Kalista Aldara,gadis cuek yang senang bela diri sejak kecil.Tapi sejak ia ditolak oleh cinta pertamanya,ia berubah menjadi gadis dingin.Hingga suatu ketika, takdir mempertemukannya dengan laki-laki berandalan bernama Albara. "Gue akan lepasin Lo, asalkan Lo mau jadi pacar pura-pura gue."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh tujuh
"Kalista!"
Aldara menjauhkan ponselnya begitu orang di seberang sana berucap dengan kencang,padahal dirinya tidak menghidupkan loud speaker,tapi suaranya mampu menyakiti gendang telinga.
"Ini masih pagi,Zulfa,"ucap Aldara yang langsung tau meski orang di sebrang sana belum menyebutkan nama.
"Oke,maaf Kal.Gue soalnya seneng banget.Susah juga yang dapetin nomor Lo,gue nyari semaleman ini."
Aldara menghela napasnya.Sebenarnya ia cukup kecewa karena ia berusaha untuk menjauh dari masa lalunya,tipis elaku ada celah untuk masa lalu itu kembali pada dirinya.Tapi, yasudah lah, terlanjur.
"Anak itu udah aman?"
"Udah,semalem gue kasih makan,gue bersihin juga badannya,jadi dia tidurnya nyenyak.Anaknya manis banget tau,dia kayaknya udah lama gak tidur senyaman itu."
Aldara mengangguk-angguk." Bagus deh kalau gitu."
"Jadi,kapan mau latihan lagi?" Tanya Zulfa dengan nada penuh antusias.
"Gak ada latihan.Urus aja dia."
"Hah?" Suara Zulfa menelan bercampur kecewa.
"Gak ada latihan,Zulfa," ulang Aldara.
"Jangan ngaco deh,masa anak Kalista gak ada latihan."
Aldara bangkit dari ranjangnya,ia lalu mendudukkan dirinya ditepi ranjang.
"Yang ini beda."
"Bentar,jadi anak kecil yang ini cuma dapet perawatan doang?"
"Iya,gue kan udah berhenti kalau Lo lupa."
Zulfa terdiam untuk beberapa saat.Seolah mencerna dengan baik perkataan Aldara.
"Gue pikir Kalista bakal balik.Lo tau gak si? Gue sampai nangis waktu anak kecil itu bilang kalau dia anak Kalista."
"Gue mau mandi,tolong jaga anak itu baik-baik."
Aldara mematikan sambungan telepon lalu melemparkan ponselnya keatas ranjang.Ia menghela napasnya lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
____
Aldara tau Zulfa itu anak yang paling tidak bisa diatur, paling ngeyel dan drama.Ia kira setelah lama tidak bertemu ada perubahan pada gadis itu.Nyatanya tidak,bahkan sifatnya yang dulu masih melekat kuat dalam diri gadis itu.
"Dar, ada yang nyariin lo tuh!" ujar Aldo yang baru saja datang.
"Siapa?" tanya Aldara penasaran. "Gak tau, cewek, dia nunggu di pos satpam."
Aldara menghela napas berat, ada firasat bahwa itu pasti Zulfa. Gadis itu memang terkenal nekat dan tidak kenal takut. Dengan langkah mantap, Aldara bangkit dan segera berlari keluar kelas, menuju pos satpam. Setelah sampai di pos satpam, betapa kagetnya Aldara melihat Zulfa yang sudah menunggu di sana. Raut wajah Zulfa yang tadinya datar, seketika berubah menjadi senyum cerah seolah menemukan oase ditengah padang pasir, setelah melihat sosok Aldara mendekat.
"Kal..." Zulfa hendak menyapa, namun di koreksi oleh Aldara, "Aldara," tegasnya.
"Oke, jadi lo sekolah di sini ya. Baru tau gue."
Zulfa mengedarkan pandangannya dengan mata berbinar seakan dia adalah seorang turis yang baru saja datang ke tempat yang eksotis, meski usia gadis itu terpaut beberapa tahun di atas Aldara, tapi tingkah laku dan gayanya tetap saja seperti anak kecil yang penasaran dan bersemangat.
"Yang tadi pagi emang gak jelas?"
Zulfa menggeleng, matanya bersinar. "Eh, lo sekarang cantik banget ya, meski kesan tomboy nya gak ilang. Gue sampai pangling nih!"
Aldara mengajak Zulfa berjalan menuju tempat yang lebih sepi, dan dengan riang, Zulfa pun mengikutinya tanpa ragu. Siapa yang menyangka bahwa dibalik senyuman Zulfa yang menggemaskan, ada seorang gadis penuh semangat dengan keahlian bela diri yang luar biasa, tak jauh berbeda dengan Aldara yang juga tomboi dan tangguh. Keduanya tampak seperti sosok yang bisa menghadapi segala tantangan hidup dengan penuh percaya diri.
"Buat biaya hidup anak itu, biar gue yang kirim," ucap Aldara tegas, duduk di bangku halte bus tak jauh dari sekolah Aldara, tatapannya jauh ke depan.
Zulfa memutar bola matanya, gelisah namun tersenyum, merasa hangat dengan perhatian Aldara. "Uang gue juga lebih dari cukup. Buat biaya anak itu, gak ada masalah sama sekali."
"Bagus kalau gitu."
"Bagus?"
Raut wajah Zulfa menunjukkan bahwa bukan tanggapan seperti itu yang ia harapkan.
"Iya, masalahnya udah selesaikan? Sekarang Lo bisa pulang."
Zulfa membuang napasnya,kemudian ia duduk di samping Aldara. " Kal,gak adil dong kalau anak-anak yang lain dapat pelatihan,sedangkan dia engga."
"Gue pilih Lo buat rawat dia karena gue tau,gak akan ada yang berani ganggu Lo."
"Tapi Kal,gue akan kerja.Gue gak bisa dua puluh empat jam jagain dia.Ada masanya dia sendiri.Setidaknya Lo ajarin dia dasar-dasarnya," ucap Zulfa mencoba bernegosiasi.
"Lo bisa urus itu."
Kening Zulfa berkerut."Bukannya Lo yang bilang,anak didik Lo gak boleh ngajarin orang lain? Semua yang di ajarin cuma buat diri sendiri."
"Gue cabut aturannya."
Bibir Zulfa sedikit terbuka.Raut wajah cerianya lirih."Sekarang anak Lo emang gak berarti ya?",ucap Zulfa dengan nada melemah.
"Dulu ki yang bilang kalau kami itu spesial." Zulfa menautkan jarinya.
"Meskipun diluar sana kita diinjak-injak,gak di pedulikan,tapi kita ini berharga karena Lo yang pilih." Zulfa menunduk dengan air mata yang secara spontan berjatuhan dari kedua matanya.
"Lo yang bikin kita kuat,Kal.Lo yang bikin kita berani menghadapi dunia yang kejam ini.Lo itu bagaimana cahaya terang yang kita punya.Tapi sekarang,bagi Lo kita gak ada artinya lagi ya." Bahu Zulfa terlihat bergetar.
"Lo tau gak, Bertahun-tahun ini rasanya berat banget.Apalagi waktu Lo menghilang gitu aja tanpa jejak.Kami kehilangan arah,gak tau harus kemana."
Aldara menatap Zulfa dengan tatapan datar,lalu ia mengangkat dagu gadis itu dengan telunjuknya agar mendongak ke arahnya.
"Udah?"
Zulfa laku mengerjap dengan tatapan polos.
"Lo mending berhenti dari kerjaan Lo sekarang,terus ikut casting."
Mulut Zulfa terbuka lebar sebelum ia menghapus seluruh air matanya.Ekspresinya kembali biasa seolah suasana haru tadi tidak pernah terjadi.
"Gak mempan ya?"
Aldara memutar bola matanya."Gue yang ngajarin Lo,Zulfa."
Zulfa berdecak. Dia pun berdiri lalu berkacak pinggang."Oke kalau Lo gak ngajarin anak itu, gue akan kasih tahu ke semua anak-anak Lo di mana lokasi lo sekarang," ancamannya.
Aldara melipat tangan dan memberikan tatapan datar. Mereka hanya saling tetap tanpa suara hingga akhirnya Zulfa menyerah dan menutup wajahnya dengan tangan. Gadis itu sedikit merengek.
"Lo emang gak bisa banget ya ngajarin sendiri? Sekali ini aja.
Tidak ada jawaban.
Zulfa mencoba mengintip dari sela jarinya,ia melihat Aldara masih memasang ekspresi yang sama.
Zulfa mendesah kecewa karena ternyata usahanya gagal lagi.Ia pun mengubah posisinya menjadi berlutut.
"Oke,ini terakhir gue nyoba." Zulfa merapatkan kedua telapak tangannya, matanya menatap Aldara dengan sungguh-sungguh.
"Tolong temui dia sekali aja," ucapnya dengan tulus tanpa terlihat drama seperti sebelumnya.
"Gue tau rasanya jadi dia. Saat pertama kali dapat uluran tangan, rasanya bahagia banget. Setidaknya kasih di kesempatan buat bilang makasih,"ungkapnya dengan senyuman kecil, tapi syarat mata sedihnya tidak bisa bohong.
Aldara berdiri lalu melangkahkan kaki.Zulfa penduduk dengan hal napas seolah kesempatan terakhirnya sudah musnah.Zulfa mengepalkan tangannya lalu memukul-mukul pahanya.
"Besok."
Mata Zulfa terbelalak,ia sontak menoleh ke arah Aldara.Posisi Aldara membelakanginya dan hanya menoleh sedikit.
"Dandanin dia yang rapi."
Senyum Zulfa tersungging,Ia mengangguk-angguk dengan raut bahagia.Ini pun sudah merupakan kemajuan besar daripada Aldara yang sama sekali tidak menunjukkan diri.
"Sama-sama," ucap Aldara yang membuat senyum Zulfa sedikit terjeda.
"Lain kali gak usah bawa-bawa orang, kurang-kurangin ngeles Lo."
Aldara seketika menutup mulutnya dengan telapak tangan.Kenapa Aldara selalu keren dimatanya?