Ziva adalah seorang penulis novel romantis yang di gemari banyak orang, suatu karya nya di notis oleh seorang sutradara.
namun mereka meminta Ziva untuk menambah sosok baru untuk membuat cerita lebih menarik lagi.
dan malam itu Ziva menciptakan tokoh figuran dengan kehidupan menyedihkan,di hamili oleh antagonis pria yang tergila-gila pada protagonis perempuan.
namun karena sesuatu yang terduga keesokan harinya, Ziva malah bertrasmigrasi ke tubuh figuran itu, dan sial nya dia berpindah setelah figuran melakukan malam panas nya.
bagaimana kelanjutan kisah nya, staytune yaaa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yulia setiani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18 sesuatu yang tidak tertulis di novel.
Agnetta terkulai lemas, dengan keadaan yang tidak bisa di katakan baik.
Pipi merah, karena tamparan kuat, bahkan hingga melukai sudut bibir nya hingga berdarah.
Lengan dan punggung nya lebam, karena di pukul oleh balok kayu, Agnetta menangis lirih.
Gadis itu meringkuk melindungi perut nya, dari mulai ia di pukul tanpa ampun, hingga selesai.
"Cepat lah mati. " ucap Tegar sinis.
Ia berdecak sambil menatap Agnetta yang meringkuk di atas tanah.
Memilih Mengabaikan Agnetta, kedua orang tua itu memilih pergi dari sana, meninggal kan Agnetta sendiri.
Melihat kepergian kedua orang tua nya itu, Agnetta menghela nafas lega karena nya.
Gadis itu mencoba bangkit dan berdiri, sesekali meringis karena luka baru yang dia Terima.
"Semoga kamu tidak papa nak. " gumam Agnetta yang masih duduk sambil mengelus perut datar nya.
Saat ia mencoba bangkit untuk berdiri, tiba-tiba kepala nya terasa sakit, membuat Agnetta mengerang kesakitan.
"Sakit... Sekali. " gumam Agnetta.
Gadis itu menjatuhkan dirinya ke atas tanah saat kegelapan mulai menghampiri nya.
Namun sebelum kegelapan merenggut kesadaran nya, ia melihat sosok pemuda berlari ke arah nya.
"tolong." lirih Agnetta, lalu dia pingsan.
"Tidak! Agnetta. " teriak orang itu.
***
Sedang kan di sisi lain, Silas berlari kesana-kemari mencari keberadaan Agnetta.
Entah lah, ia merasa tidak nyaman saat ini, hati dan fikiran nya terus berprasangka buruk tentang keadaan gadis itu.
"Kemana dia. " gumam Silas sambil menatap ke arah banyak nya orang di taman itu.
Tadi nya ia tidak akan mencari ke daerah taman, tapi melihat adanya bazar di sana.
Membuat Silas yakin jika gadis itu pasti akan langsung ke sini, apalagi begitu banyak nya jajanan kesukaan gadis itu di sini.
Saat sedang asik mencari, pandang nya terfokus pada tas di kursi panjang, dengan banyak nya keresek jajanan di sana.
Silas berlari mendekati tas itu, karena ia mengenal siapa pemilik nya, itu milik Agnetta.
"Kemana dia, kenapa tas nya di tinggal kan di sini. " gumam Silas.
Hingga pandang pemuda itu fokus ke arah depan, entah lah, seolah-olah ada sesuatu yang mendorong nya untuk datang ke sana.
Silas dengan membawa tas Agnetta, berjalan entah ke mana, ia hanya mengikuti naluri nya saja.
Dan saat ia berjalan, ia tersentak kaget saat melihat sesulet tubuh yang ia kenal, yang terbaring pingsan di tahan.
"Tidak! Agnetta. " teriak Silas sambil berlari mendekati Agnetta.
Pemuda itu memangku Agnetta dan melihat kondisi gadis itu, yang jauh dari kata baik.
"Apa yang terjadi. " ucap Silas khawatir.
Tanpa fikir panjang, pemuda itu langsung menggendong Agnetta dan berlari menuju rumah sakit.
"Tolong bertahan, aku mohon. " gumam Silas khawatir
Pemuda itu menghentikan taxi, dan langsung masuk ke dalam dengan Agnetta yang masih dalam gendongan nya.
"rumah sakit pak. " ucap Silas khawatir.
Pemuda itu bahkan melupakan mobil nya di parkiran universitas, karena khawatir dengan Agnetta.
"Kamu kenapa." gumam Silas sendu.
Ia mengusap sudut bibir Agnetta yang terlihat berdarah, ia juga mengusap pipi gadis itu yang memereh.
"Bagaimana kamu bisa seperti ini, dan... Sejak kapan. " gumam Silas khawatir.
Pandangan pemuda itu turun ke arah perut nya gadis itu yang masih datar.
Entah kenapa ia merasa bersalah, dan menatap sendu perut gadis itu, dengan gemetar, tangan nya mengelus perut gadis itu.
"Maaf hiks. " gumam Silas sendu.
***
Silas sudah sampai di rumah sakit, pemuda itu berlari dan memanggil suster untuk membawa Netta segera.
"Tolong selamat kan dia hiks dan.... Bayi nya. " ucap Silas putus asa.
"Baik, kami akan berusaha semampu kami. " ucap suster itu.
Netta di bawa ke ruangan IGD, silas menunggu di luar ruangan itu dengan hati gelisah.
Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Agnetta, atau bahkan bayi nya, calon anak nya kelak.
Dan berfikir, bagaimana bisa Agnetta bisa terluka seperti itu, ia tidak mau menduga-duga.
Silas mengambil HP nya dan menghubungi seseorang, dia adalah Gara.
"Ya tuan. " ucap Gara di sebrang telpon.
"Cek CCTV di daerah taman dekat universitas. " ucap Silakan datar.
"Baik tuan. " Jawab Gara.
Silas mematikan panggilan itu dan menatap pintu ruang IGD, rasa khawatir nya kembali menguak saat itu.
"Aku mohon bertahan lah. " gumam Silas lirih.
***
Sedangkan di sisi lain, Agnetta meringis sakit saat kesadaran nya mulai kembali.
Gadis itu membuka mata nya pelan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina nya.
"Eh, dimana ini. " kaget nya saat melihat sekitar.
Bukan nya tadi ia di pukuli di taman oleh orang tua nya, dan sebelum pingsan ia melihat Silas.
Ia kira Silas akan membawa nya ke rumah sakit, ya setidaknya walaupun dia membenci nya, saat ini.
Tapi apa apaan ini, ia berada di mana sekarang, tempat ini taman.
Tapi...
"Netaa." teriak seseorang dari kejauhan.
Agnetta menatap ke asal suara, di sana ada dua orang pemuda tampan, dengan pakaian sekolah berlari mendekati nya.
"Eh, mereka. " gumam Agnetta kaget.
Mereka Silas Frederick, dan juga... Robert Luther, kenapa mereka memakai pakaian sekolah?.
"Kamu kenapa bolos si, gak ngajak ngajak lagi. " keluh Robert setelah sampai di depan netta.
Agnetta mengerutkan kening nya bingung, apa maksud dari pemuda itu, ia menatap pakaian nya sendiri.
Dia... Memakai pakaian sekolah juga, sama seperti yang di pakai silas juga Robert.
"Hey, kenapa melamun. " tanya silas lembut sambil duduk di samping Netta.
"Kalian, kenapa ke sini. " tanya agnetta yang masih dalam kebingungan.
"Menemui mu lah, tega ya kamu ninggalin kita. " keluh Robert sambil bersandar di bahu Netta.
"eh." kaget agnetta.
"Ini tanggal berapa? , kita masih sekolah? . " kaget agnetta.
"Kamu kenapa si, sekarang tahun xx, kita kelas 11 SMA sekarang. " ucap Silas bingung.
Tunggu!!.
11 SMA, kapan itu?, perasaan Ziva tidak menciptakan latar belakang para tokoh nya saat sekolah dulu.
Karena latar belakang novel nya adalah perkantoran dan kampus, di saat ia kebingungan.
Agnetta meringis saat sebuah ingatan asing menghantam masuk ke dalam kepala nya.
"Eh, kenapa, Netta hey. " ucap Silas dan Robert kaget.
Melihat netta meringis kesakitan sambil memegang kepala nya, apa yang terjadi pada sahabat nya itu.
Sedang kan netta mematung sejenak, ingatan apa itu tadi, dalam ingatan nya itu dia, silas dan Robert adalah sahabat dekat.
"Kita sahabatan. " tanya Agnetta sambil menatap Robert dan juga Silas.
"Iyaa, kamu kenapa si, aneh banget. " ucap Robert.
"Iya, kamu sakit, kita kerumah sakit sekarang ayoo. " ucap Silas khawatir.
"Tunggu! " seru netta menahan pergerakan Silas dan juga Robert.
Tunggu dulu, ia harus mencerna situasinya saat ini, ia berada di masa lalu sekarang?.
Masa di mana Ziva tidak pernah tulis sama sekali dalam alur novel nya, apakah alur nya berubah.
'Tapi bagaimana bisaa? 'Batin agnetta kaget.
***