Asmara di dua dimensi, ternyata benar adanya.
Bukti nyata yang di alami Widuri. Perempuan berusia 19 tahun itu mengalami rentetan keanehan setiap hari. Widuri kerap kali mendengar bisikan-bisikan masa depan yang tepat sesuai peristiwa yang terjadi di depan mata.
Mimpi berulang kali yang bertemu dengan pria tampan, membawanya ke tempat yang asing namun menenangkan. Widuri asyik dengan kesendiriannya, bahkan ia selalu menanti malam hari untuk segera tidur, agar bertemu dengan sosok pria yang ia anggap kekasihnya itu.
Puncaknya, 6 bulan berturut-turut, kejadian aneh makin menggila. Sang Nenek merasakan jika Widuri sedang tidak baik-baik saja. Wanita berusia lanjut itu membawa cucunya ke dukun, dan ternyata Widuri sudah ...
Ikuti kisah Widuri bersama sosok pria nya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ALNA SELVIATA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Berjalan-jalan
Kailash menaruh satu persatu bayinya di kereta bayi. Dua pasang kereta bayi itu siap menemani kedua irang tuanya jalan-jalan menyusuri taman di alam jin. Taman yang sangat masyhur indahnya di alam jin. Dua hari yang lalu, Kailash berjanji akan mengajak istri dan keempat anaknya menginjak kaki taman Samosa.
"Kita akan memakai kereta kuda yang lebih besar." Kailash sudah menyiapkan segala kebutuhan tamasyanya hari itu.
Widuri sudah betah di alam jin. Tak terlintas dipikirannya untuk kembali ke alam manusia. Kebahagiaan membangun rumah tangga sebagai perwujudan impiannya sejak kecil.
"Hmm, anak-anak Ibu mau jalan-jalan, suka ya, Nak?" tanya Widuri kepada keempat bayinya.
Wajah-wajah lugu bayi itu tersenyum. Mereka sangat bahagia sebab kedua orang tuanya mengajaknya bercanda. Widuri dan Kailash sengaja tak menggunakan jasa Ina. Mereka ingin menikmati perjalanan keluarga kecil mereka, walaupun sedikit kerepotan membawa empat bayi sekaligus.
"Kenapa dunia jin begitu mirip dengan kehidupan manusia? pakaian, makanan, dan pola hidup mereka sama?"
Kailash sedari tadi menyuapi buah Serana dan Andromeda. Dia mulai berfokus pada istrinya yang asyik melihat pemandangan sepanjang perjalanan.
"Itu karena kita memiliki kehidupan yang sama. Hanya saja manusia lebih harus bekerja keras, sedangkan kami mudah mendapatkannya. Itulah perbedaannya," jawab Kailash.
Sebisa mungkin Kailash akan menjawab pertanyaan berat itu dari Widuri tanpa membeberkan rahasia di langit dan bumi yang ia sedikit ketahui.
"Tapi kenapa nyaris semuanya sama? maksudku, apa kalian meniru kehidupan manusia atau ah, tidak mungkin kan kalau manusia meniru kalian? karena kami tidak melihat kalian," tanya Widuri. Istrinya seperti anak kecil yang ingin tahu segalanya.
Kailash mengajak mengobrol Andromeda yang sedari tadi mengerutkan alis. Nampak bayi bongsor itu memahami pertanyaan Ibunya.
"Lihatlah Ibumu Andromeda, dia penasaran dengan kehidupan kita. Apakah kau ingin menjelaskannya?"
Widuri yang kesal memukuli lengan suaminya. Bibirnya mengerucut tak karuan. Sanjana terkekeh melihat wajah lucu Ibunya.
"Lihatlah Sanjana, dia menertawakan mu," seru Kailash.
Widuri memandang Sanjana.
"Hei anak cantik, kau menertawakan Ibu? hmm? Ibu tidak akan membagi ASI untukmu, hmm?"
"Jangan Sanjana. Minta maaflah pada Ibumu, Nak. Biarkan ayah saja yang menerima hukuman."
Widuri terbahak-bahak melihat suami dan anak-anaknya kompak mengerjainya.
"Hmm, kita benar-benar keluarga cemara," ucap Widuri. Ia menggenggam erat tangan Kailash.
Kecupan mesra mengenai jidatnya. Kailash merasa harus mencari cara agar Arum tidak memutuskan pernikahannya dengan Widuri.
'Aku tidak bisa membayangkan, betapa sakitnya aku dan anak-anak tanpa kau disamping kami.' Kailash berucap dalam hati. Ucapan kegelisahan itu hanya bia ia pendam sendiri.
Kereta kuda besar itu tiba di jalan besar. Jalanan itu terbuat dari keramik yang mengkilap. Widuri berasa sedang berada di taman Dubai yang pernah ia lihat di TV.
"Ini luar biasa, air terjun itu apakah nyata?"
"Itu nyata bagi kami, tapi tidak bagi manusia, karena mereka tidak dapat melihatnya tanpa masuk ke alam jin."
Mereka berjalan menyusuri bunga tulip berwarna-warni. Widuri lagi-lagi merasa sedang berada di negara Switzerland. Dia mendorong kereta bayinya dengan wajah sumringah. Pemandangan yang hanya bisa ia lihat di lukisan dan di tv kini nyata terpampang.
"Ini sangat indah sayang. Di alam manusia, aku belum pernah ke tempat seperti ini."
"Aku tahu itu. Kau hanya menghabiskan waktumu dipabrik dan di kamar, heheh.."
Widuri mencubit pinggul suaminya. Mau marah, tapi ada benarnya juga. Hari-harinya hanya bekerja lalu istirahat. Tak ada istimewanya selain memberi nafkah kepada neneknya.
"Tapi, setiap hari aku akan menikmati keindahan ini. Aku akan mengajak empat anakku setiap minggu untuk datang kesini." Kata Widuri percaya diri.
Semilir angin bertiup berhembus mengenai wajahnya. Rambut panjang Widuri berkibar, pesonanya memang tak lekang oleh keadaan, sekalipun sudah melahirkan empat bayi, tetap saja auranya berseri-seri.
"Andromeda sangat mirip wajahmu," ucap Kailash.
"Jangan gombal terus. Jin dan manusia sama saja!"
Kailash mulai menggelar tikar. Dia juga menyusun berbagai makanan yang ia bawa dari rumah.Kakuna memasak masakan dari bahan makanan manusia yang di ambil saripatinya. Kaluna bahkan yang menyiapkan segala keperluan tamasya menantunya.
"Aku beruntung punya mertua seperti Ibumu," ucap Widuri kesekian kalinya.
"Aku sampai bosan mendengar hal itu. Heheh .."
Widuri makan puding coklat yang dihiasi buat stroberi. Sesekali ia menyuapi ke empat bayinya yang memang sudah bisa makan makanan lunak. Namun, matanya tertuju pada hutan disebelah sana. Danau besar yang membatasi antara taman yang ia tempati dan hutan lebat di ujung sana.
"Sepertinya aku pernah melihat hutan itu," gumam Widuri yang dejavu.
Kailash mendengar gumaman istrinya. Dia melihat hutan itu yang ia pikir biasa saja bagi mereka yang berasal dari alam jin.
"Benarkah? kapan sayang?"
Widuri berusaha mengingat-ingat. Dia merasa mengenali hutan itu karena bentuk pepohonan yang unik dan lebat.
"Aku pernah ke hutan sebelah sana. Aku ingat betul, itu di alam mimpiku juga, itu tempat kau tersesat, kamu ingat 'kan?"
Kailash tersadar jika ia memang pernah menyelamatkan Widuri dari hutan kampung sunyi jin. Tersesatnya Widuri id hutan kampung sunyi memiliki sebab dan pertanda. Tetapi, dulu Kailash tidak mau dijelaskan mimpi itu tanpa kesadaran dari Widuri sendiri.
"Aku baru sadar, kenapa aku bisa tersesat di hutan itu? kenapa aku bisa masuk? adakah alasannya Kailash?"
Kailash mengangguk sebagai jawaban. Aturan di alam gaib bagi seluruh jin, tidak boleh membeberkan rahasia gaib tanpa kesadaran dari manusia itu sendiri.
"Kamu sampai di hutan itu sebagai pertanda. Sebelumnya kamu melihat banyak tamu gaib yang hadir di malam kematian Yayang. Mereka-mereka itu penghuni hutan sana, biasa di sebut Kampung Sunyi."
Widuri yang tercengang meletakkan piring pudingnya. Dia berfokus pada Kailash yang masih ingin menjelaskan alasan Widuri dapat masuk ke Kampung Sunyi.
"Di hutan sana, ada penduduk-penduduk yang ingin tetap pada adatnya. Mereka tidak ingin ikut-ikut perkembangan kami. Sama seperti di dunia manusia, tidak semuanya ingin mengikuti perkembangan zaman. Mereka itulah salah satu kampung yang bertahan dengan adatnya. Kamu bisa melihat di sana gelap, karena mereka hanya memakai lampu pelita. Sangat jauh berbeda dengan kami."
Widuri membandingkan kota tempatnya sekarang dengan kampung sunyi yang pernah ia masuki. Kampung sunyi memang masih kental dengan tradisinya. Wanita-wanita disana hanya memakai kebaya jaman dulu serta prianya hanya memakai blangkon jawa. Rumah-rumahnya pun terbuat dari ayaman bambu.
"Lalu pertanda apa sehingga aku masuk disana?" tanya Widuri.
Kailash menunjuk ke hutan lebat itu.
"Kamu akan menemukan jawaban nya ketika disana. Jika kau ingin kesana lagi, aku akan mengantarmu. Tapi tidak sekarang. Ada anak-anak bersama kita."
"Tapi hal ini bukan membahayakan 'kan? bukan pertanda bahaya kan?" Tanya Widuri mulai khawatir berlebihan.
"Tidak, hanya saja mimpi itu pertanda ada salah satu penduduk disana membawamu masuk, tapi dia masih takut menampakkan diri padamu. Dia ingin bertemu denganmu, tapi dia takut bertanggung jawab kala itu," jelas Kailash.
bisakah bahasanya di ganti ke bahasa nasional?
agar para pembc bisa menikmati nya