan.
Melihat tingkah keduanya Bude Sri geleng kepala, "Lain kali, punya mulut ya direm. Lidah tidak bertulangan tapi tajamnya bisa melebihi pisau kalau apa yang Kamu ucapkan tidak dijaga dan dipikir dulu sebelum berbunyi."
"Enggih De, maaf Aku gak maksud begitu."
"Iyo De, Aku gak ada niat buat bikin Mpok Leha sedih."
"Wes toh, jangan diulangi lagi. Tak sobek lambemu!"
Ka othor ngikutin berita update 😁