Danisha Putri atau yang akrab di sapa Anis, tidak menyangka niatnya ingin menolong persalinan seorang wanita yang menderita keracunan kehamilan justru berujung menjadi sasaran balas dendam dari seorang pria yang merupakan suami dari wanita tersebut, di kala mengetahui istrinya meregang nyawa beberapa saat setelah mendapat tindakan operasi Caesar, yang di kerjakan Anis.
Tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa kasus yang menimpa mendiang istrinya ke jalur hukum, Arsenio Wiratama memilih jalannya sendiri untuk membalas dendam akan kematian istrinya terhadap Anis. menikahi gadis berprofesi sebagai dokter SP. OG tersebut adalah jalan yang diambil Arsenio untuk melampiaskan dendamnya. menurutnya, jika hukum negara tak Mampu menjerat Anis, maka dengan membuat kehidupan Anis layaknya di neraka adalah tujuan utama Arsenio menikahi Anis.
Mampukah Anis menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Arsenio, yang notabenenya sangat membenci dirinya???.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aneh tapi nyata.
Mama Dahlia yang pagi itu hendak melihat kondisi baby Naya sejenak menghentikan langkahnya di depan pintu kamar yang tidak tertutup sempurna, ketika melihat Anis, baby Naya dan juga Ansenio masih terlelap di atas tempat tidur yang sama.
"Saya percaya kamu adalah wanita yang baik, sebagai seorang ibu saya hanya bisa berharap suatu hari nanti putraku juga menyadari hal itu." lirih mama Dahlia, sebelum kemudian memutar balik arah, kembali ke dapur untuk membantu ART menyiapkan sarapan pagi.
Tak berselang lama, Anis pun terjaga ketika mendengar tangisan baby Naya. begitu pula dengan Ansenio yang ikut terjaga mendengar tangisan putrinya.
"Sepertinya baby Naya haus." tutur Anis, seolah menjawab pertanyaan dari sorot mata Ansenio.
"Tunggu sebentar, aku akan membuatkan susu untuknya."
Ansenio beranjak turun dari tempat tidur untuk membuatkan susu formula untuk putrinya.
beberapa saat kemudian.
"Ini susunya." Ansenio menyerahkan botol susu pada Anis, sebelum kemudian menjatuhkan bokongnya di sisi Anis yang kini tengah duduk sembari memangku tubuh mungil baby Naya.
"Bagaimana kondisi putriku pagi ini??.". Tanya Ansenio.
"Sepertinya sudah jauh membaik, bekas kemerahan di tubuh baby Naya juga sudah mulai tak terlihat. Berhubung kondisi baby Naya sudah jauh membaik, sebelum berangkat kerja nanti aku akan melepaskan infusnya." beritahu Anis, sementara Ansenio yang sama sekali tidak paham dengan dunia kedokteran hanya bisa mengiyakannya dengan anggukan sekilas.
"Kalian sudah bangun rupanya." mendengar suara mama Dahlia, sontak Anis dan juga Ansenio kompak menoleh ke sumber suara.
"Mama."
"Nyonya."
Mama Dahlia mendekat ke arah tempat tidur. "Sebaiknya kalian segera kembali ke kamar untuk bersiap siap pergi bekerja, biar baby Naya, mama yang jaga." kata mama Dahlia seraya mengambil alih cucu kesayangannya itu dari pangkuan Anis.
"Baik nyonya."
"Cantik... Tante tinggal dulu, ya." tutur Anis seraya menyentuh pipi baby Naya dengan punggung jemarinya, setelah tubuh mungil itu berada di pangkuan mama Dahlia.
"Kok Tante sih, mama dong !!." protes mama Dahlia.
Ucapan Mama Dahlia barusan sontak saja membuka Anis menoleh sejenak pada Ansenio, yang secara kebetulan juga menoleh padanya.
"Kembalilah ke kamar untuk bersiap siap, bukankah kalian harus pergi bekerja." tutur mama Dahlia ketika melihat Anis dan Ansenio masih diam saja.
"Baik Nyonya." Anis pun mulai mengayunkan langkahnya meninggalkan kamar baby Naya menuju kamar Ansenio, sebab semua pakaiannya kini telah berpindah tempat ke kamar pria itu. Begitu pun dengan Ansenio yang kini menyusul langkah Anis menuju kamarnya.
Ceklek.
Anis yang baru saja tiba di kamar Ansenio Sontak menoleh ke arah pintu ketika benda persegi panjang tersebut mengeluarkan suara.
"Mau kemana??." kerutan halus nampak di dahi Ansenio ketika melihat Anis Hendak keluar dari kamar dengan membawa sebuah handuk.
"Mau mandi di kamar tamu, tuan." jawab Anis apa adanya mengingat pemilik kamar juga pasti akan menggunakan kamar mandinya, itulah mengapa Anis memilih mandi di kamar tamu.
"Tidak perlu, mandilah di sini !!! saya akan mandi setelah kau selesai mandi nanti." kata Ansenio sebelum kemudian berlalu untuk mengambil ponselnya di atas nakas.
"Baik tuan." Anis memilih menurut saja, karena berdebat pun tak akan ada gunanya menurut Anis. Jika seorang Ansenio sudah memberikan perintah itu artinya harus di turuti jika tidak, Sudah pasti pria itu akan lebih menyusahkan paginya hari ini.
Tiga puluh menit kemudian.
Sesuai dengan ucapannya, setelah Anis setelah mandi Ansenio pun berlalu menuju kamar mandi, namun saat hendak memutar handle pintu kamar mandi Ansenio menoleh sejenak ke arah Anis.
"Aku akan mengantarmu." ucapnya, sebelum kemudian kembali melanjutkan pergerakannya tanpa menunggu sahutan dari Anis.
Anis mengangguk sebagai jawaban, meski tak lagi terlihat oleh Ansenio yang kini telah menghilang di balik pintu kamar mandi.
Beberapa saat kemudian, Anis nampak telah siap dengan pakaian kerjanya, sementara Ansenio baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan sebuah handuk putih yang dililitkan pada pinggangnya.
"Mana pakaian kerjaku??." pertanyaan Ansenio Sontak membuat Anis sedikit menganga mendengarnya.
"Pakaian kerja??." ulang Anis, dan Ansenio yang tengah mengeringkan rambutnya dengan sebuah handuk kecil nampak mengangguk sekilas.
"Tunggu sebentar, akan saya siapkan tuan." sahut Anis, padahal kenyataannya ia sendiri bingung harus memilih pakaian kerja yang mana untuk Ansenio.
Akan tetapi setelah membuka lemari besar milik Ansenio, Anis mulai mengembangkan senyumnya. ternyata pakaian kerja Ansenio telah di padu padankan oleh ART sesuai dengan keinginan serta selera Ansenio, itu artinya Anis hanya tinggal memilih salah satu diantara puluhan stelan jas yang kini tergantung rapi di dalam lemari.
Stelan jas berwarna biru langit menjadi pilihan Anis.
"Maaf jika pilihan saya tidak sesuai dengan selera anda pagi ini, tuan." kata Anis ketika menyerahkan satu set jas pada Ansenio.
Sejenak Ansenio memandang ke arah jas yang kini berada di tangan Anis. "Tidak buruk." ucapan sebelum kemudian meraih stelan jas tersebut dari tangan Anis.
Namun sepersekian detik kemudian tindakan Ansenio membuat Anis seketika mengalihkan pandangannya dari pria itu.
"Tidak perlu bersikap seperti itu, bukankah kau sudah melihatnya bahkan men*kmatinya, lalu kenapa masih malu." ingin sekali rasanya Anis merobek mulut Ansenio yang bicara frontal seperti itu tanpa beban sedikitpun.
Namun begitu Anis hanya diam saja tidak berniat merespon pernyataan Ansenio, karena kenyataannya apa yang di katakan pria itu tidak sepenuhnya dusta. entah mengapa, otak serta tubuhnya seakan berjalan tak sinkron setiap kali Ansenio memberikan sentuhan lembut pada t*buhnya. Jika otaknya ingin menolak, tubuhnya justru berbanding terbalik.
Kini Ansenio telah mengenakan stelan jas lengkapnya, pria itu nampak memastikan penampilannya telah rapi di depan cermin. Anis yang juga ikut meyaksikan wajah serta penampilan Ansenio dari pantulan cermin, tak dapat memungkiri jika pria itu memang Spek pria idaman kaum hawa. Wajahnya yang tampan, hidung mancung serta bentuk rahangnya yang tegas semakin menambah ketampanan pria itu.
"Beruntung sekali nona Ananda mendapatkan hati dan cinta dari tuan Ansenio." lirih Anis dalam hati.
Setelahnya mereka pun beranjak menuju kamar baby Naya, karena Anis hendak melepaskan selang infus yang masih terpasang di punggung tangan baby Naya.
"Assalamualaikum sayang....." Dengan mengembangkan senyum di bibirnya Anis menyapa baby Naya yang kini berada di boksnya.
"Jangan menangis ya sayang....!! infusnya Tante lepas dulu." tutur Anis seolah mengajak baby Naya berinteraksi. seakan paham dengan ucapan Anis, baby Naya sama sekali tidak menangis ketika Anis melepaskan jarum infus dari tangannya.
"Anak pintar." puji Anis setelah menyelesaikan semua pekerjaannya melepas infus baby Naya serta memasang plester pada pada bekas infusnya.
Baby Naya yang sejak tadi anteng saja kini mulai menangis ketika Anis pamit.
"Sepertinya baby Naya tidak ingin ditinggal sama mamanya." mama Dahlia yang sejak tadi diam akhirnya berkomentar ketika melihat cucu kesayangannya itu mulai menangis.
Dalam situasi seperti ini Anis sendiri bingung harus bersikap seperti apa, hingga ia memilih diam seraya menoleh sekilas ke arah Ansenio yang kini nampak memasang wajah datar tanpa ekspresi.
Entah mengapa Anis sangat tak tega melihat baby Naya yang terus saja rewel hingga ia pun berinisiatif untuk menggendong tubuh mungil itu. Aneh tapi nyata, setelah berada di gendongan Anis baby mungil itu pun berhenti rewel bahkan kini mulai terlelap. Bukan hanya mama Dahlia yang dibuat tercengang tapi Ansenio pun begitu, pria itu seakan tak percaya bayi mungil yang usianya belum genap sebulan bisa menunjukkan sikap seperti itu.
"Sebaiknya kita berangkat sekarang, Jasen sudah menunggu sejak tadi." mendengar ucapan Ansenio, Anis pun kembali merebahkan tubuh baby Naya ke dalam boksnya.
"Baik tuan." ucapnya.