Sandra, gadis yang hidup sengsara di keluarga kaya Hartawan. Sejak kecil, ia diperlakukan kejam oleh orang tuanya, yang sering memukul, menyalahkannya, dan bahkan menjualnya kepada pria-pria tua demi uang agar memenuhi ambisi keuangan orang tuanya. Tanpa Sandra ketahui, ia bukan anak kandung keluarga Hartawan, melainkan hasil pertukaran bayi dengan bayi laki-laki mereka
Langit, yang dibesarkan dalam keluarga sederhana, bertemu Sandra tanpa mengetahui hubungan darah mereka. Ketika ia menyelidiki alasan perlakuan buruk keluarga Hartawan terhadap Sandra, ia menemukan kenyataan pahit tentang identitasnya. Kini, Langit harus memilih antara mengungkapkan kebenaran atau tetap bersama Sandra untuk melindunginya. Sementara Sandra, cinta pertamanya ternyata terikat oleh takdir yang rumit bersamanya.
#foreducation
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Littlesister, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trofi Kemenangan
Sandra sedang sibuk di dapur membereskan sisa sarapan ketika pintu depan rumah tiba-tiba terbuka. Ia menoleh ke arah pintu dan mendengar suara ramai langkah kaki masuk. Dengan cepat, ia berjalan keluar dan melihat Damar bersama beberapa temannya yang tertawa-tawa.
"Mas? Kamu bilang tadi mau kuliah sampai sore. Kenapa sekarang ada di rumah bawa teman-teman segala?!" tanya Sandra.
"Tenang, Sayang. Kita cuma mau main PS di sini. Nggak bakal lama kok." jawab Damar.
"Kamu bolos kuliah? Terus, kenapa nggak kasih tahu aku kalau mau bawa tamu? Aku bahkan nggak ada persiapan apa-apa!" sambung Sandra.
"Bolos sekali-sekali nggak apa-apa, Sayang. Tugasnya juga gampang, tinggal bayar joki, selesai." jelas Damar.
Sandra menghela napas panjang, menahan kekesalannya. Ia baru menyadari bahwa baju yang dipakainya cukup terbuka karena biasanya hanya Damar yang ada di rumah. Baju tank top tipis yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dan celana pendek membuatnya tidak nyaman di depan tamu.
"Ya sudah, aku buatkan makanan dan minuman dulu." ucap Sandra
Sandra menuju dapur dan mempersiapkan minuman serta camilan seadanya. Saat ia mengantarkan ke ruang tamu, ia merasa tatapan teman-teman Damar tidak nyaman. Beberapa dari mereka bahkan saling berbisik sambil sesekali melirik tubuh Sandra.
"Ih, mantep banget ya lo, Mar. Istrinya cantik, tubuhnya juga... luar biasa." goda Dimas.
"Nggak cuma cantik, tapi kayaknya juga pinter masak dan serba bisa. Lo beruntung banget, Bro." celetuk yang lainnya.
Sandra menangkap pujian itu dan semakin merasa risih. Ia buru-buru kembali ke kamar untuk mengganti pakaian lebih tertutup. Ia mengenakan kemeja longgar dan celana panjang, lalu kembali ke dapur.
Sementara itu, di ruang tamu, teman-teman Damar masih membahas Sandra dengan nada penuh kekaguman.
"Mar, gimana caranya lo bisa dapetin cewek kayak dia? Cantik, pintar, tubuhnya idaman banget lagi." puji Teman Damar.
"Iya, gue jadi iri. Gue pengen banget punya istri kayak Sandra. Lo bener-bener menang banyak." sambung yang lainnya.
"Ya begitulah, Bro. Gue tahu cara menangin hatinya. Lagian, lo semua tahu, kan? Cewek mana yang bisa nolak gue." balas Damar.
"Hahaha, lo sombong banget, Mar. Tapi gue akui, lo beruntung banget. Kalau gue jadi lo, gue juga bakal pamer terus." celetuk Dimas.
"Mar, gila sih. Bini lo cantik banget. Lo menang banyak banget, Bro." sambung Dimas.
"Nggak cuma cantik, tapi tubuhnya... mantep banget. Serba bisa pula." timpal yang lainnya.
Damar merasa tersanjung dengan semua pujian itu. Dalam pikirannya, ia merasa memiliki pencapaian besar dengan menjadikan Sandra istrinya.
Sandra duduk di kursi dapur, menunduk dengan perasaan campur aduk. Ia merasa marah sekaligus sedih karena Damar tidak menganggap serius perasaan dan kenyamanannya.
"Kenapa dia nggak pernah ngerti? Aku nggak nyaman dengan cara teman-temannya bicara tentang aku. Tapi aku juga nggak bisa terus-terusan begini. Aku harus kuat." batin Sandra.
Di ruang tamu, Damar sedang asyik bermain PS dengan teman-temannya. Sandra yang sedang berada di dapur menyadari bahwa beberapa bahan masakan habis. Ia memutuskan untuk meminta izin kepada Damar untuk pergi ke minimarket.
"Mas, aku mau keluar sebentar ke minimarket. Bahan masakan habis, aku perlu beli tambahan buat makan malam." izin Sandra.
"Minimarket? Lama nggak?" tanya Damar.
"Nggak, paling cuma 15 menit. Aku cepat kok." jawab Sandra.
"Ya udah, cepat balik ya. Jangan lama-lama." ucap Damar.
"Ih, manjain banget sih lo, Mar. Takut istrinya hilang di jalan?" celetuk Dimas.
"Jelas dong. Bini gue siapa dulu? Jangan sampai ada yang ngelirik dia di luar sana." sombong Damar.
Sandra hanya tersenyum tipis, lalu segera pergi ke minimarket. Sementara itu, tawa kecil masih terdengar di ruang tamu dari teman-teman Damar.
Saat di minimarket, Sandra tak sengaja bertemu dengan Raffi, Leo, dan Gina yang sedang berbelanja. Mereka langsung menyapa Sandra dengan antusias.
"Hah, Sandra! Lama nggak ketemu. Sendirian aja?" seru Leo.
"Iya, beli bahan masakan. Lagi ada tamu di rumah." balas Sandra.
"Damar nggak ikut belanja?" tanya Gina.
"Nggak. Dia lagi main PS sama teman-temannya." jawab Sandra.
"Eh, kita udah lama banget nggak kumpul. Gimana kalau kita main ke rumah kamu sekarang? Sekalian ngobrol-ngobrol." Saran Raffi
"Aduh, Raff, di rumah lagi rame teman-temannya Damar. Kayaknya kurang nyaman deh." jelas Sandra.
"Nggak apa-apa, San. Kita cuma ngobrol sebentar kok. Lagian, kapan lagi kita bisa kumpul kayak dulu?" ucap Gina
"Ya udah, boleh. Tapi aku nggak janji suasananya enak, ya." balas Sandra.
Mereka sepakat untuk pergi ke rumah Sandra bersama.
Setibanya di rumah, Sandra dan teman-temannya masuk ke ruang tamu. Mereka mendengar suara tawa keras dari ruang tengah. Ternyata Damar dan teman-temannya sedang bercanda sambil memainkan PS. Tanpa sengaja, Raffi, Leo, dan Gina mendengar pembicaraan Damar dan teman-temannya.
"Mar, lo beruntung banget punya istri kayak Sandra. Cantik, serba bisa, terus lo bilang semalem..." goda Dimas.
"Iya, Mar. Gimana tuh ceritanya? Seru banget kelihatannya waktu dia..." timpal yang lainnya.
Raffi, Leo, dan Gina saling bertukar pandang dengan ekspresi tidak nyaman. Mereka pura-pura tidak mendengar pembicaraan itu saat Sandra membuka pintu dan masuk bersama mereka.
"Loh, Sayang? Kamu bawa tamu?" tanya Damar.
"Iya, mereka teman-teman aku. Udah lama nggak ketemu." jawab Sandra.
"Siapa, nih? Cantik juga. Gue mau deh kalau dia jadi pacar gue." goda salah satu Teman Damar.
Teman-teman Damar langsung melirik Gina. Mereka mulai berbisik sambil tersenyum penuh arti. Gina mendengar bisikan itu, tetapi ia tidak peduli. Ia mengabaikan mereka dan berjalan ke dapur bersama Leo dan Raffi.
"Mar, bini lo emang cantik, tapi cewek yang barusan masuk itu juga nggak kalah cantik. Yang pake baju biru, siapa namanya?" tanya Dimas
"Mar, kalau Sandra istri lo, gue mau dong yang satu itu jadi pacar gue. Bener-bener idaman banget." celetuk yang lainnya.
"Man, cewek itu siapa? Cantik banget. Badannya juga... wah." selidik Dimas.
"Fix banget, cocok jadi pacar gue. Ngomong-ngomong, lo kenal dia dari mana?" timpal yang lainnya
Damar tersenyum santai, lalu menyandarkan tubuhnya ke sofa sambil melirik Gina yang berjalan menuju dapur bersama Raffi dan Leo.
"Dia namanya Gina. Temannya Sandra. Mereka tuh kayak saudari kembar. Ke mana-mana bareng, sama-sama cantik, dan ya, lo lihat sendiri kan... sama-sama punya tubuh yang indah." puji Damar.
Teman-temannya mengangguk setuju sambil tersenyum penuh arti. Mereka kembali berbisik, tapi kini lebih pelan agar tidak terdengar oleh orang lain.
"Mar, bini lo udah cantik, temennya juga kayak gini. Lo beruntung banget sih punya lingkungan yang 'indah' kayak gini." kagum Dimas.
"Makanya, Bro. Cari istri yang bawa circle bagus. Temennya otomatis kece-kece juga." balas Damar.
Damar dan teman-temannya sedang bersantai di ruang tamu setelah sesi bermain PS selesai. Salah satu teman Damar, Dimas, memulai pembicaraan dengan nada bercanda sambil menyenggol bahu Damar.
"Man, gue penasaran deh. Lo nggak pernah cemburu apa sama temen-temennya Sandra? Maksud gue, lo liat aja. Leo, Raffi, apalagi Langit. Mereka ganteng, keren, kayak punya daya tarik sendiri." tanya Dimas.
Semua orang di ruangan itu langsung menoleh ke arah Damar, menunggu reaksinya. Beberapa dari mereka tersenyum kecil, menunggu apakah Damar akan tersinggung atau tidak.
"Iya tuh, Mar. Gue juga kepikiran. Lo nggak takut apa mereka deket sama Sandra?" timpal yang lainnya.
"Ngapain gue cemburu? Mau seganteng apa pun temen-temennya, gue yang menang, Bro. Gue yang berhasil bikin Sandra jadi istri gue." balas Damar.
"Iya sih. Lo bener-bener pemenang, Mar. Tapi serius, lo nggak pernah kepikiran apa?" tanya Dimas
"Nggak sama sekali. Temen-temennya bisa sekeren apa pun, tapi pada akhirnya, Sandra milik gue. Lo tahu kan, cewek secantik Sandra nggak mungkin balik ngelirik orang lain setelah jadi istri gue." jawab Damar.
"Ya gue akuin sih, lo emang menang banyak, Man. Bini lo cantik banget, tubuhnya juga… ya, lo tahu lah. Gue rasa mereka juga tahu diri buat nggak ngelirik Sandra lagi." sambung yang lainnya.
"Makanya, lo semua belajar dari gue. Yang penting, kasih perhatian penuh dan bikin mereka nggak punya alasan buat ninggalin lo." sombong Damar.
Misal.
"Aw, rasanya nyeri sekali. Walaupun ini bukan yang pertama kali, tetap saja rasanya sakit. Dia terlalu kasar di atas ranjang," ucap Sandra bla bla bla.
mmpir juga ke ceritaku yg "Terpaksa dijodohkan dengan seorang dosen"
tolong mampir lah ke beberapa novel aku
misal nya istri kecil tuan mafia