NovelToon NovelToon
Rahim Tebusan (Terpaksa Hamil Anak Suami Musuhku)

Rahim Tebusan (Terpaksa Hamil Anak Suami Musuhku)

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Poligami / Ibu Pengganti / Nikah Kontrak
Popularitas:2.6M
Nilai: 4.8
Nama Author: D'wie

Akibat kesalahannya di masa lalu, Freya harus mendekam di balik jeruji besi. Bukan hanya terkurung dari dunia luar, Freya pun harus menghadapi perlakuan tidak menyenangkan dari para sesama tahanan lainnya.

Hingga suatu hari teman sekaligus musuhnya di masa lalu datang menemuinya dan menawarkan kebebasan untuk dirinya dengan satu syarat. Syarat yang sebenarnya cukup sederhana tapi entah bisakah ia melakukannya.

"Lahirkan anak suamiku untuk kami. Setelah bayi itu lahir, kau bebas pergi kemanapun yang kau mau."

Belum lagi suami teman sekaligus musuhnya itu selalu menatapnya penuh kebencian, berhasilkah ia mengandung anak suami temannya tersebut?


Spin of Ternyata Aku yang Kedua.

(Yang penasaran siapa itu Freya, bisa baca novel Ternyata Aku yang Kedua dulu ya.)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kedatangan Tirta

"Kamu belum mau pulang, Bi?" tanya Tirta yang telah bersiap untuk pulang. Beberapa hari ini atau lebih tepatnya semenjak ia menikah lagi, ia lebih sering pulang larut. Alasannya satu, untuk menghindari Freya. Jadi ia memilih melanjutkan pekerjaannya di kantor.

"Belum. Mau selesaikan ini dulu." Jawabnya datar sambil melanjutkan pekerjaannya.

"Oh, ya udah kalau gitu. Aku pulang duluan." Ucap Tirta yang masa bodoh dengan apa yang Abidzar kerjakan. Toh tugasnya telah selesai. Tugas besok, ya besok saja mengerjakannya. Malam waktunya untuk bersantai atau melakukan apa sesuatu yang menyenangkan, pergi ke rumah pacar misalnya.

'Ck ... pacar aja nggak punya, loe bodoh atau kayak gimana sih Ta.' Batinnya seraya terkekeh sendiri.

Abidzar yang menyadari Tirta pergi sambil terkekeh tampak mengerutkan keningnya. Tiba-tiba saja batinnya terusik. Mendadak pikirannya kembali ke percakapannya dengan Tirta siang tadi.

Abidzar menghela nafas panjang, ia coba membuang jauh-jauh pikiran aneh yang mulai menyeruak di rongga dadanya. Ia memejamkan matanya sejenak, kemudian kembali berusaha memfokuskan diri setelah matanya dibuka.

Sementara itu, tanpa terasa tiga jam telah berlalu. Entah ada angin apa, tiba-tiba saja Tirta yang awalnya hendak nongkrong di cafe bersama teman-temannya justru mengarahkan mobilnya ke rumah Abidzar.

Setibanya di sana, penjaga pun segera membukakan pintu gerbang untuknya. Semua penghuni rumah itu tahu dan mengenal Tirta dengan baik. Laki-laki itu memang kerap bermain ke rumah sepupunya itu kapanpun ia suka.

"Eh den Tirta, cari den Abi ya? Tapi sayangnya den Abi belum pulang, den. Den Tirta silahkan duduk aja di sini." Ujar Bi Asih menyambut kedatangan Tirta.

Tirta mengerutkan keningnya. Ia memang tahu Abidzar lembur di kantor, tapi ia pikir jam seperti ini dia pasti sudah pulang. Diliriknya lagi jarum jam di pergelangan tangannya, hampir jam 8 malam. Sedangkan jam pulang kantor saja pukul 4.30 sore.

"Oh, Tirta pikir udah pulang bik. Dia tadi bilang sih mau lembur. Emang biasanya Abi pulang jam berapa, bik?"

"Den Abi beberapa hari ini pulang jam 9 ke atas den. Pernah hampir jam 12 malam. Eh iya, silahkan duduk den! Mau minum apa?" tawar bi Asih ramah.

"Kopi aja bik." Ucap Tirta ramah. Bi Asih mengangguk lalu berpamitan untuk membuat secangkir kopi untuk Tirta.

"Tuan Abi udah pulang ya, bi?" tanya Ana. Dia sedang membereskan dapur, sedangkan Freya sedang mencuci piring bekas Bi Asih masak. Freya tak mau banyak bicara, tapi telinganya ikut mendengarkan apa yang bik Asih dan Ana bicarakan.

"Bukan, itu den Tirta." Ana ber'oh ria saja sambil melirik iba Freya. Siapapun paham kalau itu merupakan cara Abidzar menghindari Freya.

"Boleh aku yang buat, bi?" tanya Freya setelah mengelap tangannya yang basah.

"Oh, boleh." Jawab bi Asih seraya tersenyum. Freya pun tersenyum dan mulai membuatkan kopi. Ia memang tidak mahir memasak, tapi kalau membuat minuman seperti kopi, ia masih paham caranya.

"Sudah, bi. Ini ... " Freya mengulurkan nampan berisi kopi itu, tapi tiba-tiba bi Asih menolaknya.

"Bisa non Freya aja yang bawa ke depan soalnya perut bibi mendadak sakit."

Buuuutttt ...

"Aduh, duh, tuh kan, kayaknya masuk angin deh. Bibi ke toilet dulu ya!" pamit bi Asih sambil lari terbirit-birit membuat Ana tergelak kencang.

Freya jelas saja merasa takut untuk menampakkan diri di hadapan orang lain.

"Na, kamu aja deh yang anterin." pinta Freya memelas.

"Maaf mbak, bukannya nggak mau, tapi aku juga malu sama tuan Tirta. Aku pernah punya pengalaman buruk sama dia. Nggak berani ah. Mbak aja yah." Ana pun ternyata enggan untuk mengantarkannya ke ruang tamu.

"Apa aku minta sama Mina aja ya?" Gumamnya frustasi. "Duh, gimana ni, An?"

"Gimana apanya?" tanya seorang pria tiba-tiba. Itu adalah suara Tirta. Laki-laki itu bosan sendirian di ruang tamu jadi ia berniat menyusul ke dapur seperti biasanya.

"Eh ... " Freya tersentak saat seorang pria menyahuti gumamannya.

"Eh ... aduh, tu-, Mbak, Ana ke kamar dulu ya. Tiba-tiba pusing." Pamit Ana yang langsung saja minggat dari hadapan Freya yang kini mematung bingung.

"Eh, Freya ya! Ini kopi buatku kan?" Tiba-tiba Tirta mendekat dan menarik nampan yang di atasnya ada secangkir kopi panas. "Aduh, panas eh panas ... " Tirta tiba-tiba saja menjerit kepanasan karena menyeruput kopi dengan mata fokus menatap Freya.

"Aduh tuan, maaf, maaf, kopinya tuh masih panas." Jerit Freya ikut panik. Ia langsung mengambil tisu dan menyerahkannya untuk menyeka lelehan kopi di dagunya. Ia juga menyerahkan segelas air dingin.

"Oh, nggak, aku nggak papa kok. Cuma terkejut aja." Ucap Tirta seraya mengulum senyum.

"Syukurlah. Maaf kalau kopinya kepanasan."

"Namanya juga kopi, kalau dingin, es kopi." seloroh Tirta seraya terkekeh mencoba mencairkan suasana.

Freya tersenyum tipis.

"Tuan ada butuh sesuatu yang lain?"

"Sesuatu yang lain? Seperti apa misalnya?" Bukannya menjawab, Tirta justru balik bertanya.

"Seperti ... cemilan mungkin."

"Emangnya ada?"

Freya menggeleng, "saya nggak tau, tuan. Mau coba saya lihat?"

"Jangan panggil aku tuan, aku bukan majikan kamu."

Freya mengerutkan keningnya, ia merasa tak sopan bila memanggil dengan panggilan lain.

"Panggil kakak, Abang, mas, atau sayang juga boleh." Ucap Tirta sambil memainkan alisnya. Freya tidak tergoda ataupun tersipu. Ia hanya tersenyum tipis. Tak habis pikir dengan teman Abidzar yang ternyata cukup ramah dan menyenangkan.

"Emmm ... " Freya tampak menimbang.

"Kamu itu adik kelas aku di SMA Setiajaya jadi otomatis aku itu lebih tua dari kamu. Nah sekarang pikir sendiri deh panggilan apa yang senyamannya kamu."

Jelas saja Freya membulatkan matanya saat mendengar fakta tersebut.

"Kok kakak tahu aku sekolah di SMA Setiajaya?" tanya Freya heran, sedangkan ia saja tidak mengenal laki-laki di hadapannya itu, selain sebagai teman Abidzar.

Tirta mencebikkan bibirnya, pura-pura kecewa, "yah, nasib jadi orang kurang ganteng jadi nggak dikenal primadona sekolah deh." Selorohnya dengan memasang ekspresi nelangsa. Lucunya ia tak mau mengaku dirinya jelek atau tidak ganteng, hanya kurang ganteng.

Dan hal tersebut sukses membuat Freya tertawa. Entah sudah berapa lama ia tidak tertawa seperti itu. Ia ingin berterima kasih dengan Tirta yang begitu pandai membuatnya terhibur hingga tertawa.

"Aku nggak kenal kakak, sumpah. Mungkin iya ya karena kakak kurang ganteng, jadi aku nggak kenal." Balas Freya sambil terkekeh.

"Tapi itu kan dulu, kalau sekarang udah ganteng kan? Maksimal malah, iya kak?" Katanya over PD alias narsis.

"Ih, narsis amat." Ejek Freya yang pura-pura memutar bola matanya jengah membuat Tirta kian terkekeh.

Mereka terus saja berbincang. Sikap Tirta yang humoris dan humble ternyata mampu menghibur Freya yang telah lama kehilangan senyum juga tawanya.

"Ish, dasar ganjen. Udah jadi istri orang aja masih keganjenan sama cowok lain." Gumam Mina yang mengintip dari balik tirai.

"Iri ya? Hassiaaaan. Nasib jadi jongos jelek ya gitu. Hahaha ... " Ledek Ana yang entah sejak kapan telah berdiri di belakangnya membuat Mina mengepalkan tangannya dengan wajah menggelap.

Ternyata bukan hanya wajah Mina saja yang menggelap, tapi ada seseorang lagi yang tiba-tiba saja merasa terusik dengan keberadaan Tirta yang sedang berbincang dengan Freya.

Tangannya mengepal. Ia pun segera melangkahkan kakinya kembali ke kamarnya dengan dada yang bergemuruh.

"Sial! Aku kenapa sih?" Gumamnya dengan gigi bergemeretak.

...***...

...HAPPY READING 😍😍😍...

1
ℓ ι ƒ ι α 💕
deuhh yang pengen dipanggil Mas 🤭🤭😁
Lucy Toruan
Luar biasa
Juliana Akip
Lumayan
Juliana Akip
Biasa
Erna Sudiastuti
Luar biasa
Windi Rannu
.
Atika
Luar biasa
Mimine Toto Ayra
Kecewa
Mimine Toto Ayra
Buruk
maria handayani
/Shy/
Mariani SPd
jangan end duluu thor
Mariani SPd
duh tragis banget lah huhuhu
syediiih Thor
Mariani SPd
sehat2 terus othor yaaa
Mariani SPd
waduh.....kok pakai acara pingsan segala sih
Mariani SPd
seneng banget lah punya mertua kek gini
Mariani SPd
wesss keren banget mah punya nenek kek gini. atau besok kalo aq jadi nenek, kek gini juga ah. biar dunia terasa indah hahaha
Mariani SPd
hmm...... siapa lagi tuh thor
Mariani SPd
sehat2 terus othor sayang
Mariani SPd
Tirta lihat anaaaa
Mariani SPd
wah....makin kesini makin seru aja ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!