Kalandra terpaksa menerima perjodohannya itu. Padahal dia akan dijodohkan dengan perempuan yang sedang hamil lima bulan.
Saat akan melangsungkan pernikahannya, Kalandra malah bertemu dengan Anin, perempuan yang sedang hamil, dan dia adalah wanita yang akan dijodohkan dengannya. Ternyata Anin kabur dari rumahnya untuk menghindari pernikahannya dengan Kalandra. Anin tidak mau melibatkan orang yang tidak bersalah, harusnya yang menikahinya itu Vino, kekasihnya yang menghamili Anin, akan tetapi Vino kabur entah ke mana.
Tak disangka kaburnya Anin, malah membawa dirinya pada Kalandra.
Mereka akhirnya terpaksa menikah, meski tanpa cinta. Apalagi Kalandra masih sangat mencintai mantan kekasihnya. Akankah rumah tangga mereka baik-baik saja, ketika masa lalu mereka mengusik bahtera rumah tangga mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan
Anin duduk di depan meja makan, dia menyiapkan nasi untuk dirinya dan untuk Kala. Dia masih saja teringat kejadian di kamarnya tadi. Anin hanya memandangi makanannya saja, dia tak ada selera makan sama sekali.
"Kenapa aku masih memikirkan Kala? Mau dia menyebut nama Sandra lah, siapa lah, itu bukan urusan aku. Memang Kala siapanya aku? Anin, stop! Jangan jadi wanita bodoh seperti ini!" ucap Anin dalam hatinya.
Dia mencoba menyendok makanannya dan memasukan ke dalam mulutnya. Meskipun agak tidak berselera untuk makan, dia memaksa makan karena masih ada kehidupan di perutnya yang membutuhkan tenaga.
"Oke, mulai aku sekarang tidak akan bergantung dengan Kala lagi, memang dia pikir aku tidak bisa kalau tanpa dia? Aku bisa tanpa dia, dan tanpa pemberian dari Kala aku bisa apa-apa sendiri!" Ucapnya lirih. Kala mendengar semua perkataan Anin, karena dia sudah berada di belakangnya.
"Ehem!" Kala berdehem dan menarik kursi di samping Anin.
"Kamu tadi bilang apa? Coba ulangi!” Pinta Kala dengan memicingkan matanya menatap tajam Anin.
"Memang siapa yang bilang, aku dari tadi diam saja? Lihat sendiri kan aku lagi makan?” ucap Anin mengelak, lalu ia langsung beranjak dari tempat duduknya untuk meninggalkan Kala. Tapi tangan Kala menariknya dan menyuruh Anin untuk duduk kembali.
"Mau ke mana? Makananmu belum habis, habiskan dulu!” Sergah Kala dengan menyuruh Anin kembali duduk dan menghabiskan makanannya.
"Sudah kenyang, lepaskan!” tukas Anin, dengan menepis tangan Kala yang sedang memeganginya.
Anin pergi meninggalkan Kala ke kamarnya. Dia terdiam dan mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Anin kembali mengingat Vino. Iya, Anin perlahan sudah melupakan Vino yang menyakitinya. Yang pergi meninggalkannya di saat dia hamil. Sampai saat ini juga, Anin belum mendapatkan kabar dari Vino. Di mana dia, dan kenapa meninggalkan Anin begitu saja. Hanya surat yang Vino tinggalkan untuk Anin di apartemennya dulu.
Entah kenapa Anin kembali megingat saat dulu bersama Vino.
Vino masih memeluk tubuh Anin yang hanya terbalut oleh selimut tebal. Dia membelai lembut pipi Anin. Mata Anin masih terpejam, dia merasa sangat lelah karena Vino memintanya berkali-kali dalam satu malam. Iya, mereka memiliki apartemen khusus untuk memadu kasih. Setiap hari mereka menghabiskan waktu berdua di apartemen pribadinya.
Vino mengecup kening Anin, Anin yang merasa ada yang mengecup keningnya dia mengerjapkan matanya. Senyum merekah tampak di wajah Anin.
"Sayang, sudah bangun?” tanya Anin.
"Iya sudah,” jawab Vino dengan menyimpulkan senyuman yang manis.
Anin mengalungkan tangannya ke leher Vino, lalu mengecup kilas bibir Vino. Vino membalasnya melumatnya dengan lembut, dan tangannya mulai lagi menyentuh setiap inci tubuh Anin yang sensitif.
Anin melepas kecupan Vino, dia menatap wajah Vino yang terlihat sudah sangat ingin memulai bercinta lagi. Tapi, Anin sudah terasa lelah, karena semalam sudah berkali-kali mereka memadu kasih.
"Sayang, aku sudah terlambat datang bulan, sudah dua bulan aku telat,” ucap Anin.
"Kamu masih punya testpack?” tanya Vino, Anin hanya menganggukkan kepalanya saja.
"Mumpung masih pagi, kamu tes urin dulu, Sayang," ucap Vino.
"Kalau aku hamil?” tanya Anin.
"Kalau kamu hamil, aku akan tanggung jawab,” ucap Vino dengan tegas.
Anin tersenyum bahagia dan memeluk kekasihnya yang sangat di cintai. Dia beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil testpack lalu membawanya ke kamar mandi. Dia menampung urine nya di wadah kecil, dia mengambil alat yang mungkin hanya sepanjang jari telunjuknya. Dia mulai mencelupkan ke dalam wadah kecil yang berisi urine nya. Setelah kurang lebih 30 detik, dia mengangkat dan melihat hasilnya. Perlahan cairan yang meresap bergerak dan menampakkan dua garis merah yang pekat. Iya, Anin hamil. Tangan dia bergetar melihat hasilnya, antara percaya dan tidak.
"Aku hamil? Apa Vino benar-benar mau menikahiku?" Anin bertanya-tanya dalam hatinya.
Dia keluar dari kamar mandi dan memberikan hasilnya pada Vino. Vino masih duduk termenung menanti hasil tes urine Anin.
"Vin, aku hamil.” Ucap Anin sambil memperlihatkan hasil testpack nya pada Vino.
"Kamu hamil, Anin? Benar hamil?” ucap Vino setengah tidak percaya.
"Iya, ini anak kamu, sayang,” ucap Anin meyakinkan Vino dengan meletakan tangannya di perut Anin.
"Aku akan memiliki anak? Aku akan menjadi seorang ayah?” tanya Vino pada Anin. Anin hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya saja.
"Iya, sayang. Kapan kamu akan menikahiku?” tanya Anin.
"Ehmm ... Iya a—aku akan segera mengurus pernikahan kita” ucap Vino yang penuh kebimbangan.
"Vin, kamu benaran mau menikahiku, kan?” tanya Anin lagi memastikan, karena melihat Vino yang sepertinya bimbang.
"Iya, sayang. Itu pasti." Vino meyakinkan Anin, dia menarik Anin dan memeluknya.
"Janji?” tanya Anin.
"Iya, aku janji sayang.” ucap Vino sambil membelai rambut Anin.
"Anin maafkan aku, mungkin saat-saat ini aku tak bisa langsung menikahimu, ada yang belum aku selesaikan,” gumam Vino dalam hati.
Anin merasa lega karena Vino akan segera menikahinya. Bimbang dan ragu menyelimuti diri Vino, sementara Anin, akhirnya impian dia terwujud karena Vino akan segera menikahinya.
Anin pulang ke rumahnya, dia tidak berani bilang pada kedua orang tuanya, kalau dirinya sedang hamil. Dia ragu untuk memberitahukan kehamilannya pada papah dan mamahnya. Dia memilih diam dan akan memberitahukannya nanti setelah Vino melamar dia ke rumah.
Keesokan harinya Anin menuju apartemennya, dia langsung masuk ke dalam unitnya dan langsung menekan kode password nya. Dia melihat tidak ada Vino di dalam unitnya. Di kamarnya juga tidak ada.
"Vino di mana? Kalau keluar pasti dia memberitahuku dulu, ini kok tak ada kabar?” ucap Anin lirih. Dia menelepon Vino berulang kali, namun hanya suara operator yang memberitahukan kalau nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.
"Vin, ke mana kamu?” tanya Anin dalam hatinya. Dia melihat tempat tidur, dan ada secarik kertas di atas tempat tidurnya. Dia membaca tulisan yang ada pada secarik kertas tersebut.
"Anin, maafkan aku, bukan maksudku meninggalkanmu dalam keadaan hamil, aku belum siap untuk menikahimu, aku benar-benar minta maaf. Aku pergi, tidak usah mencariku, ada hal yang harus aku selesaikan. Maafkan aku sekali lagi. Jika suatu saat nanti kita bertemu kembali dan kita masih sendiri, aku akan menikahimu, tapi jika kita bertemu sudah memiliki pasangan masing-masing, kita harus bisa menerima itu. Maafkan aku."
Isi surat Vino membuat tubuh Anin lemas, dia menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia teriak sekeras-kerasnya dan menangis sejadi-jadinya.
Anin tak tahu harus berbuat apa, dia terpaksa pulang dengan keadaan yang berantakan dan menjelaskan semuanya pada orang tuanya.
Sejak itu Anin sering mengurung diri di dalam kamar. Tapi, dia masih ingat, ada nyawa di dalam perutnya. Walau hatinya sangat kecewa, dia tetap mementingkan kondisi kesehatannya demi anak dalam kandungannya.
^^^
"Mengapa semua yang datang membawa bahagia padaku hanya sementara saja? Seperti pelangi yang datang membawa bahagia hanya sementara saja. Tidak bisakah menjadi matahari dalam hidupku. Yang selalu memberikan sinar cintanya dengan penuh kehangatan walau kadang hadirnya tertutup awan kelabu.” Ucap Anin lirih, setelah bernostalgia dengan lamunannya. Anin masih saja duduk terpaku di tepi ranjangnya dengan membelakangi pintu.
Kala melihat dari balik pintu kamar Anin, dia melihat Anin terduduk mematung di tepi ranjang dengan membelakangi pintu. Dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Anin. Anin tidak mengetahui kalau Kala masuk ke dalam kamarnya.
"Bagaimana jika kemarin aku jadi menikah dengan Kala? Menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak mencintaiku, itu sama artinya aku akan merasakan sakit hati kedua kalinya. Pertama di tinggalkan Vino dalam keadaan hamil, dan yang kedua, sakit hati karena menikah dengan pria yang masih mencintai wanita di masa lalunya. Bukankah itu sangat menyakitkan sekali? Maafkan mamah, nak. Kamu satu-satunya yang mamah miliki dan yang membuat mamah kuat hingga saat ini. Ingat sayang, kita tidak boleh merepotkan orang lain. Kamu jangan rewel ya. Nanti malam jangan nakal lagi. Mamah tidak mau kejadian semalam terulang lagi,” ucap Anin lirih.
Kala mendengar semua yang di katakan Anin, dia berjalan mendekati Anin dan duduk di sampingnya.
"Anin?” panggil Kala.
"Ngapain kamu di kamarku? Dan sejak kapan?” tanya Anin dengan ketus.
"Sejak kamu merasa kecewa denganku. Maaf untuk yang tadi pagi,” ucap Kala.
"Tidak usah di bahas. Sana ke kantor, aku ingin sendiri,” tukas Anin.
"Aku sudah izin tidak ke kantor,” ucapnya.
"Kenapa?” tanya Anin.
"Hanya ingin tahu saja, sampai kapan kamu akan marah denganku soal tadi pagi,” jawab Kala.
"Kamu masih mencintai Sandra?” tanya Anin lagi.
"Iya, masih sangat mencintainya.” jawab Kala yang membuat sesak dada Anin. Anin menarik nafasnya panjang dan menghembuskan dengan kasar.
"Lupakan perjodohan kita, terima kasih dengan waktu yang singkat ini selalu menemani hariku. Dan, izinkan aku pulang ke rumah, tenang saja, aku akan menolak dengan baik-baik perjodohan ini pada orang tuaku dan orang tuamu. Dan, pergilah untuk mengejar wanita yang kamu cintai itu. Jangan memaksakan diri untuk selalu menuruti orang tuamu. Tapi, turuti apa kata hatimu. Sekali lagi terima kasih.” ucap Anin dengan melebarkan senyumnya yang agak terpaksa.
Anin beranjak dari tempat tidurnya untuk mengambil koper dan menata baju-bajunya untuk di bawa pulang siang ini.
"Anin, rokmu basah, kamu ngompol?" tanya Kala.
"Kamu ada-ada saja, ngompol bagaimana, Kala? Ih tapi kok iya basah?” Anin memegang roknya yang basah. Dia merasa ada sesuatu yang mengalir di pahanya.
"Kala, tolong aku, air ketubanku pecah.” Anin gemetar melihat cairan bening mengalir di paha hingga ke lantai.
"Anin, kamu mau melahirkan, ayo segera ke rumah sakit!” Tanpa aba-aba Kala membopong Anin menuju mobilnya, dia memanggil Sopir pribadinya untuk membawa Anin ke rumah sakit. Dia juga menyuruh Bi Imah mengemasi barang-barang Anin untuk di bawa ke rumah sakit.