Leo XII, Raja Kejahatan Dunia, adalah sosok yang ditakuti oleh banyak orang, seorang penguasa yang mengukir kekuasaan dengan darah dan teror. Namun, ironisnya, kematiannya sama sekali tidak sesuai dengan keagungan namanya. Baginya, itu adalah akhir yang memalukan.
Mati karena murka para dewa? Sungguh lelucon tragis, namun itulah yang terjadi. Dalam detik-detik terakhirnya, dengan sisa kekuatannya, Leo XII berusaha melawan takdir. Usahanya memang berhasil—ia selamat dari kematian absolut. Tapi harga yang harus dibayarnya mahal: Leo XII tetap mati, dalam arti tertentu.
Kini ia terlahir kembali sebagai Leon Dominique, dengan tubuh baru dan kehidupan baru. Tapi apakah jiwa sang Raja Kejahatan akan berubah? Akankah Leon Dominique menjadi sosok yang lebih baik, atau malah menjelma menjadi ancaman yang lebih mengerikan?
Satu hal yang pasti, kisahnya baru saja dimulai kembali!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Clock
Leon mendengus kasar, matanya menyipit tajam, dan seolah-olah memancarkan wibawa yang luar biasa. "Aku tidak mengenalmu. Minggir, jika kau ingin terus hidup." Perintahnya tegas, dengan kekuatan aura sang Raja yang seolah menekan udara di sekitar mereka, membuat Quartus terjatuh ke tanah, berlutut dengan seketika. Tekanan dari Leon begitu kuat, hingga Quartus merasa tubuhnya tertunduk dalam ketidakberdayaan.
Namun, yang mengejutkan adalah reaksi Quartus—bukan terkejut atau takut, melainkan senyuman bahagia terukir di wajahnya. Ia berlutut, bukan karena terpaksa, tetapi karena memang itulah yang ia inginkan. "Tekanan Raja begitu luar biasa," katanya dengan senyum lebar. "Bahkan saya, yang digadang-gadang sebagai salah satu yang terkuat, merasa begitu kecil di hadapanmu."
Quartus mengangkat kepalanya dengan hormat, tatapannya penuh rasa hormat yang mendalam. "Maafkan saya jika saya telah mengganggu. Kebenaran tentang kebahagiaan saya dapat bertemu denganmu adalah sesuatu yang tidak bisa saya sembunyikan. Kami, Clock, adalah organisasi yang berdiri untuk melayani Raja Kejahatan Dunia itu sendiri," katanya dengan tulus.
Leon hanya mengangkat alis, ekspresinya dingin. "Melayani aku? Aku tidak ingat pernah mendirikan organisasi untuk menjadi anjingku," jawabnya, suara Leon tak terdengar berbelas kasihan sedikit pun.
Quartus tidak tampak tersinggung sama sekali. "Itulah kenyataannya, Yang Mulia. Kami adalah organisasi yang terbentuk atas kehendak salah satu kesatria keji milik Anda," kata Quartus, tetap dengan penuh hormat.
Mata Leon berkilat dingin. Ia menekan lebih kuat, dan Quartus terhuyung-huyung. Tubuhnya seolah terhimpit oleh tekanan tak terlihat, dan tanah di bawahnya retak, membentuk pola yang seperti akar laba-laba, menyebar ke seluruh jalan kota. Leon menyuarakan pertanyaannya dengan tajam, penuh ancaman. "Katakan dengan jujur, siapa di antara keempat orang itu yang memberikanmu perintah?"
Quartus merasakan tekanan itu semakin berat, tubuhnya mulai tenggelam ke dalam tanah, dan keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Ia terbata-bata, "Kael Wretched... beliau adalah orangnya," jawabnya, cepat dan penuh ketakutan.
Mendengar nama itu, Leon menarik tekanannya. Quartus merasa lega, nafasnya mulai terasa lebih mudah, meski tubuhnya hanya bisa berlutut, tidak berani untuk berdiri. Leon memegang kepalanya, seolah merasakan sakit kepala yang datang begitu saja. Ia menghela napas berat, "Kael... bocah itu memang seorang fanatik," gumamnya pelan, lalu menatap Quartus dengan serius. "Terserah padamu, tetapi jika kau bertemu Kael lagi, katakan kepadanya untuk tidak terlalu berlebihan."
Leon memberi isyarat kepada Fiona dan Mauve untuk melanjutkan perjalanan mereka. Tanpa menunggu lebih lama, ia melangkah pergi. Quartus tetap berlutut, tidak berani mengangkat kepala. "Tentu, perintah Anda adalah mutlak, Yang Mulia," katanya dengan penuh penghormatan, suaranya hampir terdengar seperti bisikan.
Leon membawa Fiona dan Mauve meninggalkan Quartus yang masih berlutut.
.
.
.
Fiona menoleh ke arah Leon, matanya penuh rasa ingin tahu. "Kenapa kamu terlihat begitu lelah mendengar nama Kael? Bukankah dia anak buahmu?" tanyanya dengan nada yang sedikit tajam.
Leon melirik Fiona, siap untuk menjawab, tetapi sebelum dia sempat berkata apapun, Mauve lebih dulu membuka mulutnya. Tertawa sinis, Mauve menyapa Fiona dengan sindiran tajam. "Kamu berani menyebut dirimu kekasih tuan Leo, tapi tidak tahu hubungan antara Tuan Leo dan Empat Kesatria Keji?" kata Mauve dengan nada mengejek. "Sungguh memalukan. Kalau aku jadi dirimu, aku akan mencari lubang dan mengubur diriku sendiri," lanjutnya dengan senyum sinis yang jelas menunjukkan rasa superioritas.
Fiona sama sekali tidak mempedulikan Mauve, matanya tetap tertuju pada Leon, seolah tidak ingin kehilangan perhatian dari pria itu. Mauve, yang menyadari hal itu, membelalakkan matanya dengan marah, bibirnya merengut tanda kesal.
Leon akhirnya menghela napas panjang dan berbicara. "Kael Wretched, bocah itu adalah seorang fanatik," kata Leon, suaranya terasa berat. "Aku sudah bisa menebaknya. Clock, organisasi ini, dibentuk untuk melayani Raja Kejahatan Dunia."
Fiona mengerutkan kening, masih kebingungan. "Apa masalahnya?" tanyanya, tak mengerti apa yang membuat Leon tampak begitu gelisah.
Leon menatap Fiona dengan tatapan serius. "Berbeda dengan tiga lainnya, Kael itu berbeda. Dia hanya setia kepada Raja Kejahatan Dunia, bukan kepada Leo atau Leon," jawabnya. "Jadi, selama ada seseorang yang bisa membawa nama Raja Kejahatan Dunia, Kael akan setia mati untuk orang itu."
Fiona mengangkat alis, sedikit terkejut. "Bukankah itu bagus? Maksudku, kamu adalah Raja Kejahatan Dunia."
Leon tersenyum masam, senyum yang lebih menyerupai sebuah kebencian yang terpendam. "Bagus jika semudah itu. Tapi jujur saja, aku cukup membenci gelar itu," jawabnya dengan nada yang penuh ketidakpedulian, matanya menjauh, seolah menghindari percakapan lebih lanjut.
Fiona tidak melanjutkan pertanyaannya. Melihat ekspresi Leon, dia tahu bahwa topik ini tidak akan dibahas lebih jauh. Keheningan pun mengisi udara, dan mereka melanjutkan perjalanan mereka dalam diam.