seorang gadis "bar-bar" dengan sikap blak-blakan dan keberanian yang menantang siapa saja, tak pernah peduli pada siapa pun—termasuk seorang pria berbahaya seperti Rafael.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lince.T, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kemenangan yang terbayang
Langkah kaki mereka semakin cepat, melintasi jalan-jalan sepi kota yang penuh dengan bayang-bayang malam. Liana merasa ketegangan menggelayuti setiap inci tubuhnya. Meskipun udara malam terasa dingin, tubuhnya terasa panas oleh perasaan campur aduk—antara rasa takut, harapan, dan determinasi yang semakin kuat.
Di sisi jalan, lampu-lampu jalan yang redup memberi sedikit cahaya, tetapi sebagian besar kota tampak seperti dunia lain yang terbungkus dalam gelap. Rafael memimpin mereka dengan langkah pasti, sementara Clara di belakangnya menatap setiap sudut dengan waspada.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah bangunan yang terlihat seperti gudang tua. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitar, dan itu adalah tanda yang baik. Rafael melangkah maju dan mengetuk pintu baja dua kali dengan kode yang hanya mereka bertiga tahu. Pintu itu terbuka perlahan, dan seorang pria muda berdiri di ambang pintu dengan senyum yang hampir tidak terlihat.
"Rafael," sapa pria itu dengan suara rendah, "semua sudah siap."
Rafael mengangguk dan melangkah masuk, diikuti oleh Liana dan Clara. Begitu mereka masuk, pintu tertutup rapat di belakang mereka. Liana menghela napas panjang dan melihat sekeliling—tempat ini lebih aman daripada yang dia bayangkan, tetapi tetap terasa seperti penjara yang tak terlihat. Semua jalan keluar tertutup, dan mereka harus memastikan Darius tidak bisa menemukan mereka di sini.
Di dalam ruang tersembunyi itu, Liana dan Clara segera duduk di meja besar yang dikelilingi oleh berbagai peralatan komunikasi dan peta-peta strategis yang tersebar. Rafael berdiri di depan papan yang dipenuhi catatan dan gambar-gambar yang menjelaskan setiap gerakan yang mereka lakukan selama ini.
"Ini akan menjadi langkah terakhir kita," kata Rafael, suaranya serius namun penuh harapan. "Darius sudah terlalu lama mengontrol segala sesuatu di kota ini. Kita tidak bisa membiarkannya menguasai kita lebih lama lagi."
Clara menatap layar komputer di depannya dan mengetik dengan cepat, mengakses data yang lebih mendalam tentang kekuatan Darius. "Aku sudah menemukan informasi baru. Darius masih memiliki beberapa jalur komunikasi tersembunyi. Jika kita bisa mengaksesnya, kita bisa memanipulasi langkahnya dan membuatnya terperangkap."
Liana berdiri dan berjalan mendekat. "Kita harus bergerak cepat. Jika dia menemukan kita sebelum kita selesai, kita akan berada dalam bahaya besar."
"Benar," jawab Rafael. "Kita harus menghentikannya dalam waktu yang sesingkat mungkin. Darius tidak akan memberi kita waktu untuk berpikir lama."
Liana merasa tekadnya semakin bulat. Semua ini bukan hanya tentang balas dendam pada Darius, melainkan tentang masa depan yang lebih baik, lebih aman. Setiap keputusan yang mereka ambil sekarang akan menentukan apakah mereka akan mengakhiri kekuasaan Darius atau menjadi bagian dari sejarah yang hilang.
Clara memutar kursinya dan melihat ke layar besar. "Aku sudah memetakan rencana. Kita akan mengakses jaringan pengawasan utama yang dimiliki Darius dan mematikan aliran komunikasinya. Begitu kita melakukannya, dia akan kesulitan bergerak."
Rafael mengangguk, matanya tertuju pada layar dengan ekspresi serius. "Kita hanya punya satu kesempatan. Jika kita gagal, ini bisa berakhir buruk."
Liana melangkah maju, menatapnya dengan penuh keyakinan. "Tidak ada kata gagal. Kita sudah sampai sejauh ini. Kita tidak akan mundur sekarang."
Rafael menatapnya lama, kemudian mengangguk perlahan. "Baik. Kita mulai."
Dengan semua persiapan yang telah mereka buat, mereka mulai mengimplementasikan rencana mereka. Clara dan Liana bekerja sama untuk mengakses dan mengubah data yang ada, sementara Rafael berdiri di dekat pintu, waspada terhadap ancaman yang mungkin datang.
Malam itu menjadi titik balik. Mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan akan mengubah segalanya, mungkin untuk selamanya. Namun, meskipun ketegangan memenuhi udara, ada rasa harapan yang perlahan tumbuh di dalam hati Liana. Mereka tidak lagi menjadi korban, mereka adalah para pembuat takdir mereka sendiri.
Rencana berjalan dengan lancar, dan beberapa jam kemudian, data yang mereka butuhkan sudah berhasil diubah. Semua jaringan pengawasan yang Darius miliki kini berada di bawah kendali mereka. Liana merasa dadanya terisi dengan perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya—rasa kemenangan yang terbayang begitu dekat.
"Tugas kita selesai," kata Liana dengan suara yang dipenuhi rasa lega. "Sekarang, kita tunggu apa langkah Darius selanjutnya."
Tapi meskipun keberhasilan ini memberi mereka sedikit kelegaan, Liana tahu bahwa pertempuran ini belum selesai. Darius masih memiliki banyak cara untuk melawan. Namun, mereka kini memiliki kendali lebih besar, dan itu memberi mereka kesempatan untuk akhirnya mengalahkannya.
Liana menatap Rafael, kemudian Clara, dengan keyakinan di matanya. "Ini baru permulaan."
Di ruang yang sunyi itu, ketegangan semakin terasa meski mereka baru saja berhasil melangkah maju. Rafael memeriksa setiap detil dari layar besar di hadapannya, matanya yang tajam memperhatikan setiap perubahan data yang muncul. Clara yang duduk di sebelahnya, mengetik dengan cepat, memastikan bahwa semua sistem dalam kendali mereka tidak terdeteksi oleh Darius.
Liana berdiri di dekat jendela, memandangi kota yang terhampar di bawah cahaya bulan. Jantungnya masih berdebar kencang, namun ada perasaan aneh yang mengalir dalam dirinya—perasaan bahwa meski mereka telah mendapatkan keuntungan, pertempuran besar masih menanti di depan. Dia tahu Darius tidak akan menyerah begitu saja.
"Ini bukan akhir," Liana berkata pelan, suara tegasnya menggema di dalam ruangan yang tenang.
Rafael menoleh dan mengangguk. "Benar. Darius akan tahu kita bergerak, dan dia pasti akan melakukan apa saja untuk menggagalkan kita. Kita harus siap menghadapi apa pun."
Clara berhenti sejenak dan menatap keduanya. "Kita sudah berada di jalur yang benar. Jika kita terus maju, kita bisa membongkar jaringan perdagangannya dan menghancurkan pengaruhnya. Tapi kita perlu waktu, dan kita harus bergerak dengan hati-hati."
Liana berjalan mendekat, menatap mereka dengan serius. "Waktu tidak ada di pihak kita. Darius lebih pintar dari yang kita kira. Jika kita menunggu terlalu lama, dia bisa mengambil langkah balasan yang bahkan lebih berbahaya. Kita perlu merencanakan serangan yang lebih besar."
Rafael menyandarkan punggungnya pada meja, berpikir sejenak. "Serangan besar... maksudmu kita menyerbu markas utamanya?"
Liana mengangguk. "Jika kita bisa mengalahkannya di jantung operasinya, kita akan menghentikan semuanya sekaligus. Tapi kita harus bekerja cepat, dan kita harus tahu persis ke mana kita melangkah."
"Dan kita harus menjaga agar Darius tidak menyadari gerakan kita," tambah Clara, dengan nada suara yang lebih serius. "Jika kita berhasil, ini bisa mengubah seluruh arah permainan."
Rafael memandang mereka berdua, kemudian tersenyum tipis. "Baiklah. Kalau kita akan melakukannya, kita harus melakukannya dengan cara yang bersih dan rapi. Kita tidak bisa membiarkan dirinya menebar kebingungan."
Setelah berunding beberapa waktu, mereka sepakat untuk mengatur serangan besar yang akan menghancurkan seluruh jaringan Darius. Rencana tersebut sangat berisiko, tetapi mereka tahu inilah satu-satunya cara untuk mengalahkan lawan yang begitu kuat.
Dengan keteguhan yang sama, mereka menyusun setiap langkah dengan hati-hati. Setiap orang punya peran yang jelas—Clara akan meretas sistem komunikasi yang dimiliki Darius, sementara Liana dan Rafael akan memimpin langsung serangan ke markas utama. Liana merasa darahnya mendidih dengan semangat. Mereka telah terlalu lama berada di bawah bayang-bayang Darius, dan sekarang adalah waktunya untuk mengakhiri semuanya.
Namun, meskipun rencana telah disusun, Liana tidak bisa menghilangkan rasa khawatir yang mulai merayap dalam dirinya. Apa yang akan terjadi jika mereka gagal? Apa yang akan terjadi jika Darius menemukan mereka lebih dulu?
Berpaling dari jendela, Liana menatap Rafael. "Kita benar-benar siap untuk ini, kan?"
Rafael menatapnya dengan tatapan penuh keyakinan. "Kita tidak punya pilihan selain maju. Ini adalah kesempatan kita, Liana. Kita tidak akan mundur."
Liana mengangguk pelan, merasakan dorongan tekad yang baru. Mereka akan berjuang, tidak hanya untuk melawan Darius, tetapi untuk semua orang yang telah terluka oleh kekuasaan kejamnya.
Serangan besar itu akan dimulai dalam beberapa hari. Namun, mereka tahu, meskipun kemenangan tampak semakin dekat, ini hanya awal dari perjalanan panjang yang penuh dengan bahaya dan pengorbanan.