Hanna Humaira, sosok wanita berparas cantik dengan hati tulus yang menaungi.
Di usianya yang kini menginjak usia 23 tahun, ia harus merelakan kebebasan masa mudanya, menjadi sosok single mother untuk putri semata wayangnya yang kini baru berusia 3 tahun, Maura Adira.
Hari-hari bahagia ia lalui bersama putri menggemaskan itu, hingga akhirnya kehidupan nya kembali terusik, saat sosok dari masa lalu itu kembali hadir dalam pertemuan yang tak terduga.
Apa jadinya jika laki-laki itu mengetahui bahwa kejadian malam panas itu membuahkan sosok gadis kecil dan bersikukuh untuk merebutnya?
Mampukah Hanna mempertahankan sang putri atau malah harus terjebak dalam pernikahan dengan laki-laki itu demi kebahagiaan sang putri tercinta?
Happy Reading
Saranghaja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Molla Dingin Myh...
°°°~Happy Reading~°°°
Jarum jam menunjukkan pukul 3 dini hari, langit masih gelap gulita, hawa dingin pun terasa begitu menusuk tulang, namun tak sedikitpun membuat Hanna berniat untuk menghentikan langkahnya.
Sesekali wanita itu memeriksa keadaan sang putri yang kini tengah lemas tak berdaya, meringkuk di gendongan nya dengan selimut tebal yang membungkus tubuh mungilnya.
Hanna panik, saat mendapati demam sang putri kian menjadi, memaksanya semakin mempercepat langkahnya, terus berlari menyusuri jalanan setapak yang tampak sepi tanpa seorangpun yang berlalu lalang.
" Sayang... Tolong bertahanlah... Bertahanlah untuk mommy sayang... "
Hanna mendekap tubuh lemas putrinya itu erat, lelehan air mata pun tak hentinya jatuh membasahi wajah cantiknya, putri nya demam tinggi, sudah berjam-jam lalu ia mengompres nya namun panas tubuh putri nya itu tak kunjung mereda, membuatnya semakin panik hingga akhirnya memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit di tengah fajar.
Di tengah langkah terburu itu, Hanna akhirnya bisa bernafas lega, saat di dapatinya sekumpulan orang yang kini tengah berjaga di pos ronda. Tanpa pikir panjang, ia pun mulai mendekat pada sekumpulan orang yang tengah sibuk bermain kartu itu.
" Pak... Tolong saya... Bisakah bapak mengantar saya ke rumah sakit? Putri saya demam tinggi... Saya takut, terjadi sesuatu dengan putri saya... " Sahut Hanna memohon belas kasihan.
Sekumpulan warga itu menatap Hanna dengan tatapan memicing, saling menatap satu sama lain penuh pertimbangan.
" Maaf mba Hanna, saya takut kena omel... " Kalimat itu terputus saat salah satu rekannya menyenggol lengan tangannya.
" Maaf ya mba, kami harus jaga ronda. Kalau di tinggal takut pak RT ngamuk... " Sahut warga lain mengambil alih.
Jaga ronda? Bukankah disana ada banyak orang? Tidak bisakah salah satu di antara mereka mengantarkan nya?
" Mba jalan aja ke depan, mungkin ada mobil yang mau mengangkut mba... " Timpal warga lain.
Membuat Hanna seketika itu bagai teriris sembilu, mengangkut? betapa kejamnya kata-kata itu untuknya.
Sebenarnya Hanna pun tahu hanya penolakan yang akan ia terima, namun... Ia masih berharap, setidaknya mereka masih memiliki rasa belas kasih pada sosok kecil yang kini tengah membutuhkan pertolongan. Namun, nyatanya, sama saja, mereka semua sama saja, tak memiliki hati nurani.
Hanna meninggalkan kerumunan itu begitu saja, kembali melangkahkan kakinya menyusuri tepi jalan raya yang terlihat begitu lengang, hanya satu dua kendaraan yang berlalu lalang dengan kecepatan tinggi, membuat Hanna pun tak mungkin bisa menghentikan nya.
" Hiks... Mommy... "
Tiba-tiba, terdengar rintihan dari si kecil Maura, membuat Hanna pun sontak semakin mempercepat langkahnya.
" Iya sayang... Mommy di sini... "
" Dingin... Molla dingin myh... " Keluh Maura, terlihat gadis kecil itu kian meringkuk di gendongan sang mommy.
" Iya sayang... Sebentar lagi kita akan sampai... Maura harus bertahan ya sayang... "
Hanna membetulkan selimut yang kini membalut tubuh mungil putrinya, semakin mengeratkan rengkuhannya, tak terasa air mata itu kembali merebak, jarak rumah sakit masih sangat jauh, sedang sang putri sudah semakin merintih, membuat Hanna kian merasakan sesak.
Mengapa takdir begitu kejam mempermainkan nya? Membuatnya berada dalam keterpurukan yang tak berkesudahan? Mengalami kesakitan yang begitu mendalam akan bayang-bayang masa lalu yang begitu kelam.
Bisakah ia meminta pada takdir untuk tak lagi mempermainkan nya? Tak lagi membuatnya terombang-ambing dalam perasaan sakit yang semakin membuncah tiap detiknya?
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Jangan lupa untuk like nya yah
Untuk booster othor nih buat update selanjutnya, wkwkwk
Happy Reading
Saranghaja 💕💕💕