NovelToon NovelToon
Jejak Di Balik Kabut

Jejak Di Balik Kabut

Status: sedang berlangsung
Genre:Tamat / Balas Dendam / Konflik etika / Penyeberangan Dunia Lain / Permainan Kematian / Penyelamat / Pendamping Sakti
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Anggun juntak

dibaca aja ya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun juntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Retak di Tengah Perjalanan

Matahari pagi menyelinap di sela sela pepohonan, menerangi jalan setapak yang basah oleh embun. Arka dan Maya berjalan beriringan di tengah hutan lebat, namun suasana di antara mereka terasa berat. Sepanjang perjalanan, hanya bunyi ranting patah di bawah sepatu mereka yang terdengar, tanpa sepatah kata pun yang terucap.

"Aku sudah bilang, ini bukan ide yang bagus," Maya akhir nya membuka suara, nada suara nya tajam.

Arka menghentikan langkah nya dan berbalik menghadap Maya. "Kamu mau bilang apa lagi? Kita sudah sejauh ini. Mundur sekarang cuma buang buang waktu."

Maya memelototinya. "Masalah nya bukan soal mundur atau maju, Arka! Masalah nya kamu nggak pernah dengar pendapatku. Kita bahkan nggak tahu apa yang sebenar nya kita cari."

"Kita punya petunjuk!" sergah Arka, menggenggam erat peta usang yang mereka temukan beberapa hari lalu. "Peta ini jelas menunjuk kan sesuatu yang penting, dan aku nggak bisa berhenti hanya karena kamu takut."

Maya mendengus, menyilang kan tangan di dada nya. "Bukan soal takut, Arka. Aku cuma merasa kita nggak siap. Kamu terlalu terburu-buru, terlalu ambisius."

Arka terdiam sesaat, mata nya menatap Maya tajam. "Kamu selalu seperti ini, Maya. Selalu skeptis, selalu berpikir terlalu lama sampai kesempatan hilang. Kalau aku dengar kamu setiap saat, mungkin kita nggak akan pernah ke sini."

Maya melangkah maju, menantang. "Dan kamu selalu keras kepala. Selalu merasa paling benar, nggak pernah mau mendengar kan orang lain. Apa kamu lupa ini bukan cuma petualanganmu? Aku juga ada di sini, Arka!"

Kata-kata Maya menggema di tengah hutan yang sunyi. Arka tampak terkejut, tapi ia segera menutupi ekspresi nya dengan menghela napas berat. Ia berbalik, melanjutkan langkah tanpa sepatah kata.

Maya menatap punggung nya yang menjauh. Hatinya di penuhi amarah dan rasa kecewa, tapi ia tetap mengikuti, meski langkah nya berat.

---

Mereka tiba di sebuah lembah kecil menjelang siang. Lembah itu dipenuhi kabut tipis, memberikan suasana yang misterius. Di tengah lembah, tampak sebuah batu besar yang dilapisi lumut, dengan ukiran-ukiran aneh di permukaan nya.

Arka mendekati batu itu dengan antusias, sementara Maya berdiri agak jauh, mengamati dengan raut wajah waspada.

"Ini dia," gumam Arka sambil menyentuh ukiran di batu. "Pasti ada sesuatu di sini."

Maya mendekat, meski keraguan nya belum hilang. "Kita nggak tahu apa yang kita hadapi, Arka. Bisa saja ini berbahaya."

"Berhenti bersikap pesimis, Maya," balas Arka tanpa menoleh. Ia mulai memeriksa setiap sudut batu itu, mencari petunjuk lain.

Maya mengepalkan tangan, berusaha menahan amarah nya. "Arka, kamu dengar nggak? Kita harus berpikir matang sebelum melangkah lebih jauh. Kalau kamu terus seperti ini, aku"

"Kalau kamu nggak mau ikut, pulang saja!" potong Arka tiba-tiba, suara nya meninggi. Ia berbalik menghadap Maya, wajah nya penuh emosi. "Aku nggak butuh seseorang yang terus meragukan aku di setiap langkah. Kalau kamu nggak percaya sama aku, kenapa kamu masih di sini?"

Maya terdiam, kata-kata itu menusuk hatinya. Tapi ia tak mau mundur begitu saja. "Aku di sini bukan karena aku nggak percaya sama kamu, Arka. Aku di sini karena aku peduli. Tapi kamu nggak pernah lihat itu, ya? Kamu terlalu sibuk mengejar apa yang ada di kepalamu sendiri."

Arka terpaku, matanya bertemu dengan mata Maya yang penuh amarah sekaligus kesedihan. Tapi sebelum ia bisa menjawab, suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari balik bukit.

Kedua nya sontak berbalik, menatap ke arah suara. Pohon-pohon di kejauhan bergoyang hebat, seolah ada sesuatu yang besar mendekat.

"Kamu dengar itu?" bisik Maya, suaranya berubah serius.

Arka mengangguk, meneguk ludah. "Kita harus pergi dari sini. Sekarang."

Namun sebelum mereka sempat bergerak, sebuah makhluk besar menyeruak dari balik pepohonan. Seekor harimau hitam dengan mata kuning menyala berdiri di depan mereka, mengaum dengan suara yang mengguncang tanah.

Maya meraih tangan Arka, menarik nya mundur. "Lari, Arka!"

Tapi Arka berdiri membatu, mata nya terpaku pada makhluk itu. "Ini… ini mustahil," gumam nya.

Maya tak menunggu lebih lama. Dengan sekuat tenaga, ia menarik Arka dan mulai berlari. Harimau itu mengejar, langkah nya menghentak bumi.

"Ke arah sungai!" teriak Maya, mengambil arah ke kanan.

Mereka berlari menembus hutan, ranting ranting mencambuk wajah dan tangan mereka. Nafas Maya terengah engah, tapi ia tak berani berhenti. Suara gemuruh langkah harimau semakin dekat.

Tiba-tiba, Arka terjatuh. Maya berhenti dan berbalik, melihat Arka yang berusaha bangkit dengan lutut berdarah.

"Ayo, Arka!" serunya, kembali untuk membantu nya berdiri.

"Tinggalin aku," desis Arka, wajah nya penuh rasa sakit.

"Tutup mulutmu!" balas Maya tegas, menarik lengan Arka dan memaksa nya berdiri. "Kamu pikir aku bakal ninggalin kamu di sini?!"

Mereka terus berlari, hingga akhir nya tiba di tepi sungai. Harimau itu berhenti di kejauhan, menatap mereka dengan mata yang seolah berkata bahwa ini belum berakhir.

Maya dan Arka berdiri terengah engah di tepi sungai, tubuh mereka basah oleh keringat dan lumpur.

Arka akhir nya memecah keheningan. "Maya, aku... maaf."

Maya memandang nya, air mata menggenang di mata nya. "Kamu nggak perlu minta maaf kalau kamu benar benar dengar aku. Aku nggak ada di sini untuk meragukan kamu, Arka. Aku ada di sini untuk memastikan kita nggak salah langkah."

Arka menunduk, merasa bersalah. "Aku tahu aku keras kepala. Aku cuma terlalu terobsesi buat membuktikan sesuatu... tapi aku lupa kalau kamu ada di sini untuk mendukung ku."

Maya mengangguk, bibir nya melengkung dalam senyuman tipis. "Kita ini tim, Arka. Kalau kita nggak jalan bareng, petualangan ini nggak akan berarti."

Arka tersenyum kecil, meski rasa sakit di kaki nya masih terasa. "Baik lah, mulai sekarang aku bakal dengar kamu. Deal?"

Maya mengulur kan tangan nya. "Deal."

Dan untuk pertama kali nya hari itu, mereka tertawa bersama, meski luka dan ketegangan masih terasa di tubuh mereka.

---

Bersambung..

1
SAF.A.NAPIT
bagus banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!