"Kulihat-lihat, Om sudah menua, apakah Om masih sanggup untuk malam pertama?" ucap Haura menatap Kaisar dengan senyum sinis.
Kaisar berjalan ke arah Haura dan menekan gadis itu ke tembok. "Harusnya saya yang nanya, kamu sanggup berapa ronde?"
-
Karena batal menikah dengan William, cucu dari konglomerat terkenal akibat perselingkuhan William. Haura Laudya Zavira, harus menerima dijodohkan dengan anggota keluarga lain atas dasar kerjasama keluarganya dan keluarga William.
Tapi siapa sangka, laki-laki yang menggantikan William adalah Kaisar Zachary Zaffan—putra bungsu sang konglomerat, pria dewasa yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Sembilan
Haura membuka rantang yang berisi nasi, rendang, balado udang dan tumis kangkung. Dia mengambilnya untuk diri sendiri. Dengan wajah cemberut Haura lalu membelakangi suaminya. Makan dengan lahap. Sepiring nasi dan lauknya habis dalam beberapa menit saja.
Saat Haura berbalik, dia melihat suaminya masih diam dan belum menyentuh bekal yang dia bawa. Wajahnya makin cemberut.
"Apa Mas tak mau makan? Tak enak masakanku ya?' tanya Haura dengan suara sedikit kesal.
"Aku mau makan pakai apa? Tak ada piring," jawab Kaisar. Dia sengaja tak mengambil piring, biar Haura yang melakukan agar wanita itu tak hanya diam, karena marah dengannya.
Haura berdiri dan mengambil piring yang ada di dalam ruangan. Dia lalu meletakan dihadapan suaminya tanpa suara.
"Ambilkan dong, Sayang. Tugas istri itu melayani suami. Kalau tak mau dosa loh!" seru Kaisar.
Haura menghentakkan kakinya ke lantai. Dia lalu mengambil nasi dan lauknya lalu menyerahkan ke Kaisar tanpa suara. Kaisar tak menyambut uluran piring istrinya.
"Mas, tanganku sudah pegal. Ini nasinya!" gerutu Haura.
"Buat Mas, ya. Tapi Mas mau di suapin," ujar Kaisar dengan suara manja.
"Aku capek," balas Haura.
"Kalau capek, biar nanti pulang kerja aku pijitin. Plus-plus lagi. Seluruh badan hingga kedalam-dalamnya," ucap Kaisar sambil tersenyum.
"Mas pikir aku gak tau maksud dan tujuannya mau memijat tubuhku," kata Haura dengan suara yang masih kesal.
Kaisar dengan susah payah mencoba menahan tawa. Tak mau nanti Haura makin marah.
"Sayang, memangnya menurut kamu apa tujuan aku memijat'mu? Tentu saja untuk menghilangkan rasa pegal," ucap Kaisar sambil menahan tawa.
Dengan cemberut, Haura tetap menyuapi Kaisar. Dia takut jika pria itu benar-benar tak mau makan dan asam lambungnya kambuh. Setelah makan diselesaikan dan telah minum. Haura langsung berdiri. Dia mau pulang. Masih kesal.
Kaisar yang melihat gerakan istrinya langsung memeluk dan menggendongnya.
"Mas, turunkan!" seru Haura.
"Aku mau menggendong kamu ke ruang karyawan. Aku mau minta maaf dihadapan mereka sebagai bukti keseriusanku."
Mendengar ucapan suaminya itu, Haura jadi cemas. Takut Kaisar memang melakukan hal konyol itu.
"Jangan gila, Mas. Apa nanti kata karyawan melihat kamu menggendongku?"
"Aku memang sudah gila, tepatnya tergila-gila pada istriku ini," jawab Kaisar.
"Kamu mau buat aku malu?" Kembali Haura bertanya.
"Siapa yang mau buat malu? Aku menggendong istri sendiri. Aku akan melakukan itu karena kamu tak mau memaafkan aku. Sayang, apa salahku? Angel itu datang sendiri, bukan atas permintaanku," ucap Kaisar dengan suara mulai serius.
"Lain kali kalau dia datang, Mas harus mengusirnya!" seru Haura.
"Aku telah mengusirnya, Sayang."
"Dorong keluar, atau panggil satpam jika tak mau keluar sendiri!"
"Baiklah Tuan Putri. Akan hamba lakukan sesuai perintah. Sekarang mohon maaf ya," ucap Kaisar dengan tulus.
Haura tak menjawab tapi kepalanya disembunyikan ke leher sang suami. Kaisar lalu mengecup kepala istrinya itu. Kaisar berjalan menuju sofa dan meletakan tubuh istrinya di pangkuan.
"Kita ke toko perhiasan ya, aku mau belikan kamu perhiasan model terbaru," ucap Kaisar. Kali ini dia mengecup wajah istrinya.
"Mas mau menyogok aku dengan perhiasan?" tanya Haura lagi.
"Bukan menyogok Sayang. Aku memang sudah terniat untuk membelikan kamu. Apa kamu tak mau?" Kaisar balik bertanya.
Tanpa berpikir Haura menganggukan kepalanya. Masa dibelikan seperangkat perhiasan menolak. Wanita mana pun pasti akan menerimanya.
Haura tak peduli ada yang mengatakan dirinya matre. Semua dia lakukan juga demi masa depan keluarganya. Perhiasan itu dia simpan sebagai investasi.
**
Seperti janjinya tadi, sepulang kerja Kaisar mengajak istrinya pergi ke toko perhiasan langganan keluarga mereka.
Mereka tiba di toko perhiasan yang memang megah. Pintu masuknya dihiasi dengan lampu-lampu kristal dan marmer yang bersinar. Begitu memasuki toko, Haura terpesona oleh berbagai tumpukan perhiasan yang berkilauan, dari gelang hingga kalung, semuanya memikat mata.
“Selamat datang, Pak Kaisar!” seru pemilik toko dengan penuh hormat. Mereka mengenali pria itu sebagai salah satu pelanggan. Kaisar memang membawa istrinya Haura ke toko perhiasan tempat Mama Kartini biasa memesan perhiasannya.
“Terima kasih,” jawab Kaisar sambil tersenyum. “Kami datang untuk mencari sesuatu yang istimewa.”
Pemilik toko tersebut mengangguk dengan cepat dan segera menunjukkan koleksi terbaru mereka di rak-rak yang didekorasi dengan elegan.
Haura melangkah mendekat, tangannya mengusap lembut perhiasan-perhiasan berkilau itu. “Mas, ini semua sangat indah!” gumamnya penuh kekaguman.
“Pilihlah, Sayang. Aku ingin memberimu sesuatu yang membuatmu tampak bersinar lebih terang lagi,” kata Kaisar sambil menatap Haura dengan penuh kasih.
Setelah beberapa saat memilih, Haura akhirnya menemukan seperangkat perhiasan yang tak bisa dia abaikan. Sebuah kalung berlian yang cantik dengan desain yang elegan, dan anting-anting yang sesuai. Dia lalu berbalik, wajahnya sumringah.
“Mas, ini luar biasa! Aku suka yang ini. Tapi … harganya …?”
“Tidak perlu khawatir tentang harga, Ra. Semua yang kamu mau, akan ku berikan,” jawab Kaisar dengan yakin. Dia lalu memanggil pemilik toko. “Bungkus ini semua," ucap Kaisar menunjuk ke perhiasan yang di pilih sang istri.
“Baik, Pak!” Pemilik toko tersebut segera mengemas perhiasan dengan hati-hati.
Haura melihat semua itu dengan rasa haru. "Mas, kamu baik banget. Aku … aku bahkan tidak tahu harus berkata apa.”
Haura memang berkata jujur. Tak mengira jika pernikahan yang awalnya dilakukan karena terpaksa ini, membuat dirinya sangat bahagia.
“Cukup berterima kasih dengan senyummu. Dan olahraga malamnya lebih sering dan lama. Itu sudah lebih dari cukup bagiku,” balas Kaisar dengan tersenyum simpul.
"Pikiran Mas selalu saja ke sana," ujar Haura dengan cemberut. Kaisar jadi semakin tertawa sambil mengacak rambut istrinya itu.
Setelah transaksi selesai, mereka keluar dari toko perhiasan dengan langkah riang. Kaisar mengajak Haura ke restoran favorit mereka. Suasana restoran romantis dengan cahaya lilin dan alunan musik lembut menambah indahnya suasana malam.
Mereka duduk di sudut yang tenang, jauh dari keramaian, sehingga hanya ada mereka berdua yang tenggelam dalam obrolan hangat. Pelayan membawa hidangan yang telah di pesan Kaisar.
“Kenapa Mas membawaku ke restoran begini?" tanya Haura. Dia malu karena pengunjung lainnya berpakaian mewah, sedangkan dirinya apa adanya karena tak menyangka akan makan malam di restoran romantis ini.
“Aku hanya ingin menjadikanmu yang paling istimewa dan bahagia di dunia ini,” ucap Kaisar dengan tulus.
Haura menatap dalam-dalam ke mata suaminya. “Dan kamu sudah membuatku sangat bahagia, Mas. Tiap hari bersamamu adalah anugerah.”
Mereka saling menatap seolah dunia di sekitar mereka menghilang. Namun, tiba-tiba suara pelayan kembali menyadarkan momen romantis mereka. “Maaf, Pak. Bu. Apakah sudah cukup pesanannya?”
“Ya, terima kasih,” jawab Kaisar sambil kembali tersenyum.
Setelah makan malam, mereka berdua memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar alun-alun kota. Kaisar menggenggam tangan Haura erat.
“Mas, kita mau kemana lagi?” tanya Haura sambil asyik mengamati lampu-lampu.
“Aku ingin menunjukkan bintang-bintang di atas kita,” jawab Kaisar. “Dalam banyak hal, setiap bintang adalah harapan. Kita pun punya harapan kita sendiri, bukan?”
“Yang terindah adalah harapan yang kita jalani bersama.” Haura membalas dengan lembut.
Mereka berhenti sejenak di tengah alun-alun yang dipenuhi orang-orang. Kaisar memandang Haura dengan penuh cinta. “Aku tahu kita pasti akan memiliki banyak tantangan di depan, tapi aku berjanji akan selalu bersamamu.”
“Selama kita bersama, aku yakin kita bisa melewatinya,” jawab Haura dengan percaya diri.
Kaisar lalu meraih tangan Haura, dan mengangkatnya ke udara. “Mari berjanji, akan selalu tersenyum dan saling mendukung, tidak peduli apa pun yang terjadi. Kita akan selalu bersama.”
Meski hanya sebuah janji, Haura merasa hatinya bergetar. “Ya, kita adalah satu kesatuan yang tak boleh terpisahkan.”
Malam semakin larut, dan bintang-bintang pun bersinar semakin terang seakan ikut merayakan cinta mereka. Dengan langkah yang pasti, Kaisar dan Haura melangkah bersama, membangun kenangan yang tak akan pernah pudar, seperti perhiasan di tangan Haura dan cinta mereka yang terus bersinar.
Sementara itu di sebuah restoran, Kayla tampak sedang kesal dengan calon suaminya William.
"Jadi kita pesta hanya di sebuah gedung biasa?" tanya Kayla.
"Gedung biasa gimana? Itu juga gedung yang cukup besar dan mewah. Memangnya kamu berpikir kita akan pesta dimana?" William balik bertanya.
"Hotel bintang lima seperti pernikahan Om Kaisar dan Haura," jawab Kayla.
William tertawa dengan sumbang mendengar ucapan Kayla yang terlihat sangat matre. Di gedung saja sudah sangat bersyukur, ucap pria itu dalam hatinya.
lanjut thor