Kumpulan Kisah horor komedi, kisah nyata yang aku alami sendiri dan dari beberapa narasumber orang-orang terdekatku, semuanya aku rangkum dalam sebuah novel.
selamat membaca. Kritik dan saran silahkan tuliskan di kolom komentar. 😘😘😘😘😘😘
Lawor di mulai!!! 😈😈😈😈😈
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Cerita Horor Saat Pramuka
Tahun 1962.
Cerita Siti
"Beneran!! Riyono di culik oleh kuntilanak!" Seru Udin. "Kalau engga percaya, tanya saja ke Angga atau Efi. Ya kan?" dia menoleh ke arah Angga dan Efi secara bergantian mencari dukungan atas ceritanya. Saat ini, kami sedang berada di acara Pramuka akhir pekan yang entah sejak kapan menjadi kegiatan rutin siswa-siswi SDN Mulyorejo 30.
Aku harus mengulang kembali kelas 5, sedang Udin dan yang lain sekarang sudah kelas 6. Tapi, itu tidak menjadikan kami tidak berteman lagi. Kami masih menjadi teman dekat seperti dulu. Terutama si Joni, Ajeng dan Aditiya. Mereka sohib sejati ku.
"Itu kejadiannya sekitar sepuluh bulan yang lalu." Sahut Dika. "Saat itu kita sedang melakukan ritual jalangkung di Ba'an. Selanjutnya, kejadian kejadian aneh silih berganti bermunculan tanpa henti."
"Kita sudah sering menceritakan hal itu." Kata Angga. "Apakah ada yang mau bercerita mengenai hal-hal gaib?"
"Aku!! Aku!!" Seru Ajeng. "Ini kisah aneh yang aku alami sendiri!! Kisah ku saat di Desa Sumbermanjing Wetan. Dimana aku..." Dan Ajeng pun menceritakan kisahnya ya ada di bab 'The Legend Of Kuntilanak.' "Gimana? Apakah kalian percaya?" Tutup Ajeng.
"Wah, Kamu anaknya Kuntilanak?" Tanya Udin. "Jangan-jangan ibumu yang telah menculik Riyono."
"Itu, kayaknya tidak mungkin deh." Sahut Ajeng. "Soalnya, menurut cerita kalian, Kuntilanak itu dan kuntilanak yang aku kenal itu beda versi."
"Hahah. Bahkan kuntilanak pun banyak macamnya." kata Dika.
"Ibuku, dia selalu muncul saat aku membicarakan tentang dirinya lho." Kata Ajeng, dan suasana langsung berubah menjadi hening. "Hihihihihihi." Tawa menyebalkan Ajeng yang suka meniru kuntilanak memecahkan keheningan yang singkat itu. "Tapi ga usah kawatir. Dia ga bakalan menculik siapapun kok. Karena dia hanya ingin menjagaku saja."
"Ta... Tapi, ga usah pakai tawa Kuntilanak juga kali." Kata Efi. Efi yang aku kenal dulu, kini sepertinya sedikit berubah. Dia dulu sering sekali bersama Riyono, Angga, dan Dika. Tapi, saat ini dia begitu dekat dengan Bogel. padahal dulu dia pernah menolak cintanya Bogel. Sepertinya banyak kejadian yang terjadi selama aku sekarat.
"Jadi, siapa lagi yang ingin bercerita?" Tanga Angga, Angga kini menjadi pemimpin geng begundal SDN Mulyorejo 30 menggantikan Riyono.
"Aku." Jawab Singgih Puspita, dia teman sekelas ku dulu. Tapi sekarang dia sudah menjadi kakak kelasku seperti halnya Angga dan kawan-kawan. "Ini berbeda dengan kisah petak umpet yang aku ceritakan dulu. Ceritanya lebih menegangkan. Lebih..."
"Lebih horor?" Sahut Joni.
"Yoi. Lebih merinding syahdu. Ok. Langsung saja aku mulai ceritanya. Pada jaman dahulu...."
Nex
Cerita Singgih.
Cerita ini bermula saat aku dan teman-teman dari desa kocek tengah sedang melakukan bersih Desa. Bersih Desa itu ada beberapa acar, di antaranya ada membersihkan makam Desa, kedua tasyakuran di makam. Dan ketiga adalah penampilan wayang kulit. Hali ini sudah mengakar budaya di desa kocek tengah.
Semuanya baik-baik saja, semua berjalan dengan mulus tanpa kendala apapun. Itu yang kami inginkan tapi makam Desa kami itu sangat angker. Dulu, aku pernah mengalami kejadian yang cukup horor, Aku seolah di kejar oleh orang-orang mati, dan hampir di kubur hidup-hidup. Itu cerita lama, ada lagi cerita yang baru. Kejadiannya di hari pertama bersih Desa.
"Singgih dan anak-anak yang lain. Kalian bertugas menyapu dan mencabuli rumput di makam punden ya.?" Kata Pak RT ku yang bernama Khoirun. Tapi lebih dikenal sebagai Pak Kirun.
"Mencabuli?" Tanyaku.
"Eh, anu... Mencabuti rumput, bukan mencabuli."
"Tapi, disana angker. Ga mau ah." Kata ku. "Aku mending bersih-bersih di tempat yang lain saja."
"Tak kasih lima puluh perak per anak lho." Kata Pak Kirun.
"Siap laksanakan!!" Teriak para muda-mudi Desa Kocek. Tapi, aku tidak, aku masih trauma dengan kejadian beberapa bulan yang lalu. Tapi, apalah daya, aku tidak memiliki pendukung di pihak ku. Dengan berat hati, aku pun menyanggupinya.
Nex
Kerja bakti dimulai pada jam setengah enam pagi di hari Minggu. Ayolah, tahun 1962 hutan masih lebat. Di tambah lagi suasana pemakaman punden ini yang penuh dengan pohon beringin besar dan kamboja besar. Cahaya matahari tak kuasa untuk menembus pertahanan para dedaunan itu, apa lagi di pagi hari seperti ini.
Kabut tebal menyelimuti jalan setapak desa Kocek tengah. Udara sedingin es menyapu tubuhku. Begitu dingin dan membeku. Aku dan para muda-mudi sepakat untuk berkumpul di balai RT yang tak jauh dari rumahku. Sepertinya, aku adalah anak paling terkahir yang datang.
"Wooh, cebol ini datang paling siang." Kata Utama, walaupun dia tinggal di desa kocek selatan, tapi Desa Kocek yang terbagi menjadi tiga wilayah itu sepakat untuk bekerja sama untuk mensukseskan acara bersih Desa.
"Kalian kurang pagi datangnya." Jawabku sambil memeluk tubuhku sendiri karena kedinginan. "Serius nih mau bersih-bersih makam punden?"
"Uang lima puluh perak nya bos. Bisa buat beli rawon nguling." Sahut Wawan alias bonsai. Dia satu Desa denganku. Dia di panggil bonsai karena tubuhnya pendek, lebih pendek daripada aku, dan rambutnya kribo. Jadi mirip bonsai pohon beringin.
"Makanan Mulu yang ada di otakmu." Sahutku. "Utama, kamu masih ingat kejadian beberapa bulan yang lalu kan? Kamu ga takut?"
"Halah, setan nongol nya itu di sore dan malam hari. Sekarang kan masih pagi. Mereka masih pada tidur." Jawab Utama sambil memasang wajah mencemooh kepadaku.
"Terserah kalian lah. Pokoknya, kalau ada penampakan dikit aja, aku langsung cabut."
Nex
Dari balai RT ke makam punden, jaraknya lebih dari dua ratus meter. Jalannya naik turun, dan di kanan kiri jalannya ada tebing dan jurang. Di atas tebing dan di bawah jurangnya ada hutan belantara. Sebelas muda-mudi berjalan beriringan di sepanjang jalan kenangan menuju makam punden dengan riangnya.
Lima menit kemudian, kuburan punden berundak itu sudah terlihat. Dari kejauhan, kuburan itu mirip candi yang berundak-undak. Makam itu menunjukkan kasta masyarakat. Di tingkat paling bawah, di isi orang-orang dengan ekonomi paling sulit. Hingga di tempat paling atas, di isi orang-orang yang paling berduit.
Entah, itu kebijakan siapa. Tapi, yang pasti hal ini sudah turun-temurun dari jaman penjajahan Belanda yang terus berlanjut hingga sekarang.
Kuburan itu begitu menyeramkan, bahkan di pagi hari seperti ini. Suasana yang sangat jauh dari pemukiman dan di tengah-tengah hutan, menambah kesan mistis di dalamnya.
Saat kami memasuki area pemakaman itu, kami langsung mengerjakan apa yang menjadi tugas kami tanpa membuang waktu sedikitpun. Kami seolah-olah di komando oleh sosok gaib yang tak terlihat, bergerak sendiri tanpa ada yang menyuruh.
Aku membawa sebilah arit, dan langsung memotong i rerumputan liar di sekitar kuburan para warga yang telah berpulang ke Rahmatullah sambil mengucapkan salam dan doa di dalam hati.
Semuanya aman-aman saja. Tidak ada kejadian apa-apa, tidak ada barisan orang mati yang dulu pernah menyerang ku. Hingga beberapa jam kemudian, aku mendengar suara aneh dari atas salah satu pohon beringin yang ada di sana.
Suara itu seperti ada hewan yang sedang memanjat, lalu lompat kesana-kemari di dahan-dahan pohon beringin itu.
Aneh, di sini tidak ada yang namanya monyet! Tupai tidak mungkin bisa menimbulkan keributan seperti itu!! Kata ku dalam hati.
Aku lihat sekeliling, anak-anak yang lain sedang sibuk sendiri-sendiri. Ada yang sedang menyapu rerumputan yang sudah di potong, aja juga yang sedang membakar dedaunan kering dan rerumputan yang lain. Asap itu semakin membuat pandangan menjadi terbatas. Tak ada satupun di antara mereka yang merasakan ada sesuatu di atas mereka selain diriku.
Aku berpura baik-baik saja, dan melanjutkan kegiatanku. Tapi, semakin di cuekin, sosok itu semakin ribut di atas sana. Bahkan, dia melompat dari satu pohon ke pohon yang lainnya.
"Gaes? Kalian lihat sesuatu?" Tanyaku. Mereka yang sibuk dengan dunianya masing-masing langsung menghentikan kegiatan mereka dan berpaling kepadaku.
"Apaan?" Tanya Utama.
"Ada sesuatu di atas pohon beringin itu." Aku menunjuk ke pohon beringin yang berada tepat di tengah-tengah kuburan ini.
"Di atas pohon?" Utama menoleh ke pohon yang aku tunjuk. Wajahnya memucat, matanya terbelalak. Dan.... "Ha... Haaa... Hahahaa... Setan!!!"