NovelToon NovelToon
Alena: My Beloved Vampire

Alena: My Beloved Vampire

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa Fantasi / Vampir / Romansa
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Syafar JJY

Alena: My Beloved Vampire

Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.

Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4: Lembaran Baru

Chapter 11: Janji Alberd

Di dalam ruangan dalam apartemen,

Cahaya matahari pagi menembus tirai jendela yang setengah terbuka, menciptakan pola cahaya keemasan di lantai kayu yang bersih. Suara burung yang berkicau samar terdengar dari luar, menambah kedamaian di ruangan kecil itu.

Diatas sebuah sofa, terlihat seorang pemuda tampan yang sedang tertidur, tampak pula selimut yang melekat ditubuhnya.

Albert perlahan membuka matanya, cahaya silau matahari pagi yang masuk melalui celah tirai menyambutnya.

"Ehmm.. sudah pagi.." ucapnya pelan.

Dia lalu bangkit duduk dan melihat ke arah ranjang tidur lalu melihat ke sekeliling ruangan seakan mencari seseorang.

Kemudian dia menunduk sambil mengusap matanya, melihat selimut yang menyelimuti tubuhnya.

Alberd menggenggam selimut itu dengan lembut, senyum kecil merekah di wajahnya.

"Alena... hanya dia yang selalu memperhatikanku seperti ini," gumamnya, rasa hangat menjalar di dadanya.

Dia perlahan bangkit berdiri, merapikan selimut dan meletakkannya di kasur.

"Kemana Alena pagi pagi begini..." gumam Alberd.

Hidungnya perlahan mengendus dan mencium samar samar aroma sesuatu yang enak.

"Bau makanan, siapa yang memasak? Apakah Alena?" tanya Alberd dalam hati.

Kemudian Alberd berjalan ke arah pintu, ketika dia membukanya, seketika aroma makanan tadi menjadi semakin kuat.

Dia lalu berjalan ke arah dapur,

Disana Alberd melihat seorang wanita berambut hitam panjang, sedang memasak dengan anggun.

"hmm.. ternyata Alena sedang memasak" ujar Alberd dalam hati.

Alberd berjalan pelan mendekatinya, lalu memeluk Alena dari belakang, merasakan aroma lembut lavender dari rambutnya yang tergerai.

"Aku tidak tahu memasak bisa menjadi pemandangan yang indah seperti ini," ucap Alberd sambil bersandar di pundak Alena.

Alena sedikit kaget lalu tersenyum kecil, tangannya terus bergerak mengaduk sup.

"Kalau begitu, bersiaplah menikmati hasilnya," balasnya ringan.

"Aku terbangun karena mencium aroma yang enak dan mengikutinya, dan ternyata itu kamu yang lagi memasak". Ucap Alberd sambil memperhatikan tangan Alena yang sedang sibuk.

"Iya.. aku memasak untuk sarapan kita pagi ini". Balas Alena.

"Aku tak tau apakah ini sesuai dengan seleramu, tapi semoga kamu menyukainya" tambahnya.

"Rambutmu harum, dan sedikit lembab, kamu langsung memasak setelah mandi?" tanya Alberd sambil mencium rambut kekasihnya.

Alena tersenyum lalu mengangguk pelan..

Alberd melanjutkan,

"Sebelum tersegel kamu sudah hidup selama 200 tahun, aku tidak kaget kalau kamu pandai memasak, pasti enak sekali" ucap Albert sambil perlahan melepaskan pelukannya.

Alena menjawab,

"Tentu saja, kalau memasak saja tidak bisa bagaimana aku bisa menghadapi calon mertuaku di masa depan" ucap Alena.

"Ah iya.. aku lupa kamu adalah vampir bangsawan sebelumnya." balas Alberd.

"Iya, kami bangsa vampir sejak bersahabat dengan manusia, kami mulai belajar memasak makanan manusia.. Keahlian itu diajarkan oleh mereka, dan kami mempelajarinya dari generasi ke generasi, termasuk diriku" jelas Alena..

Alberd mengangguk menanggapi cerita Alena, sambil melihat Alena yang sudah mulai menyiapkan makanan. Lalu dia membantu Alena menyiapkannya..

Alena tiba tiba berhenti dan melamun.

Tatapannya tiba-tiba kosong, seolah tersedot ke dalam kenangan lama. Tangan yang tadi gesit mengatur makanan kini terhenti, menggenggam sendok dengan lemah.

Alberd memperhatikan perubahan ekspresi Alena.

"Ada apa, Alena?" Alberd bertanya dengan nada lembut, matanya penuh kekhawatiran.

Alena menjawab sambil tersenyum,

"Tidak apa apa, aku hanya sedikit teringat masa lalu.. bagaimanapun juga mereka adalah keluargaku, meski aku ingin melupakan kenangan menyakitkan karena kehilangan mereka, bukan berarti aku harus melupakan mereka didalam hatiku. Aku tak mungkin melupakan keluarga dan asal usulku".

Alena lalu melanjutkan menyiapkan makanan..

Alberd tertegun sejenak, dia ikut merasakan apa yang Alena rasakan, hatinya sangat sedih dan ikut sakit..

Alberd mengelus kepala Alena dengan lembut. Lalu dia perlahan memutar tubuh Alena ke arahnya.

"Kamu tidak harus melupakannya.. keluargamu, mereka akan selalu hidup dalam hatimu, mereka pasti bahagia melihatmu sekarang. Kebahagiaanmu akan jadi kebahagiaan mereka.. " ucap Alberd sambil memegang wajah Alena dan menatapnya penuh perhatian.

Alena tersenyum menatap Alberd,

"Iya, kebahagiaan itu tampaknya sudah ada dihadapanku.." alena memegang tangan alberd yang sedang menyentuh pipinya.. Lalu perlahan memeluk Alberd.

"Apapun yang terjadi aku akan selalu ada untukmu, aku akan menemani setiap langkahmu, jadi izinkan aku untuk mengisi kekosongan itu, kamu tak akan sendirian lagi, ini adalah janjiku" ucap Alberd dengan penuh tekad.

Alena yang mendengar itu tak bisa menahan tangis bahagia dan semakin mengeratkan pelukannya..

Alena sudah mulai tenang, lalu mereka membawa makanan ke ruang tamu dan menyusunnya diatas meja..

"Ini cukup untuk tiga orang.." ucap Alena..

Lalu tiba tiba terdengar suara dari pintu apartemen Alberd.

Chapter 12: Alena bertemu Nina

"Suara apa itu?.. sepertinya ada orang diluar.." ucap Alena sambil menatap ke arah pintu.

"Hanya aku, ayah, ibu dan adikku yang tau kode pintu apartemen ini, itu mungkin adik atau ibuku" jawab Alberd.

Tak lama kemudian pintu apartemen terbuka,

Seorang gadis dengan rambut biru mengkilap melangkah masuk dengan gaya santai. Matanya yang tajam langsung menangkap sosok Alena, lalu bibirnya membentuk senyum menggoda.

Alena melihat gadis itu, wajahnya mirip Alberd begitu pula warna rambutnya.

"Tampaknya itu adik Alberd.." gumam Alena dalam hati.

"Kakak, kamu ternyata disini? Aku pikir kamu kemana, sudah 2 hari tak pulang, Aku kawatir" Ucap gadis itu sambil melirik singkat ke arah Alena.

"Ohh, Nina.. iya aku kemarin ada sedikit urusan jadi tak sempat pulang dan menghubungimu," ucap Alberd yang berdiri menyambut adiknya.

Alena bangkit dan ikut berdiri, dia melihat Nina sambil tersenyum ramah.

Nina membalas senyum Alena, lalu bertanya ke Alberd.

"Oh ya kakak, bisakah kamu kenalkan padaku, siapa kakak cantik ini?" ucap Nina sedikit menggoda.

"Ah ya.., ini Alena.. dan Alena, dia adalah adikku namanya Nina" ucap Alberd seraya memperkenalkan keduanya.

Alena menjulurkan tangannya dan tersenyum ramah,

"Halo, namaku Alena Shevani.. salam kenal".

Nina membalas senyum itu dengan semangat. Dia menggenggam tangan Alena dengan kedua tangannya, menunjukkan kehangatan.

"Halo, Kakak Ipar. Namaku Nina Geofani. Salam kenal juga!" Nina tersenyum menggemaskan.

Mendengar sebutan "Kakak Ipar," pipi Alena sedikit memerah. Dia menoleh ke Alberd, yang balas tersenyum kecil sambil menggaruk belakang kepalanya, terlihat sedikit salah tingkah.

"Ah, Nina, kamu pasti belum sarapan. Kebetulan, mari kita makan bersama," kata Alberd, mencoba mengalihkan suasana.

Nina langsung melihat ke arah meja makan. Aroma sup ayam yang harum tercium jelas di udara. Pandangannya terpaku pada makanan yang sudah tertata rapi di meja.

"Wow, ini pasti enak sekali! Sup ayam ini terlihat lezat, dan salad kentang ini juga. Siapa yang masak?" ujar Nina antusias seraya berjalan mendekati meja.

"Itu aku yang memasaknya," jawab Alena dengan lembut.

Mata Nina membulat.

"Wah, Kakak Ipar memang hebat! Baru pertama kali bertemu, tapi aku sudah kagum," balas Nina penuh semangat.

Ketiganya lalu duduk bersama di meja makan. Alberd dan Alena duduk berhadapan, sementara Nina memilih duduk di samping Alena.

Melihat pilihan adiknya, Alberd bergumam dalam hati, "Apa aku masih kakak kandungnya?"

Chapter 13: Dilema Alberd

"Oh ya, Kakak," tanya Nina sambil menyendok sup ke piringnya, "sudah berapa lama kalian saling kenal?"

"Eh… sekitar tiga hari," jawab Alberd, sedikit canggung sambil menyusun piring.

"Tiga hari? Serius? Aku pikir kalian sudah lama saling kenal," balas Nina, tampak terkejut.

Alena, yang menyadari kebingungan Nina, menambahkan,

"Aku bertemu kakakmu tiga hari yang lalu. Saat itu aku sedang diganggu oleh dua orang jahat. Aku sangat tak berdaya waktu itu. Saat aku hampir putus asa, tiba-tiba kakakmu datang menolongku. Dia melumpuhkan kedua penjahat itu. Aku sangat berterima kasih padanya."

Mata Nina berbinar penuh kagum. Dia menoleh ke Alberd.

"Wah.. kakakku memang luar biasa! Bagaimanapun juga, dia adalah ahli taekwondo," ucap Nina dengan nada bangga.

Alena tersenyum kecil ke arah Nina, lalu melirik ke Alberd sambil menjulurkan lidahnya sedikit, menggoda pria itu.

Alberd, di sisi lain, hanya bisa tersenyum canggung, meski dalam hatinya dia sedikit tersindir.

"Ah, Alena, kamu memutarbalikkan cerita itu…"

Dia mengingat dengan jelas bahwa sebenarnya dialah yang diserang oleh dua penjahat itu, dan Alena yang menyelamatkannya dengan kekuatan vampirnya.

Namun, Alberd tahu betul alasan Alena melakukannya. Wanita itu ingin menjaga harga dirinya di depan Nina. Melihat wajah penuh kebanggaan adiknya, Alberd tidak punya hati untuk membantah.

Tetapi jauh di dalam hatinya, Alberd merasa sedikit sedih. Dia menyadari kelemahannya.

"Aku seharusnya menjadi sosok yang hebat seperti yang diceritakan Alena kepada Nina. Aku seharusnya menjadi pelindung, bukan seseorang yang perlu dilindungi…"

Pandangan Alberd menunduk sejenak, tangannya menggenggam sendok dengan sedikit gemetar.

"Seandainya aku memiliki kekuatan yang cukup besar…" pikirnya dalam hati.

Setelah mendengar cerita Alena, Nina kembali menyantap makanannya. Namun, dari sudut matanya, dia memperhatikan perubahan ekspresi kakaknya yang tampak lebih diam dari biasanya.

Alena: (melihat Alberd terdiam)

"Alberd… apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat murung."

Alberd: (tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan perasaannya)

"Aku hanya memikirkan sesuatu… tidak apa-apa, Alena."

Alena: (mendekatkan tangannya ke tangan Alberd di meja, lalu berkata dengan suara lembut)

"Kamu tahu, bagiku, kamu sudah lebih dari cukup. Apa pun yang terjadi, aku tidak peduli seberapa kuat atau lemah kamu. Aku hanya ingin kamu ada di sisiku."

Nina yang sedang menyendok sup berhenti sejenak, memandangi mereka dengan mata berbinar, campuran rasa kagum dan geli.

"Aduh, kalian ini romantis sekali! Kakak, aku belum pernah melihatmu seperti ini sebelumnya, aku bahkan sempat sedikit khawatir karena sudah 5 tahun sejak terakhir kamu membawa wanita ke rumah. Pantas saja kamu tak membantah saat aku menyebut kak Alena kakak ipar" celetuk Nina sambil tersenyum lebar.

Alberd: (terlihat sedikit salah tingkah, menegakkan punggungnya sambil pura-pura batuk)

"Ah, Nina… makan saja, jangan terlalu banyak komentar."

Nina: (menopang dagu dengan tangan sambil memandang mereka berdua)

"Tapi serius, Kakak. Aku senang melihatmu seperti ini. Kamu terlihat bahagia… dan jujur saja, aku suka Kakak Alena. Dia sempurna untukmu."

Alena: (tersenyum ramah sambil memandang Nina)

"Terima kasih, Nina. Aku senang kamu menerimaku. Ini sangat berarti untukku."

Nina: (menggenggam tangan Alena dengan ceria)

"Ah, Kakak Alena, jangan sungkan-sungkan. Mulai sekarang, anggap aku seperti adikmu sendiri, ya. Kalau Kakak Alberd macam-macam, bilang saja ke aku. Aku pasti akan menegurnya!"

Alberd: (menghela napas panjang, menutup wajah dengan tangannya sambil menggumam)

"Ya ampun… aku ini masih kakakmu, Nina."

Ketiganya tertawa kecil, menghilangkan suasana serius sejenak. Namun, Alena tetap memperhatikan Alberd dengan penuh perhatian, memastikan kekasihnya merasa lebih baik.

Chapter 14: Kedekatan Alena dan Nina

Setelah selesai makan, Alberd menghela napas sambil berdiri dari meja.

Alberd:

"Nina, bisakah kamu temani kak Alena sebentar? Aku mau mandi dulu."

Nina menoleh sambil mengangkat alis, senyum nakalnya langsung terpampang.

Nina:

"Oke, Kak, jangan khawatir. Aku akan menjaga pacarmu dengan baik!" (sambil terkikik)

"Lagipula, aku tidak bisa membiarkan Kakak ipar tersayang ini mengurus piring kotor sendirian. Itu tidak sopan."

Alberd: (menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala)

"Baiklah… aku serahkan padamu."

Setelah Alberd berlalu ke kamar mandi, Nina menoleh ke Alena dengan senyum ceria.

Nina:

"Ayo, Kak Alena, kita cuci piring bersama. Sambil cuci piring, aku mau tahu lebih banyak tentangmu!"

Alena: (tersenyum lembut)

"Tentu saja, Nina. Aku juga ingin mengenalmu lebih dekat."

Keduanya berjalan ke dapur dan mulai mencuci piring bersama. Nina, dengan gaya cerianya, mulai menceritakan tentang dirinya dan masa lalu Alberd.

Nina:

"Tahu tidak, Kak Alena, Kak Alberd itu dulu orangnya sangat tertutup. Dia pernah pacaran, tapi..." (menghela napas sambil cemberut)

"Dia dihianati oleh mantan pacarnya dan sahabatnya sendiri. Sejak itu, dia selalu menutup diri dari cewek-cewek."

Alena: (menghentikan tangannya sebentar, terkejut)

"Aku tidak tahu… itu pasti sangat menyakitkan untuknya."

Nina: (mengangguk sambil tersenyum kecil)

"Iya, makanya aku senang sekali melihat dia sekarang. Dia terlihat berbeda. Lebih bahagia. Dan itu semua karena kamu, Kak Alena."

Alena: (tersipu, sambil melanjutkan mencuci piring)

"Aku tidak tahu apakah aku pantas menerima pujian itu, tapi terima kasih, Nina."

Nina tertawa kecil, lalu mendekatkan wajahnya ke Alena, seolah ingin membisikkan sesuatu.

Nina:

"Dan kamu tahu tidak, Kak Alena? Ada hal lucu tentang Kak Alberd yang aku yakin dia tak akan pernah kasih tahu kamu."

Alena: (menoleh penuh rasa ingin tahu)

"Apa itu?"

Nina: (tertawa pelan)

"Kak Alberd takut banget sama ulat! Serius, dia bahkan pernah hampir nangis waktu aku iseng taruh ulat mainan di mejanya!"

Alena langsung tertawa terbahak-bahak.

Alena:

"Benarkah? Dia takut sama ulat? Itu lucu sekali!"

Nina: (tertawa ikut-ikutan)

"Iya! Dan dia juga punya trauma dengan ketinggian. Kalau naik lebih dari tiga lantai tanpa lift, dia pasti pucat."

Tawa Alena semakin keras, tapi kemudian dia berhenti sejenak dan menatap Nina dengan pandangan lembut.

Alena:

"Nina, aku benar-benar bersyukur bisa mengenalmu. Kamu mengingatkanku pada seseorang…"

Nina: (mengernyit penasaran)

"Seseorang? Siapa?"

Alena: (tersenyum samar)

"Adikku… dia sudah lama pergi, tapi melihatmu membuatku merasa seperti mendapatkan dia kembali."

Nina terdiam sebentar, lalu memegang tangan Alena dengan erat.

Nina:

"Kak Alena, mulai sekarang anggap saja aku sebagai adikmu, ya. Aku nggak akan pergi ke mana-mana."

Alena: (tersenyum penuh haru)

"Terima kasih, Nina. Itu berarti banyak untukku."

Tak lama kemudian, suara langkah Alberd terdengar dari arah kamar mandi. Dengan rambut basah dan handuk di lehernya, dia keluar lalu melihat mereka berdua.

Alberd:

"Tampaknya kalian berdua sudah sangat dekat dan akrab, haruskah aku mulai cemburu?"

Nina: (tertawa kecil)

"Tenang saja, Kak. Aku hanya memuji Kakak ipar yang luar biasa ini."

Sebelum mereka sempat membalas, terdengar suara bel pintu apartemen. Nina menoleh ke arah pintu.

"Itu pasti temanku yang datang untuk menjemput."

Nina:

"Aku harus pergi sekarang, Kak. Tapi jangan lupa, Kak Alena, kita harus sering-sering ngobrol lagi, ya!" ucapnya sambil berjalan ke arah pintu.

Alena: (tersenyum lembut)

"Tentu, Nina. Hati-hati di jalan."

Setelah Nina pergi, Alberd mendekati Alena dan menggenggam tangannya.

Alberd: (tersenyum lembut)

"Aku senang kalian bisa akrab. Itu membuatku merasa lebih tenang."

Alena menatapnya dan mengangguk. Di dalam hatinya, dia merasa lebih diterima dan mulai membayangkan bagaimana menghadapi keluarga Alberd selanjutnya

Chapter 15: Kekhawatiran Alena

Setelah Nina pergi, Alberd masuk ke kamar untuk memakai pakaian, sementara Alena menata piring yang baru dicuci.

Kemudian Alena berjalan perlahan ke ruang tamu.

Dia duduk disofa seraya melamunkan sesuatu.

Beberapa saat kemudian Alberd keluar dari kamar, dan mendapati Alena yang sedang melamun sendirian diruang tamu.

Alberd menghampirinya dan berkata,

"Alena ada apa? Kamu melamun" tanya Alberd, lalu dia duduk disamping Alena.

Alena: (memeluk lututnya di sofa, dengan tatapan kosong)

"Alberd, aku tahu Nina ramah dan baik, tapi… bagaimana dengan orang tuamu? Bagaimana jika mereka tidak menyukaiku? Bagaimana jika mereka tahu siapa aku sebenarnya?"

Alberd: (mengepal tangan Alena dengan dua tangan)

"Alena, kamu tidak perlu khawatir. Orangtuaku percaya padaku. Jika aku mencintaimu, mereka pasti akan menerimamu juga."

Alena: (tersenyum kecil tapi ada kegelisahan di matanya)

"Tapi aku bukan seperti gadis biasa, Alberd. Aku berbeda… aku bukan manusia, aku menyembunyikan siapa diriku. Bagaimana jika mereka merasa aku berbahaya untukmu?"

Alberd: (mengusap lembut pipinya, menatap penuh keyakinan)

"Kamu memang berbeda, Alena, tapi perbedaanmu itu yang membuatmu istimewa. Aku yakin keluargaku akan menyadari betapa berharganya dirimu untukku. Kamu hanya perlu menjadi dirimu sendiri."

Alena: (menghela napas panjang)

"Aku hanya takut… Takut kalau suatu hari, kebohongan ini menghancurkan semuanya. Jika mereka tahu aku vampir, makhluk yang dibenci di masa lalu apa mereka tetap bisa menerimaku?"

Alberd: (menatap Alena serius)

"Kamu bukan makhluk yang dibenci, Alena. Kamu Alena, wanita yang aku cintai. Mereka akan melihatmu seperti aku melihatmu bukan sebagai vampir, tapi sebagai bagian dari keluarga."

Alena: (menunduk, air matanya menggenang)

"Keluarga? Hmm.. Kalau saja aku punya keberanian sebesar keyakinanmu, Alberd…"

Alberd: (mengangkat wajah Alena agar menatapnya)

"Kamu tidak perlu melakukannya sendiri, aku akan selalu di sisimu. Kita akan menghadapinya bersama, Alena. Aku janji."

Alena mengangguk,

Kemudian perlahan membenamkan kepalanya dipelukan Alberd.

Alberd membelai rambut Alena dengan lembut berusaha menenangkannya.

"Sore ini aku ada pertandingan, apa kamu mau menonton?" tanya Alberd.

"Aku mau.." balas Alena, seraya mengeratkan pelukannya.

1
Wulan Sari
critanya sangat menarik lho jadi kebayang bayang terus seandainya kenyataan giman
makasih Thor 👍 salam sehat selalu 🤗🙏
John Smith-Kun: Terima kasih, kebetulan ini novel pertama yang saya tulis, syukurlah klo ceritanya menarik
total 1 replies
Siti Masrifah
cerita nya bagus
John Smith-Kun: Thank u👍
total 1 replies
Author Risa Jey
Sebenarnya ceritanya bagus, ringan dan cocok untuk dibaca di waktu santai. Cuma aku bacanya capek, karena terlalu panjang. Satu bab cukup 1000 kata lebih saja, agar pas. Paling panjang 1500 kata. Kamu menulis di bab yang isinya memuat dua atau tiga chapter? ini terlalu panjang. Satu chapter, kamu buat saja jadi satu bab, jadi pas.

Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.

Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.

Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
John Smith-Kun: Untuk sifat asli Alena ada di bab 15 dan terima kasih atas sarannya
Author Risa Jey: 5.

Pengen lanjut baca tapi capek, gimana dong penulis 😭😭😭
total 5 replies
Dear_Dream
Jujur aja, cerita ini salah satu yang paling seru yang pernah gue baca!
Siti Masrifah: mampir di cerita ku kak
John Smith-Kun: Terima kasih🙏
total 2 replies
John Smith-Kun
Catatan Penulis:
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.

Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!