NovelToon NovelToon
Waffle Caramel

Waffle Caramel

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Poligami / Teen School/College / Dijodohkan Orang Tua / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Rheanzha

Rin yang terpaksa harus merubah penampilannya saat berada disekolah barunya sebagai siswa pindahan, dikarenakan sebuah kejadian yang membuatnya tak sadarkan diri dan dirawat dirumah sakit.

Disekolah baru ini, Rin harus mengalami drama sekolah bersama primadona kelasnya serta dengan adik kelasnya. Serta rahasia dari sekolah barunya, bersama dengan identitasnya yang ingin diketahui teman-teman sekelasnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheanzha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

UTS

"Kamu tidak lupa dengan taruhan kita, kan." tutur Jimy yang datang-datang langsung menanyakan tentang perjanjiannya dengan Nirmala dan Aini.

"Tentu tidak, aku tidak akan lupa." jawab Nirmala.

"Apaan sih dengan kamu Jimy? Datang-datang langsung nanya masalah itu, dan lagi masang muka begituan pula, bikin jadi kesal." Aini tidak bisa membendung kekesalannya saat melihat Jimy.

Mendengar apa yang dikatakan Aini, Jimy langsung tertawa sejadi-jadinya, hal itu membuat Aini tambah geram melihatnya, kedua tangannya dia kepal dengan kuat, serasa ingin meremas-remas mukanya Jimy.

"Hahaha, tidak usah pasang wajah begitu juga, kalian tidak perlu cemas, lebih baik kalau kalian persiapkan diri deh, sebentar lagi kalian akan memberi tahukan semua rahasia kalian dan juga bersiaplah untuk menjadi pelayanku." ujar Jimy berlalu ke tempat duduknya sambil tertawa.

"Kamu jangan terlalu bangga dulu, kita belum melihat hasilnya, kan." balas Aini.

"Aku percaya dengan kemampuanku sendiri. Mengalahkan kalian berdua bukanlah hal yang sulit." tutur Jimy semakin sombong dan membuat Aini semakin ingin meremas wajah sombongnya itu. "Dan juga, apa kalian sudah memberitahu kedua orang tua kalian nggak, kalau anaknya nanti akan jadi pelayannya Jimy Francois."

"Maaf ya Jimy, kami belum memberitahukan mereka tuh, bukannya kamu tuh yang seharusnya kasih tahu sama Mama-Papa mu itu, aku jadi kasihan deh sama keluarga kamu, kalau mereka tahu anak kesayangannya jadi pelayan seumur hidupnya." balas Aini.

"Aini, kamu tidak usah bicara seperti itu." ujar Nirmala sambil memegangi tangan Aini. "Lebih baik kamu duduk lagi, jernihkan tuh pikiran kamu deh." lanjut Nirmala, Aini menuruti apa yang baru saja Nirmala katakan.

"Ya benar itu, lebih baik kamu duduk dan gabung sama Nirmala, nampaknya dia takut deh nggak bisa menang ngalahin aku, dari tadi ngeliatin buku mulu." tutur Jimy yang makin membuat Aini kesal lagi.

"JIMMY ..." Aini menekan suaranya, bersiap mau berdiri dan melabrak Jimy.

"Aini, jangan." cegat Nirmala.

Aini segera duduk kembali, mengatur emosinya lagi. Jimmy masih memperhatikan Nirmala dan Aini dengan wajah puas, selesai dia menjahili mereka berdua. Aini telah menenangkan dirinya dan mencoba untuk mengetahui apa yang dibaca Nirmala seperti yang Jimy bilang tadi.

"Nir, kamu ngerjain apa? Setahu aku, kita nggak ada deh diberi yang begituan sama guru?" Tanya Aini penasaran. "Apa kamu memang benaran takut, sama seperti yang dibilang Jimy." sambung Aini, Jimy hanya menyeringai saat Aini bilang begitu ke Nirmala.

"Haahh ..." Nirmala terkejut mendengar Aini bilang seperti itu barusan. "Nggak lah Ni, aku nggak ada takut sama sekali kok, lagian yang aku baca ini memang tidak pernah dikasih sama guru disini dan juga ini bukan buku pelajaran ataupun rangkuman materi pelajaran." tutur Nirmala.

Aini merasa lega karena Nirmala tidak merasa cemas atau pun takut sedikitpun. Sedangkan Jimy yang dari tadi memperhatikan mereka, sungguh dibuat terkejut oleh perkataan Nirmala, dan dia memutuskan untuk terus menguping pembicaraan mereka.

"Syukurlah kalau kamu tidak takut sama Jimy." tutur Aini lega. "Lalu itu apaan?"

"Oh ini, ini dari Nini, tadi pagi print-out nya baru dikasih sama kak Rin, katanya Nini nyuruh aku untuk mempelajarinya. Karena penasaran, ya dari tadi aku membacanya dan mempelajari isinya." jawab Nirmala.

"Hemp, terus aku kenapa nggak dapat juga dari Mama?" Aini menopang dagunya, "isinya apa, sampai setebal itu print-out nya?"

"Yang baru aku baca, isinya sih tentang tatanan kepengurusan atau jabatan yang ada di istana dan juga baru mau baca tentang tatanan social yang mana membahas pengangkatan seorang jadi bangsawan, itu sih yang baru aku baca." jawab Nirmala.

Selagi Nirmala menjawab, sebuah pesan masuk ke ponsel Aini dari Fifi. Aini memberitahu Nirmala pesan itu.

"Nir, aku dapat pesan dari kak Fifi, katanya setelah kamu selesai, aku yang disuruh mempelajarinya juga sebagai orang yang akan jadi penasihat kamu, aku harus mempelajarinya dan tahu lebih banyak. Ya bisa dibilang aku sekretaris kamu, iya, kan, nona Nirmala." ujar Aini yang menyelipkan candaan lalu tersenyum lebar.

"Ada-ada saja ah ..." timpal Nirmala.

Jimy yang dari tadi selalu mencuri dengar pembicaraan mereka berdua. Jadi dibuat penasaran dan dia makin ingin tahu dengan Nirmala dan segala rahasianya. "Kenapa Nirmala membaca sesuatu yang begituan? Dia bilang disuruh orang yang bernama Nini, bukannya itu orang yang menyuruh Maid waktu itu menjemputnya." Didalam pikirannya, Jimy terus bertanya-tanya. "Lalu apa dia tidak menganggap serius taruhan kami itu?" Jimy semakin tak mengerti, "apa dia sudah menyerah dan rela untuk jadi pelayanku dan memberikan semua rahasiannya. Kalau memang begitu, itu lebih menguntungkanku." Jimy tersenyum-senyum sendiri memikirkan hal itu.

Suara bel mulai berbunyi dan menggema disetiap rungan. Nirmala memasukan kertas-kertas yang dia baca tadi kedalam lacinya agar nanti bisa di abaca lagi dan dikeluarkannya buku pelajaran pertama.

Anak-anak surat kabar sudah mulai bergerak. Bulletin-buletin dimading Akademi suda terpampang tulisan tentang pertarungan Jimy dan Nirmala serta Aini. Bagi sebagian orang, ini bukan hanya sekedar pertarungan biasa yang ada taruhannya, ini merupakan pertarungan kehormatan bagi mereka orang yang terpandang.

Surat pernyataan dan perjanjian yang mereka tanda tangani waktu itu sudah hampir satu bulan ditempel di mading akademi. Tinggal satu minggu lagi ujian yang menentukan hasil dari pertarungan mereka.

Jam belajar sudah beberapa menit yang lalu berakhir, beberapa siswa yang tidak mengikuti kegiatan klub, mereka kembali kerumah ataupun asrama. Termasuk Nirmala dan Aini, mereka berdua juga segera untuk pulang.

Begitu juga dengan Jimy yang sudah bersiap untuk pulang. Namun dia tidak langsung kembali keasrama, dia penasaran dengan Nirmala, maka dia memutuskan untuk mengikutinya dari belakang, untuk memastikan apakah Nirmala benar tidak peduli dengan pertaruhan mereka atau dia sudah putus asa untuk memenangkan pertarungan dan menyerah dengan hasilnya nanti atau mungkin dia sudah siap sepenuhnya sehingga dia tidak perlu cemas lagi, sehingga dia bisa mengerjakan hal lainnya.

Jimy menjaga jarak dari Nirmala dan Aini, 100 meter jarak yang cukup aman mengikuti mereka sampai NIrmala dan Aini masuk kesebuah rumah. Jimmy tak tahu kalau mereka tinggal disana, setahunya kalau Aini dan Nirmala itu tinggal diasrama.

Jimy mengambil jarak lagi. Dia mengintai dari toko buku yang ada disebrang tepat menghadap kearah rumah itu. Cukup lama Jimy memperhatikan, sampai Nirmala dan Aini keluar lagi dan masuk ke dalam kafe bukan dengan seragam sekolah tapi dengan pakaian yang lainnya.

Jimy segera membayar beberapa buku yang dipilihnya lalu langsung pergi ke kafe yang ada didepan.

"Selamat datang." ucap Ratih saat pintu kafe dibuka, hal itu sedikit membuat Jimy terkejut.

"Mau pesan apa?" Tanya Aini kepelanggannya dan siap untuk mencatat pesanannya.

"Aku pesan Coffee Latte dan juga ..." Jimy menghentikan ucapannya saat dia berpaling sejenak kearah Aini yang menanyakan pesanannya. "Aini, kamu disini?" ucapnya dan memasang wajah terkejut karena Aini langsung yang menghampirinya bukan karena Aini yang ada disana.

"Ya aku memang disini, jadi pesan apa nggak nih?" ujar Aini judes saat dia tahu yang dilayaninya itu Jimy.

"Aini ..." panggil Rin dari tempatnya saat mendengar cara bicaranya Aini kepelanggan

"Maaf Lead." tutur Aini saat dia ditegur.

Jimmy memandang kearah suara cowok yang menegur Aini tadi. Dilihatnya kalau orang yang menegur itu adalah kakak kelasnya yang bersama dengan Nirmala, dan Jimy tak menyangka kalau dia akhirnya menemukan posisi Nirmala yang berada didekat Rin didekat kasir sedang melayani pelanggan.

"Kak, tolong bungkus 2 kotak shortcake nya dan juga bubuk teh melatihnya." pinta Nirmala ke Rin. "Jadi total semuanya 175 ribu." ujar Nirmala kepelanggan.

"Nirmala, kalau disini jangan panggil kakak, sudah berapa kali sih panggil Lead, kan." tutur Rin memarahi Nirmala sembari memberikan pesanan pelanggannya. "Kalau dirumah atau diluar kamu bebas mau panggil kakak." Rin menjitak kepala Nirmala.

"Maaf, kebiasaan soalnya." jawab Nirmala

"Hei ..." Aini membangunkan Jimy dari lamunannya. "Pesanannya apa lagi." sambungnya.

"Eh ... sama banana pancake, itu saja." jawab Jimy.

Hari ujiannya tinggal 3 hari lagi. Beberapa hari Jimy terus saja memantau Nirmala dan Aini, sampai akhirnya dia focus untuk belajar, karena yang dilihatnya Nirmala tampak seperti tidak peduli dengan pertarungan mereka.

Nirmala dan Aini masih tetap seperti biasanya tak ada hal khusus yang dilakukannya untuk lebih focus ke belajar saja untuk ujian nanti. Pagi ke sekolah seperti biasa, belajar saat pelajaran dimulai, istirahat, belajar lagi saat pelajaran dimulai, saat pulang mereka membantu dikafe, malam mengulas materi pelajaran yang lalu, kemudian pergi tidur. Begitu setiap harinya.

Mid semester tinggal besok, semua siswa telah menyiapkan amunisi dan senjata mereka untuk menghadapi ujian dari kelas satu sampai kelas 3. Semua dewan guru sudah menyiapkan lembaran-lembaran soal yang siap untuk diujikan.

Hari penentuan akhirnya tiba, selama beberapa hari kedepan mereka akan mengalami berbagai macam medan pertempuran. Semua siswa-siswi sudah berada dikelas mereka masing-masing. Dewan guru yang akan menguji, melangkah menuju kelas yang akan mereka ujikan.

"Baiklah semuanya, kosongkan meja kalian, yang ada diatas meja kalian hanya boleh ada alat tulis saja dan lembar soal dan jawaban, jika kalian mengeluarkan selain itu, kalian boleh meninggalkan kelas disaat itu juga." ujar Fany dengan tegas peraturan Akademi. Hal yang serupa juga terjadi dikelas lainnya bukan hanya dikelas 1-4, kelasnya Nirmala dan Aini. "Bagikan kebelakang." pinta Fany kesiswa yang duduk paling depan.

Setelah membagikan lembar soal dan lembar jawaban, Fany kembali ke tempat duduknya.

"Waktu kalian satu jam untuk menyelesaikan soalnya. Bagi yang selesai menjawab, silahkan langsung keluar dan lembar jawaban serta soalnya, tinggalkan diatas meja dengan posisi tertutup. Dan juga jangan ada yang berisik, silahkan kalian kerjakan soalnya."

Setelah mendapat perintah, mereka semua langsung mengerjakan soal ujiannya. Satu per satu soal mereka baca dan kerjakan, dari yang mudah sampai yang susah, dari yang dipahami sampai yang membuat mereka ragu, baik itu soal pilihan ataupun soal yang membuat tangan mereka letih untuk menuliskan jawaban, perlahan-lahan mereka kerjakan.

Waktu ujiannya terus berjalan, sedikit banyak soal-soal sudah mereka pecahkan. 30 menit waktu sudah mereka lewati, berbagai ekspresi sudah mulai terlihat dari mereka semua, bingung, sebagian besar itu yang ditunjukan, walaupun ada beberapa siswa yang tetap tenang dari awal. Soal-soal yang ada dihadapan mereka seperti bukan sebuah permasalahan bagi mereka, dengan mudah mereka menjawabnya.

Nirmala meletakan alat tulisnya kembali kedalam kotak pensil, dia juga sudah membalik lembar soal dan jawaban seperti yang disuruh ibu Fany tadi.

"Maaf Bu." ujar Nirmala sambil mengangkat satu tangannya.

Tindakan Nirmala ini membuat teman sekelasnya jadi keheranan.

"Ya, ada apa Nirmala." jawab Fany.

"Apa saya boleh membawa tas saya keluar?"

"Membawa tas keluar? Apa kamu sudah selesai? Waktunya masih banyak loh, masih 30 menitan lagi, lebih baik kamu cek lagi jawabanmu." Fany memberi saran agar Nirmala mengecek lagi lembar jawabannya.

"Kalau itu sudah saya lakukan dari tadi Bu." jawab Nirmala.

"Kalau kamu memang sudah yakin, kamu boleh keluar dan juga kamu boleh membawa tas kamu." jawab Fany membolehkan Nirmala untuk membawa tasnya.

"Terimakasih Bu." Nirmala segera mengemasi barangnya dan keluar.

"Untuk yang lainnya, kalian jangan terburu-buru, waktunya masih banyak, lebih baik kalian cek lagi jawaban kalian." ujar Fany kesiswa lainnya.

Tidak beberapa lama setelah Fany menasehati mereka, Aini juga merapikan barang-barangnya dan menyandang tas. Hal itu benar-benar membuat teman sekelasnya terkejut begitupun dengan gurunya. Belum lama Nirmala dan sekarang Aini, padahal waktu masih cukup banyak.

"Aini, kamu juga sudah selesai?" Fany memastikan.

"Iya Bu sudah. Kalau Ibu nyuruh Aini untuk ngecek jawaban Aini lagi, itu sudah Aini lakukan, dan Aini sudah yakin dengan jawaban Aini." Aini memberikan penjelasan ke Fany.

"Kalau benaran yakin, kamu boleh keluar. Dan juga tolong bawa lembar jawaban kamu dan Nirmala kesini." Aini menuruti apa yang dipinta Fany.

Aini keluar menyusul Nirmala, sedangkan yang lainnya kembali mengerjakan soal-soal mereka. Fany tengah sibuk memeriksa jawaban Nirmala dengan Aini, satu per satu jawaban mereka diperiksanya sambil menggoreskan penanya disetiap jawaban.

Betapa terkejutnya Fany melihat hasil mereka berdua, mereka mengerjakan semuanya dalam waktu yang cukup cepat.

"Nilai yang sempurna, dan ini hampir tak ada yang salah, hanya satu atau dua jawaban saja yang salah dan beberapa kalimat yang kurang." tutur Fany berbicara sendiri setelah menyelesaikan pemeriksaan terhadap jawaban Nirmala dan juga Aini.

"Ehh ... Sungguh itu Bu." teriak mereka semua terkejut saat mendengar apa yang dikatakan gurunya itu.

"Ahh, iya." Fany tersentak. "Iya, Ibu sudah memeriksanya, dan untuk kalian, lebih baik kalian kembali kerjakan soal kalian."

Jimy tak menyangka terhadap apa yang terjadi sekarang ini. Dia tidak mengira kalau sikap Nirmala yang tak peduli dengan pertaruhan mereka itu bukan karena dua sudah menyerah dengan hasil ujiannya, melainkan mereka tahu kalau mereka dapat denga. Mudah mengalahkannya.

Satu per satu siswa yang lainya selesai mengerjakan soal ujian mereka. Mereka bersiap-siap untuk ujian yang berikutnya.

...***...

Ujian Mid Semester mereka sudah selesai. Beberapa hari selama ujian, Nirmala, dia mengerjakan semua soal-soal mata pelajaran yang diujikan diselesaikan dengannya begitu cepat dibandingkan yang lainnya, sampai membuat guru yang mengawas dibuatnya terkejut dan tidak sedikit yang berdebat dengan Nirmala. Bahkan ada satu guru yang dibuat marah oleh sikap Nirmala.

"Kamu mau kemana?" tanya guru itu melihat Nirmala yang sudah menyandang tasnya.

"Ya, saya mau keluar pak, karena saya sudah selesai menjawabnya." jawab Nirmala.

"Lebih baik kamu periksa lagi lebih teliti, untuk apa kamu buru-buru, waktu mengerjakannya juga masih banyak."

"Tapi pak, saya benaran sudah selesai, kenapa saya dilarang untuk keluar, katanya yang sudah selesai boleh keluar." bantah Nirmala.

"Ya itu memang benar, tapi apa kamu tidak merasa kalau kamu mengerjakannya terlalu cepat, saya tahu kamu sedang taruhan siapa yang terbaik dalam ujian. Saya senang kalian semangat dalam pelajaran, tapi kamu jangan berpikir kalau ujian ini sebagai permainan." guru itu menaikan intonasinya. "Kamu pikir ujian itu sekedar mengisi lalu selesai, KAMU JANGAN BERCANDA DENGAN SAYA." suaranya semakin tinggi, sampai-sampai terdengar dikelas sebelah.

Nirmala merasa kesal dengan perkataan dari gurunya itu, dia merasa kalau usahanya tidak dihargai.

"Bapak Juan yang terhormat, saya tahu anda itu seorang guru, tapi apa pantas Bapak bicara seperti itu ke murid anda, dan juga apa saya terlihat seperti mementingkan taruhan saya dari pada pendidikan saya?" ujar Nirmala, nada suaranya begitu kesal, anak kelas pun belum pernah melihat Nirmala dengan intonasi bicara yang seperti itu. Nirmala melangkah ke depan dengan membawa lembar jawabannya ke Juan.

"Saya menghormati bapak sebagai guru saya, tapi saya juga manusia, Pak." ujar Nirmala ke Juan. Nirmala meletakan lembar jawaban dimeja Juan dengan sedikit menggebrak meja. "Bapak bisa periksa jawaban saya, kalau saya ini hanya mementingkan taruhan dan hanya sekedar asal menjawab soal bapak. Dan satu hal lagi, jika Bapak memang melarang saya untuk keluar, saya akan tetap dikelas seperti yang Bapak inginkan." tuturnya lalu kembali ke kursinya.

Nirmala dibuat kesal oleh gurunya, sedangkan Juan kini sedang dibalut emosi karena sikap Nirmala terhadapnya. Juan memasang wajah marah ke Nirmala, namun orang yang membuatnya marah itu tidak ada memperhatikannya sama sekali.

Nirmala mengeluarkan bukunya, dia mengulas pelajaran yang akan diujikan berikutnya. Tidak lama dia membaca bukunya itu, Nirmala memasukan kembali kedalam tasnya, Nirmala memajukan kursinya lebih dekat kemeja, dia melipat kedua tangannya lalu menyembunyikan wajahnya dikedua tangannya yang terlipat diatas meja.

Juan tidak lagi memperhatikan tingkah Nirmala, dia sedang memeriksa jawabannya Nirmala. Beberapa siswa yang sudah selesai menjawab meletakan soal dan jawabanya diujung meja mereka, lalu mengikuti apa yang dilakukan Nirmala.

Juan sudah selesai memeriksa jawaban Nirmala, dan dia tidak menyangka kalau Nirmala itu mendapatkan nilai yang sempurna dimata pelajarannya, dia ingin memanggil Nirmala, namun hal yang dilihatnya, siswanya kebanyakan yang tertidur disaat ujian, hal itu membuat Juan kembali marah lagi.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN, tertidur saat sedang ujian. Siapa yang memulai semuanya?" ujar Juan yang diliputi kemarahan. Suaranya terdengar lagi dikelas sebelah, hal itu membuat tanda tanya dari kelas lainnya, apa yang terjadi disana

"Maaf Pak, bukannya Bapak yang memulai semuanya!" ujar Aini yang tidak tahan mendengar ocehan Juan, gurunya itu.

"Maksud kamu apa?" Juan semakin dibuat marah.

"Maksud saya, bukannya Bapak bilang ke Nirmala yang duluan selesai dengan cepat, jangan bercanda dengan Bapak karena menganggap asal menjawab, kan. Karena saya juga sudah selesai saat Bapak menceramahi Nirmala, jadi saya mengikuti apa yang dilakukan Nirmala saat ini, begitu juga dengan yang lainnya yang juga cepat menyelesaikan soalnya, karena tidak mau dianggap sebagai bahan candaan bagi Bapak." Aini menjelaskan ke Juan maksudnya. "Jadi Pak, gimana hasilnya yang punya Nirmala?" Aini tahu hasilnya dilihat dari ekspresi wajah Juan. "Karena waktunya masih banyak, dan kami dilarang keluar, jadi ... kami kembali tidur ya, Pak."

Juan sudah tak bisa lagi menahan emosinya, mendengar apa yang dikatakan Aini  dan yang dilakukan siswa lainnya, sedangkan Nirmala tidak tahu apa yang tengah terjadi karena dia sudah mulai terlelap dalam tidurnya.

"KALIAN SEMUANYA, KELUAR." bentak Juan marah.

Hal itu membuat kelas lainnya gempar dan di dalam kelas itu menjadi tegang. Nirmala sontak terbangun mendengar suara yang telah menggema itu.

Salman yang tengah berkeliling memantau setiap kelas, betapa dibuat terkejut mendengar suara bentakan dari dalam kelas yang sedang dia lewati. Salman memutuskan untuk masuk ke kelas itu.

Suara ketukan pintu lalu suara engsel pintu yang terbuka. Saat itu Juan yang masih dibalut emosi dibuat terkejut saat melihat Kepala Sekolah berdiri didepan pintu kelasnya.

"Pa ... Pak Kepala Sekolah." tutur Juan tergagap, saat dia tahu Kepsek ada didepan kelasnya.

"Bisa kita bicara sebentar diluar." tutur Salman lalu keluar sambil menutup pintu lagi.

Juan tak bisa membantah apa yang diperintahkan Kepala Sekolah ke dirinya, dia pun keluar menemui Kepsek. Suasana tegang dikelas kembali reda saat Juan meninggalkan kelas, siswa yang masih belum selesai mengerjakan soal, mereka melanjutkannya. Nirmala yang tak tahu apapun mulai bertanya ke lainnya.

Salman menanyakan alasan kenapa Juan membentak siswanya dan menyuruh mereka semua keluar. Juan masih belum bisa menjawab apa yang ditanyakan Salman barusan. Beberapa guru yang berada disebelah kelas 1-4, keluar untuk memastikan apa yang terjadi dikelas 1-4. Melihat itu, Salman segera bertanya ke guru itu agar dia bisa mengawasi murid 1-4 juga.

"Iren, kamu nanti mengawas dikelas berapa?" tanya Salman.

"Saya mengawas disebelah nanti, Pak." jawab Iren menunjuk kearah kelas 1-4.

"Kalau begitu, kamu bisa awasi kelas 1-4 untuk sekarang juga."

"Bisa Pak." jawab Iren masih sedikit bingung akan maksudnya

"Kalau begitu terimakasih." tutur Salman. "Ayo, ikut saya." ajak Salman ke Juan agar mereka dapat mengobrol dengan tenang.

Iren mulai mengawasi dua kelas sampai waktu sudah selesai, dia mulai mengawasi kelas 1-4 dengan mata pelajarannya. Sebelum itu, dia yang penasaran apa yang terjadi menanyakan prihal tadi.

"Ada yang bisa beritahu Ibu apa yang terjadi, sampai pak Juan marah sama kalian, sampai-sampai suaranya terdengar disebelah." tanya Iren. "Ngomong-ngomong, kalian kenapa tidak mengerjakan soal kalian, apa kalian sudah selesai?" lanjutnya sambil menuju meja.

"Iya Bu, kami sudah selesai, sudah lama selesainya malahan." jawab mereka yang sudah selesai.

"Kalau begitu kenapa kalian tidak keluar dan belajar untuk pelajaran selanjutnya?" tutur Iren. "Hemp, ini apa? Kenapa lembar jawaban Nirmala ada disini? Eh, sudah dinilai ya, terus yang kalian mana?" tanya Iren penasaran dan bingung.

"Yang kami ada disini Bu." mereka menunjuk kertas jawaban mereka. "Dan juga, itu awal permasalahannya, Bu." menunjuk kertas Nirmala.

Iren sama sekali tak mengerti dengan yang dikatakan mereka. 'Kertas ini, lembar jawaban Nirmala, akar permasalahannya yang buat pak Juan jadi marah dengan mereka' pikir Iren. Ketua kelas akhirnya menceritakan semuanya ke Iren sebagai perwakilan kelas. Iren sungguh tak percaya dengan apa yang dikatakan siswanya itu.

"Ya sudah, kalau memang itu yang terjadi. Kalian yang sudah selesai, kalau mau keluar nggak apa, tapi kalau mau tetap dikelas juga boleh, asal jangan berisik, dan bagi yang belum selesai cepat selesaikan. Ibu ke sebelah lagi, oh iya, yang sudah kumpulkan aja kedepan." tutur Iren lalu meninggalkan kelas 1-4.

Waktu ujian selesai, masuk lagi ke ujian yang berikutnya. Iren kini tak perlu mengawasi dua kelas bergantian lagi. Soal dan lembar untuk jawaban sudah dibagi ke siswanya, dia tidak lupa mengingatkan mereka peraturan akademi saat ujian.

Waktu sudah cukup lama berjalan. Iren mengawasi sambil main ponselnya. Sebuah pesan masuk ke ponselnya.

"Nirmala, kamu disuruh ke ruang Kepala, jika kamu sudah selesai." ujar Iren memberitahu Nirmala, tentunya Salman tidak bisa menghubungi Nirmala, karena saat ujian semua ponsel siswa harus dimatikan.

"Baik Bu." jawab Nirmala lalu dia melanjutkan mengerjakan soal ujiannya.

"Jangan terburu-buru mengerjakannya."

"Iya Bu." jawab Nirmala singkat.

Goresan-goresan pena terus mereka goreskan di lembar-lembar kertas mereka. Nirmala terus menjawab setiap pertanyaan yang ada didepannya. Seperti ujian-ujian yang sudah dia lalui, Nirmala sudah selesai menjawab lumayan cukup cepat, kurang dari 30 menit atau sepuluh menit setelah Iren memberitahu Nirmala untuk pergi  ke ruangan Kepsek.

"Mau ditunggu nggak nanti?" tanya Aini saat Nirmala membalikan lembar jawabannya.

"Nggak usah kamu langsung aja pulang." jawab Nirmala sambil menyandang tasnya.

"Kamu sudah selesai, sudah diperiksa lagi jawabannya?" tanya Iren saat melihat Nirmala sudah menyandang tasnya.

"Sudah Bu"

"Jawaban kamu bawa kemari."

Setelah mengumpulkan jawabannya, Nirmala langsung pergi ke ruang Kepala Sekolah. Iren langsung mengoreksi jawaban Nirmala, dia tak menyangka kalau inilah kenapa emosinya pak Juan dipermainkan.

"Sungguh nilai yang sempurna, benar-benar anak yang jenius, siapa sangka hanya butuh waktu kurang dari 30 menit untuk mengerjakan soal sebanyak ini." gumamnya mengagumi kecerdasan dari otaknya Nirmala, kemudian satu persatu menyusul.

Nirmala sudah berada didepan ruangan Kepsek. Selama dia menuju ke ruangan Salman, setiap kelas yang dilewatinya sungguh tenang dan sepi, seperti tak ada yang menghuninya. Nirmala mengetuk pintu besar itu.

"Pa, ada apa, kenapa Papa nyuruh Mala kesini?" tanya Nirmala sambil mendekat kearah Salman.

Nirmala tak tahu kalau didalam ruangan Salman ada orang lain selain dia dan Salman, Nirmala tidak melihat ada orang lain disana.

"Papa? Maaf Pak, Nirmala ini putrinya Bapak?" Juan merasa terkejut, dia tak mengira kalau murid yang tadi dia marahi adalah Putri dari Kepala Sekolah.

"Ya, dia Putri saya, dan masih ada lagi anak-anak saya disini, nanti kamu akan tahu." jawab Salman sambil tersenyum. Juan hanya diam terkejut sedangkan Nirmala memasang wajah kesal melihat gurunya yang satu itu.

 

°

°

1
Hafin lubi
eh kukira berpenampilan coolkids
Mary_maki
Cerdik dan mengejutkan
Shinn Asuka
Gak nyangka! 😱
Dwi Rhea: apa nih yang nggak disangka?
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!