Rubia adalah putri seorang baron. Karena wajahnya yang cantik dia dipersunting oleh seorang Count. Ia pikir kehidupan pernikahannya akan indah layaknya novel rofan yang ia sering baca. Namun cerita hanyalah fiksi belaka yang tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Rubia yang menjalani pernikahan yang indah hanya diawal. Menginjak dua tahun pernikahannya suaminya kerap membawa wanita lain ke rumah yang ternyata adalah sahabatnya sendiri.
Pada puncaknya yakni ketika 3 tahun pernikahan, secara mengejutkan suami dan selingkuhannya membunuhnya.
" Matilah, itu memang tugasmu untuk mati. Bukankah kau mencintaiku?" Perion
" Fufufufu, akhirnya aku bisa menjadi countess. Dadah Rubi, sahabatku yang baik." Daphne
Sraaak
Hosh hosh hosh
" A-aku, aku masih hidup?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyarui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan 33
" Apa sudah?"
" Ya sudah, terimakasih sudah membantu saya tadi."
" Bukan masalah, sudah sewajarnya buka. Kita kan rekan jadi soal bantu membantu merupakan hal yang sudah sewajarnya. Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya untuk menjatuhkan mantan suami mu itu."
Rubia tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya. Saat ini dia ingin istirahat sejenak. Dia ingin menyusun rencananya stelah posisinya sebagai Duchess dikukuhkan. Berarti setelah menikah dengan Theodore baru dia akan bergerak.
" Saya belum terpikirkan, mungkin nanti. Saat ini saya ingi istirahat sejenak."
" Ya bagus, pergunakan waktu mu dengan nyaman. Beritahu aku saja kalau kau memang ingin menghancurkan pria sialan itu. Aku dengan senang hati akan membantu mu."
" Terimakasih Theo."
Perjalanan menuju Duchy Adentine kali ini tidak dilakukan melalui gate teleportasi. Hal tersebut merupakan keinginan Rubia, dia ingin menikmati perjalanannya meskipun Theodore mengatakan bahwa jalan menuju Duchy akan lama dan juga sedikit berbahaya. Tapi Rubia tetap kukuh pada pendiriannya.
Rubia hanya ingin merasakan perjalanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya di kehidupan pertamanya. Selama menikah dengan Perion, dia seperti terkurung di mansion. Sebagai Countess pun dia sama sekali tidak pernah hadir di pergaulan sosial. Semua itu karena kesibukan pekerjaannya yang tiada pernah habis.
Dan, Rubia baru tahu bahwa ternyata selama ini banyak yang membicarakannya. Dia dianggap gadis desa yang tidak tahu tata krama bangsawan. Dia juga dibanding-bandingkan dengan Daphne.
Pernah Rubia mendengar, katanya Daphne yang lebih cocok menjadi Countess ketimbang Rubia. Semua itu karena Daphne lebih anggun dan sering menghadiri undangan bangsawan dalam pesta apapun yang digelar.
Namun pada waktu itu Rubia tidak memedulikannya. Ia lebih fokus dengan pekerjaannya. Dan pada akhirnya dia pun mati begitu saja, sendirian.
" Aku tidak akan begitu lagi," gumamnya lirih.
" Kenapa Rubi, apa yang mengganggu pikiran mu."
" Eh ... ."
Rubia terkejut, ia tida menyangka bahwa ucapannya yang sangat lirih tadi bisa di dengar oleh Theodore. Rubia lalu menggelengkan kepalanya, tanda apa yang ia pikirkan bukan lah apa-apa. Tapi karena Theodore sudah terlanjut mendengar, tentu dia tidak ingin berhenti ingin tahu.
" Katakan saja, kita sebentar lagi jadi suami istri. Aku harap kau bisa membagi keresahan mu."
Degh!
Kata-kata yang terucap dari Theodore baru saja membuat Rubia terkejut. Dulu ketika menikah dengan Perion, dia sama sekali tidak pernah mendapatkan kata-kata seperti itu. Yang ada Rubia diminta berusaha sendiri dan menjaga martabatnya sebagai seorang Countess. Jangan membuat malu Perion sebagai suami.
Rubia yang dulu masih sangat naif pun tunduk dan patuh. Dan salah satu nya ia menghindari undangan bangsawan, karena takut melakukan kesalahan. Jadi selain sibuk karena pekerjaan, dia juga merasa takut dengan semua ucapan Perion.
" Theo, bagaimana jika nanti saya membuat masalah setelah menjadi istri Anda? Bagaimana jika saya mengacau? Bagaimana jika saya membuat Anda malu? Lalu, jika saya tidak mau bekerja, apa Anda akan marah?"
Nyuuut
Hati Theodore berdenyut saat Rubia mengucapkan itu semua. Ditambah ekspresi Rubia yang tampak sendu dan kini wanita itu menundukkan kepalanya.
Dalam hati Theodore bertanya, apa yang sudah dialami wanita tersebut diusianya yang masih muda? Dan apa juga yang sudah diperbuat oleh pria bajingan itu sehingga wanita di depannya tampak begitu terluka.
" Rubi, lihat aku dan dengarkan baik-baik. Tidak peduli apapun yang kau lakukan nanti, kau tetaplah istriku. Meskipun kita menikah karena kesepakatan, kamu akan tetap mendapatkan hak mu sebagai istri seorang Duke. Kamu tetap akan dipandang sebagai seorang Duchess. Lakukan sesukamu, berbuat lah yang kau mau. Jika kau membuat masalah, maka aku hanya perlu membereskannya. Jika kau tidak ingin mengerjakan apapun, maka jangan lakukan. Kau hanya perlu memberi perintah kepada orang lain untuk mengerjakannya. Jadi, tidak perlu berpikir terlalu jauh. Lakukanlah apa yang kamu suka dan yang kamu inginkan. Itu lah tugasmu sebagai seorang Duchess. Kau mengerti?"
Rubia mengangguk paham, dadanya terasa begitu lega sekarang. Nafasnya yang tadi tersengal kini sudah kembali normal. Ia tidak menyangka bahwa Theodore akan berkata demikian.
" Ah iya, satu lagi. Aku ini punya rumor buruk di masyarakat. Duke Monster, seperti itulah mereka memanggilku. Jadi kalau kau ingin menjadi Duchess Monster, aku akan sangat senang sekali. Kita bisa menjadi pasangan Monster, bukan begitu?"
Hahahaha
Tawa lepas keluar dari bibir Rubia. Ini kali pertama Theodore melihat wanita itu tertawa. Dan satu kata terucap dari dalam diri Theodore, " Cantik."
" Ya? Maksud Anda?"
" Kamu cantik kalau tertawa begitu Rubi."
Wajah Rubia seketika terasa panas dan memerah. Secepatnya, dia memalingkan wajahnya ke arah jendela dan melihat ke luar.
Bersama Theodore, banyak hal baru yang ia dapatkan, termasuk pujian yang baru saja didengarnya.
Rasanya sungguh tidak bisa diungkapkan. Dia tidak pernah tahu jika pria yang dijuluki monster kejam dan seorang tiran itu bisa memuji wanita seperti tadi.
Rubia tidak tahu saja, di luaran Theodore memang bersikap demikian. Dia hanya bersikap lembut jika di depan orang-orang terdekatnya.
Perjalanan berlanjut mereka harus berhenti. Malam mulai datang, karena tadi berangkat sudah sangat siang, maka mau tidak mau mereka berhenti di jalan yang berada di hutan.
Sebenarnya inilah yang dikhawatirkan oleh Theodore. Dia tidak ingin membuat Rubia dalam bahaya.
Sebelum membuat perkemahan, Theodore meminta para kesatrianya memeriksa tempat terlebih dulu. Jangan sampai ada penyerangan secara tiba-tiba. Apalagi Theodore termasuk orang yang memiliki banyak musuh.
" Semua aman Yang Mulia," ucap Oliver. Dia memang dibawa oleh Theodore karena dia harus membawa Rubia ke Duchy.meksipun di sisi Rubia sudah ada Roky dan Rudin, tapi Oliver tetap dibutuhkan.
" Baik kalau begitu, Rubi turunlah, semua sudah aman sekarang."
" Terimakasih Theo, maaf jadi merepotkan."
" Tidak ada yang merepotkan jika itu untuk mu."
Rubia dan Mery masuk ke sebuah tenda yang sudah selesai di buat. Di depan tenda yang ditempati ada Rudin dan Roky yang berjaga. Mereka siap sedia berada di sisi Rubia. Namun Theodore tetap merasa tidak tenang. Yang membuat Theodore tidak tenang adalah karena dia tidak bisa mengetahui situasi yang ada di dalam tenda.
" Aku harus meletakkan kesatria wanita di sisi Rubia. Hmm siapa yang cocok ya."
" Dame Alexa, dia pasti cocok Yang Mulia."
Thedore baru ingat, dia memiliki satu kesatria wanita yang tak kalah hebatnya. Dame Alexa, seorang ahli pedang yang sangat mumpuni. Meskipun belum sampai di tahap sword master, tapi kemampuannya tidak diragukan.
" Ah benar, Alexa. Dia harus ada di sisi Rubia."
Aaaaaah!
Sreeet
Groooo
TBC