Tahu dengan Abrilla atau biasa di panggil Rila? Si bungsu dari Keluarga Anggara?
Dulu jatuh cinta dengan Ed? Tapi ternyata pria itu sangat tidak rekomended. Cukup lama menjomblo, Rila akhirnya merasakan buterfly era lagi.
Kali ini dengan siapa?
Maxwell Louis Sanjaya, pria berkebangsaan Indonesia-Belanda. Berdasarkan informasi yang Rila dapat, Max berstatus duda anak satu. Sulitnya informasi yang Rila dapat membuat gadis itu semakin nekat untuk mendekati Max.
Apakah Rila berhasil mendapatkan hati pria itu? Atau sebaliknya?
Kabarnya, kurang dari 3 bulan, Max akan melangsungkan pertunangan dengan wanita pilihan mami-nya. Bagaimana usaha Rila untuk mendapatkan apa yang dia inginkan?
Ikuti terus ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir Hidup Anita
"Ini kenapa perih sekaliii? Dan terasa panas?" Winata menatap luka yang terletak pada paha sebelah kirinya. Lukanya sudah membengkak, darah sudah kering, hanya saja tidak seperti luka pada umumnya.
"Kenapa jadi gatal juga?" ujar Winata dalam hati, dia kemudian menyadari jika saat ini tengah berada di pinggir pantai dengan posisi kaki terikat rantai.
"Hal gila apa yang akan Max lakukan padaku dan Anita?" pikirnya kembali lalu menoleh ke samping.
Wajah Anita sudah pucat, bibir wanita itu sudah membiru. "Nita, bangun, kau harus kuat." kata Winata menepuk tangan Anita. Tapi wanita itu tidak merespon sama sekali.
"Bajingan, Max. Dia terus saja menyiksa kami tanpa henti. Harusnya sedari dulu aku membunuhnya agar tidak menjadi penghalang."
Winata sangat membenci Max, anak itu selalu menjadi penghalang rencananya.
Max melambaikan tangan pada anak buahnya yang telah siap diposisi masin-masing. Itu membuat Winata panik.
"Dia ingin menenggelamkan kami di laut?" pikir pria itu mulai menebak.
"Bedebah kau Max, bunuh saja aku secara langsung. Tembak kepalaku atau jantungku." teriak Winata melihat speedboat mulai berjalan pelan. Sebentar lagi air laut akan menenggelamkan dirinya dan Anita.
"Tuan Max tidak akan membiarkanmu mati dengan mudah, Tuan Winata. Kau harus disiksa agar jalan kematianmu lebih terasa nikmat." ujar anak buah Max yang berjaga dengan tenang memperhatikan Winata.
Speedboat yang membawa Anita sudah lebih dulu berjalan, melaju kencang dan membuat Anita melambaikan tangan seakan meminta pertolongan.
Winata pasrah, dia sudah bersiap merasakan seperti yang Anita rasakan.
"Hemmmttt... uhh kencang sekali." batin Winata dengan tubuh terseret speedboat diatas permukaan laut.
Lukanya semakin sakit, Winata yakin darah kembali mengucur karena tampak air laut ikut berwarna merah.
Anita sendiri, nafas wanita itu sudah tersengal-sengal, tidak mampu mengucapkan kata apapun. Tubuhnya perlahan tenggelam lalu timbul, kejadian itu terus terulang beberapa kali hingga dia tidak sadarkan diri.
Selain karena luka di kaki yang amat sakit, Anita juga sudah banyak kemasukan air laut. Wanita itu sadar dirinya tengah di seret kencang memutari area laut yang penuh dengan ombak tinggi.
"Ini ternyata akhir hidup ku." kata Anita dalam hati. Dia teringat dengan Viska, putrinya yang sudah lama tidak berjumpa. Teringat dengan Hegar, pria yang sangat sabar padanya. Juga Winata, pria yang dikenal secara tidak sengaja namun dia cintai dengan gila.
Anita sempat mencari keberadaan Winata, pria itu sudah memejamkan mata lalu tergulung ombak. Karena sudah tidak kuat lagi, pada akhirnya Anita benar menutup mata untuk selama-lamanya.
Hampir 30 menit 2 buah speedboat berputar-putar menerjang ombak, kini sudah menepi.
Kondisi Anita tentu sudah tidak bernyawa lagi. Anak buah Max melepaskan ikatan di kaki wanita itu dan meletakkan di pinggir pantai.
Winata sendiri juga sudah tidak sadarkan diri, namun menurut pemeriksaan dokter, pria itu masih bernyawa.
"Buang saja wanita itu ke hutan, biarkan dia dimakan hewan buas." ujar Max memerintah anak buahnya. "Dan bawa dia juga. Kurung ditempat ia mengurung ibu mertuaku. Biarkan dia mati tersiksa karena luka dan juga penelantaran." tambah pria itu lalu berjalan pergi.
Sandy menatap Rila yang masih santai dengan jusnya. Gadis itu seakan tidak merasa jijik melihat pemandangan di depan mereka.
"Ini hal biasa bagiku, Sandy. Bahkan aku pernah makan diantara tumpukan mayat." Rila tentu menyadari jika Sandy melihatnya penuh keheranan.
"Kejar bosmu itu. Kali ini akan aku biarkan dia tenang. Tapi nanti saat semuanya sudah beres, aku pasti akan mendatangi kalian seperti dulu lagi." sambung Rila membuat Sandy terkekeh.
"Hemmm, aku harap usahamu tidak akan sia-sia nona." kaya Sandy melihat Max yang sudah menjauh. "Dia memang pria keras kepala, juga emosian. Tapi satu hal yang bisa aku pastikan, dia pria yang sangat menyayangi keluarga dan pasangan."
"Aku tahu, oleh karena itu aku berharap bisa bersamanya. Aku bukan tipe wanita yang akan menyerah begitu saja." jawab Rila dengan penuh keyakinan. "Tapi semua yang sudah aku lakukan padanya, itu murni bentuk bantuan tulus dari hati. Aku benci melihat ketidakadilan. Aku benci melihat orang bahagia diatas penderitaan orang lain."
Rila menarik napas dalam-dalam. "Maldevi adalah wanita baik, wajar Max mencintai wanita itu sangat dalam. Bahkan Maldevi meninggalkan putra yang sangat lucu. Hiro, wajah anak itu sangat mirip dengan ibunya."
Sandy mengangguk setuju, lalu berkata, "Besar tanggung jawab Max pada Hiro. Anak itu adalah amanah yang harus Max jaga seumur hidup nya."
"Oleh sebab itu aku juga mau membantunya. Setidaknya, jika alasan cinta terdengar konyol untuk memperjuangkan perasaan, aku akan menggunakan alasan kemanusiaan agar lebih dihargai." Rila memang sangat menaruh hati dengan Max tapi dia juga punya harga diri. Dia tidak mau apa yang sudah dilakukan untuk Max hanya dianggap cinta buta.
"Aku hanya bisa berdoa, semoga Tuhan merestui hubungan kalian. Semoga Tuhan bisa menggoyahkan hati manusia-manusia yang menjadi penghalang bagi hubungan kalian. Meskipun kita belum lama mengenal, aku yakin kau gadis baik dan bisa berpikir terbuka. Semoga Max benar jodohmu, Rila."
Sandy mendoakan dengan tulus, dia sangat paham cobaan Rila dan Max belu berakhir. Bisa jadi akan lebih besar lagi. Jika sekarang Rila yang tengah berusaha keras meluluhkan hati Max, bisa jadi waktu selanjutnya adalah Max yang harus meluluhkan hati Rila.
"Ya sudah aku pergi juga, ada masih harus menyelesaikan hal lain. Oh ya terimakasih karena sudah membantuku untuk mengepung hutan milik Winata. Aku tahu kau. menggunakan dukungan ayahmu untuk melakukan itu." ujar Rila tidak mau menjadi manusia lupa diri.
"Itu juga tugasku, karena Max ikut mempercayakan masalah ini padaku. Beberapa pejabat dan oknum dari pihak tertentu memang harus dibasmi dengan menggunakan orang dalam. Aku hanya memanfaatkan sumber daya yang aku miliki." jelas Sandy berusaha tidak menyombongkan diri.
"Tetap saja, aku harus berterimakasih. Oh ya untuk nasib sopir itu, aku rasa dia sudah mendapatkan hukuman setimpal. Jadi jangan sampai Max menghilangkan nyawa seseorang lagi."
"Tenang saja, Max sekarang lebih pintar mengendalikan emosi. Dia tidak akan mengulang kejadian yang sama dengan masa lalu."
Rila mengerutkan kening tidak paham namun Sandy hanya tersenyum singkat. "Tidak usah dipikirkan, semua sudah baik-bain saja."
akoh udh mmpir....
ni anknya feli sm alfi y kk???
d tnggu up'ny.....smngtttt....